JAKARTA, (IslamToday ID) – Imam Besar Masjid Istiqlal, Nazaruddin Umar angkat bicara terkait rencana pembangunan terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral. Ia mengaku bahwa rencana pembangunan terowongan itu bermula dari idenya.
“Saya kira ini tipikalnya Indonesia. Kalau kita berpandangan positif, itu jelas menggambarkan kedamaian dan toleransi,” kata Nasaruddin, Senin (10/2/2020).
Saat ini Nasaruddn sedang menjalankan ibadah umrah di Arab Saudi. Namun ia terus memantau perkembangan rencana pembangunan terowongan silaturahmi tersebut.
Nasaruddin menuturkan, selama ini keberadaan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral memang berdekatan, tetapi secara psikologis
terpisah. Hal ini dikarenakan kedua bangunan itu dipisahkan oleh sebuah jalan
besar. Maka dari itu, Nasarudin kemudian mencetuskan ide lanskap rumah ibadah
yang satu kompleks.
“Gagasan-gagasan itu saya pernah melontarkan, lanskap rumah ibadah itu satu
kompleks. Cuma ini Istiqlal dan Katedral dipisahkan sama jalan sehingga pesan
psikologisnya itu masih terpisah. Seandainya ada terowongan itu akan semakin
tampak. Ini nilai jualnya Indonesia, di luar kan tidak bisa seperti di
Indonesia ini,” jelasnya.
Nasaruddin berharap konsep soal terowongan silaturahmi ini bisa jadi contoh yang baik. Yakni menjadi contoh tentang indahnya perbedaan dalam kedamaian. Ia menegaskan tidak ada maksud untuk mencampuradukkan akidah.
“Sekali lagi tujuan saya mengidealkan itu. Ini lanskap rumah ibadah, agar jadi contoh negara lain. Ada rumah ibadah yang satu kompleks tapi tenteram damai. Katedral itu tetangga yang baik. Kalau rumah ibadah ini bisa bertetangga yang baik, kita berharap masyarakat juga mencontohnya dengan menjadi tetangga yang baik. Sama sekali tidak ada maksud untuk mencampuradukkan akidah,” ujarnya.
Sementara, hingga saat ini anggaran pembangunan
terowongan silaturahmi ini belum diumumkan. Kementerian PUPR masih menghitung
estimasi anggarannya dan menunggu desain dibuat terlebih dahulu.
“Belum selesai dihitung. Itu kan diperintah Presiden Jumat pagi kemarin.
Desainnya dibuat dulu,” kata Kepala Biro Komunikasi
Publik Kementerian PUPR, Endra S Atmawidjaja.
Tenaga
Ahli Utama Kantor
Staf Presiden (KSP)
Kedeputian Komunikasi Politik, Donny Gahral menjelaskan, untuk sisi
fungsionalnya terowongan Istiqlal-Katedral
untuk mobilisasi jamaah dari Istiqlal ke Katedral atau sebaliknya.
“Jadi
sebenarnya terowongan itu sudah dipikirkan oleh kedua pengurus rumah ibadah
masing-masing, baik pengurus Istiqlal maupun Katedral. Karena memang ada
kebutuhan supaya setiap kali parkiran Istiqlal dipakai atau parkiran Katedral
dipakai, itu lalu lalang umat, baik yang di Katedral Istiqlal tak terhambat
atau lebih lancar. Karena kalau misalnya kita pakai di Istiqlal kita nyebrang ke Katedral dengan rombongan
kan jalanan jadi macet. Itu kebutuhan fungsionalnya,” jelas Donny, Jumat
(8/2/2020).
Namun terlepas dari itu, lanjut Donny, Jokowi ingin menarasikan pesan
toleransi melalui terowongan silaturahmi. Ia mengatakan terowongan
merupakan simbol penghubung antar dua lokasi.
“Tapi kemudian oleh Pak Jokowi itu dinarasikan sebagai terowongan
silaturahim. Jadi Pak Jokowi memberikan makna terhadap sesuatu yang sebenarnya
fungsional saja. Tapi kan toleransi itu kan butuh narasi, toleransi itu butuh
simbol. Nah itu simbolnya lah. Jadi satu simbol
di mana antar umat beragama itu bisa
berhubungan melalui terowongan itu, terhubung, terikat tali silaturahminya. Itu simbolnya, maknanya, kita bicara level simbolik,” paparnya.
“Kalau selama ini menyeberang itu sepertinya ada dua yang berseberangan,
maka menyeberang Istiqlal ke Katedral, Katedral ke Istiqlal. Tapi dengan
melalui terowongan mereka terhubung satu sama lain, terhubung bukan semata-mata
fisik, tetapi juga hati pikiran sikap, itu yang dilakukan Pak Jokowi. Sehingga orang bisa melihat sebagai satu representasi dari nilai-nilai
kerukunan, toleransi, dan kebersamaan,” tambah Donny. (wip)
Sumber: Detik.com, Antaranews.com