JAKARTA, (IslamToday ID) – Kalangan masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menyatakan menolak keras draf omnibus law RUU Cipta Kerja.
Koordinator Hubungan Antar Lembaga Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Akbar Rewako mengatakan RUU Cipta Kerja hanya membuat kehidupan buruh semakin sulit.
“Bagi kami serikat buruh ini hancur banget, karena akan semakin melemahkan posisi buruh, kehidupan dan kesejahteraannya,” kata Akbar, Kamis (20/2/2020).
Ia menilai ada dua hal yang mempengaruhi kehidupan buruh. Pertama, soal upah dan kedua terkait fleksibilitas hubungan kerja. Dua hal tersebut, menurutnya akan berpengaruh terhadap pesangon, cuti, dan jaminan sosial yang didapat kaum buruh.
“Kita sih dari FRI bikin fatwa saja kali ya. Fatwa lawan omnibus law karena hanya itu yang bisa kita lakukan. Karena kalau ini gol, selesai kehidupan kita,” ungkap Albar.
Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator Perempuan Mahardika, Mutiara Ika Pratiwi. Menurutnya, adanya omnibus law berpotensi merugikan buruh khususnya kaum perempuan. “RUU Cipta Kerja ini menghancurkan tubuh perempuan, memiskinkan, dan menjauhkannya dari akses pemberdayaan,” ucapnya.
Ia menilai RUU tersebut tidak hanya mengatur soal upah, tapi bagaimana perlunya pemberdayaan perempuan dalam dunia kerja. Ia juga menilai RUU Cipta Kerja sangat bertentangan dengan pemenuhan hak perempuan.
“Hak perempuan menuntut agar tetap diupah dengan layak ketika hamil, melahirkan, dan menyusui dalam situasi yang tidak bekerja secara produktif,” ujarnya.
Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ellena Ekarahendy juga menyoroti terkait adanya kemungkinan pemberian upah murah kepada buruh apabila omnibus law RUU Cipta Kerja berhasil disahkan. Hal tersebut menurutnya diatur dalam pasal 88 b dan 88 c, serta 90 b.
“Disebutkan bahwa untuk UMKM, tidak harus mengikuti upah minimum, selama di atas garis kemiskinan. Ini problematik, karena indikator garis kemiskinan ini tidak konsisten di beberapa institusi, dan garis kemiskinan itu rendah sekali. Hanya beda 1 rupiah dari garis kemiskinan akan dianggap upah layak untuk UMKM,” ucapnya.
Selain itu, ia menilai RUU Cipta Kerja tidak hanya berdampak pada buruh, melainkan juga kepada tenaga kerja di semua bidang. Salah satu dampak yang dikhawatirkan muncul yaitu terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
“Di pasal 154 a akan dibilang PHK bisa terjadi kalau ada peleburan atau penggabungan dan efisiensi. Dua alasan inia alasan utama, sering dijadikan dalih pengusaha melakukan PHK sepihak. Yang sudah banyak terjadi sekarang dengan respons pengawas tenaga kerja yang sangat buruk, tapi malah dilegitimasi dalam omnibus law, yang berarti PHK akan sangat besar,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Antaranews.com