JAKARTA, (IslamToday ID) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengajukan usulan pengenaan cukai minuman berpemanis. Hal itu ia ungkapkan saat rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
“Minuman berpemanis ini apabila disetujui (Komisi XI) menjadi objek cukai. Maka kami untuk tahap ini mengusulkan,” katanya.
Terkait minuman berpemanis yang dikenakan cukai, ia menyasar produk yang mengandung pemanis dari gula maupun buatan (sintetik). “Yang sudah siap konsumsi, jadi kaya kopi sachet. Yang isi banyak sekali gulanya,” tambah Sri Mulyani.
Ia beralasan, cukai tersebut semata-mata diusulkan atas dasar kesehatan. Banyak negara yang melakukan pengenaan cukai untuk barang yang membahayakan, salah satunya minuman yang mengandung pemanis.
“Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling tinggi terjadi dan terus tumbuh seiring naiknya pendapatan masyarakat,” jelas Sri Mulyani.
Dasar kesehatan tersebut diakui merujuk pada data tahun 2007 yang ia pegang. Di mana jumlah penderita diabetes masyarakat usia 15 tahun ke atas mencapai 1,1 persen penduduk Indonesia. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 2 persen di tahun 2018. Hal itu berpengaruh pada pembiayaan BPJS Kesehatan untuk perawatan pasien diabetes.
Terkait tarif cukai yang dikenakan, produk teh kemasan dikenakan cukai Rp 1.500 per liter. Dengan jumlah produksi 2.191 juta liter, ditargetkan penerimaan negara sebesar Rp 2,7 triliun.
Untuk minuman berkarbonasi di patok Rp 2.500 per liter dengan total produksi 747 juta liter. Sehingga dapat memberikan pemasukan Rp 1,7 triliun.
Sedangkan produk minuman berpemanis lainnya, seperti energi drink, kopi, konsentrat, dan lain-lain dikenakan tarif Rp 2.500 per liter dengan jumlah produksi 808 juta liter yang ditaksir mencapai Rp 1,85 triliun. “Apabila ini dikenakan akan mendapat penerimaan Rp 6,25 triliun,” paparnya.
Sri Mulyani menegaskan untuk saat ini aturan tarif cukai tersebut belum diberlakukan. Ia akan menggunakan skema multi tarif yang didasarkan pada kandungan pemanis di dalamnya. “Tarif berdasarkan kandungan gula dan pemanis buatan, jika kandungan tinggi maka cukainya juga lebih tinggi,” terangnya.
Untuk diketahui, tidak semua minuman berpemanis dikenakan cukai. Ia mengusulkan adanya pengecualian tarif cukai untuk produk yang dibuat dan dikemas non pabrikasi, madu, dan jus sayur tanpa gula, dan barang diekspor yang mudah rusak dan musnah.
Ia menjelaskan, pengenaan cukai ini dilakukan pada pabrikan (produksi dalam negeri) dan importir (produksi luar negeri). Dengan cara pembayaran berkala setiap bulan, sesuai dengan jumlah produksi atau impor.
Cukai pabrikan akan dipungut pada saat produk minumam berpemanis ke luar pabrik. Sedangkan, minuman berpemanis dari impor akan dikenakan di pelabuhan untuk barang impor, seperti kawasan industri pabean.
Sri Mulyani meminta agar Ditjen Bea Cukai untuk melakukan pengawasan dengan menerapkan empat tahapan prosedur, yakni registrasi pabrikan, pelaporan produksi, pengawasan fisik (spot check), dan audit.
Kebijakan pengenaan cukai bagi minuman berpemanis ini telah mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional yang sedang lesu. “Kita akan kaji secara hati-hati. Kita akan tetap fokus membuat ekonomi terjaga dalam situasi sekarang yang sangat tertekan,” tutupnya.
Sementara itu, alasan Sri Mulyani tersebut justru dinilai akan merugikan masyarakat menengah ke bawah. “Jeng Sri, minuman berenergi dan kopi kemasan adalah minuman masyarakat kelas bawah. Saya kalau lagi bertamu kepada masyarakat kecil di kampung, pasti disuguhi minuman sachet. Kreatif dikitlah Jeng,” tulis politisi Partai Demokrat, M Adamsyah alias Don Adam di akun Twitternya. (wip)
Sumber: Liputan6.com, Rmol.id