JAKARTA, (IslamToday ID) – Pemerintah wajib melindungi 660 warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS yang terlantar di Timur Tengah jika merujuk pada UUD 1945. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin.
“Selama mereka masih berstatus WNI. Sekali lagi selama mereka masih berstatus WNI, maka negara harus memberikan perlindungan. Itu amanat konstitusi,” kata Din, Jumat (7/2/2020).
Ia meminta ketegasan pemerintah untuk menjalankan amanat konstitusi tersebut. Jika ratusan WNI itu terbukti melanggar hukum, maka mesti diproses sebagaimana mekanisme hukum yang berlaku.
Din pun mengaku tidak masalah jika WNI itu harus menjalani proses deradikalisasi. Terpenting, diterima dulu sebagai WNI.
“Ya, silakan. Itu urusan
teknisnya. Urusan primanya itu mereka harus tetap diterima sebagai WNI dan
punya hak, dan negara punya kewajiban untuk melindungi,” ujarnya.
Din juga mengingatkan kepulangan mereka harus disertai dengan
sejumlah syarat. Misalnya, mengucapkan ikrar setia terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila.
“Tentu dengan catatan, dengan syarat mereka harus menerima
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dan mereka harus membuat
pernyataan karena kepergian mereka bergabung dengan ISIS itu ada nuansa, ada
nada mengingkari NKRI yang berdasarkan Pancasila,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Muslim Crisis Center,
Robi Sugara menilai membiarkan para eks ISIS jauh lebih berbahaya dibandingkan
memulangkannya. Sebab, tidak ada jaminan mereka tidak pulang ke Indonesia
secara sembunyi-sembunyi dan tidak legal.
“Jika
mereka pulang ke Indonesia tanpa diketahui statusnya oleh pemerintah, sebagai
mantan anggota ISIS ini justru lebih berbahaya,” ujarnya, Sabtu (8/2/2020).
Menurutnya, yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan
profiling terhadap ratusan mantan anggota ISIS tersebut. Harus dipisahkan mana
yang benar-benar berniat untuk bergabung dengan ISIS atau hanya sekadar ikut
dan terbawa saja.
“Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah pemilahan antara mereka yang waktu gabung
dengan ISIS sebagai fighters atau
hanya masyarakat biasa,” kata Dosen HI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut.
Robi melanjutkan, kemudian juga dilakukan pemilahan antara
kelompok yang rentan atau tidak. Yang dimaksud kelompok rentan adalah
anak-anak, perempuan, dan lanjut usia. Menurutnya, kelompok ini bisa lebih mudah direhabilitasi
dan dideradikalisasi.
Sementara, untuk kelompok yang masuk kategori
radikal berat maka harus mendapat penanganan khusus dari pemerintah serta
pemerintah daerah. Menurut Robi, beberapa negara sudah melakukan hal tersebut untuk
mengatasi para mantan anggota ISIS.
“Malaysia
sudah mengambil kebijakan yang cepat dengan menerima mereka kembali pulang
ketimbang di sana jauh lebih berbahaya,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Republika.co.id, CNNIndonesia.com