(IslamToday ID) — Sebanyak 36 kasus korupsi dihentikan pada proses penyelidikan, setelah Firli Bahuri menjabat Ketua KPK. Langkah KPK itu menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat dan menuai kritik berbagai pihak.
Sejak awal pengangkatan Firli sebagai Ketua KPK menuai kontroversi. Seperti yang dilansir dari TEMPO, 2 September 2019, Dewan Pertimbangan Pegawai KPK pada 17 Mei 2019 bermufakat menemukan cukup bukti pelanggaran berat yang dilakukan Firli semasa menjabat Deputi Penindakan.
Langgar Kode Etik
Ia dituding melanggar kode etik karena bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi. Padahal, saat itu KPK tengah menelisik dugaan korupsi divestasi Newmont. Namun, Dewan Pertimbangan Pegawai KPK, yang seharusnya menyidangkan pelanggaran kode etik, tak pernah menggelar sidang.
Selain bertemu dengan TGB, nama Firli juga muncul tiga kali dalam penyadapan yang dilakukan oleh penyelidik. Dia juga sering berkonfrontasi dengan penyidik yang ingin menjerat seseorang untuk dijadikan tersangka.
KPK mencatat Firli pernah menjemput secara langsung seorang saksi yang akan diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018. Terakhir, KPK mencatat Firli pernah bertatap muka dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
“Kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat,” kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).
Meskipun mengantongi pelanggaran berat akhirnya Firli ditetapkan sebagai Ketua KPK periode 2019-2023 pada Rapat Pleno Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/9/2019) dini hari. Akhirnya, Firli tetap terpilih melalui voting Komisi III DPR dengan mengantongi 56 suara.
Berikutnya, aksi Firli Bahuri dimulai ketika menggelar OTT terhadap Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah. OTT yang bersangkutan berkaitan dengan proyek pengadaan di Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan yang terjaring dalam OTT KPK.
Namun, ICW (Indonesia Corruption Watch) justru ragu bahwa operasi tangkap tangan tersebut dilakukan atas kontribusi pimpinan KPK periode 2019-2023. OTT tersebut telah direncanakan sejak lama atau setelah Firli menjabat. Jika itu direncanakan sejak lama berarti belum ada kontribusi Firli.
“Mesti dicatat, apakah tangkap tangan kali ini memang benar-benar dilakukan atas kontribusi pimpinan KPK baru atau sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari saat Agus Rahardjo cs masih memimpin KPK?” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Rabu (8/1/2020).
Kontroversi Firli
Kepemimpinan Firli juga menimbulkan kontroversi. Pertama, kasus suap PAW Harun Masiku hingga kini berujung pada mandegnya kasus tersebut.
Kedua, pemberhentian 36 kasus penyelidikan KPK. Dalam kurun waktu dua bulan bekerja Firli telah menghentikan penyelidikan 36 kasus. Jika dirata-rata terdapat 18 kasus yang diberhentikan setiap bulannya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan era KPK periode sebelumnya. Selama lima tahun terakhir KPK menghentikan 162 kasus. Apabila dirata-rata tiap bulannya KPK hanya menghentikan dua kasus.
Pemberhentian 36 perkara yang dihentikan oleh KPK dilakukan tanpa izin Dewas KPK. Menurut keterangan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata hal itu murni keputusan pimpinan KPK.
Ketiga, Kasus suap terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dengan aktor utama Harun Masiku. KPK pun sudah memasukkan Harun dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron. KPK bahkan membentuk satgas demi memburu Harun.
Keempat, pemberhentian penyidik KPK dari unsur Kepolisian, Kompol Rossa Purbo. Ketua KPK Firli Bahuri secara sepihak memulangkan Kompol Rossa Purbo Bekti ke Mabes Polri sejak 22 Januari 2020.
Rossa Purbo merupakan salah seorang tim Satgas KPK yang menangani kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang menjerat mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan caleg PDIP, Harun Masiku.
Mabes Polri menyatakan pihaknya membatalkan penarikan Rossa dari KPK oleh karena masa tugasnya baru akan berakhir pada September 2020. Kini nasibnya terkatung-katung lantaran tak diberikan akses masuk ke Gedung KPK maupun akses ke email pegawai KPK.
Kemudian, Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP-KPK) melaporkan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas) terkait polemik pengembalian penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti ke Mabes Polri. Berdasarkan investigasi yang dilakukan, WP-KPK menduga terdapat tindakan pimpinan KPK yang tidak sesuai prosedur bahkan berpotensi melanggar kode etik.
Polemik pemulangan Kompol Rossa ke instansi asalnya ini dinilai merupakan upaya sistematis untuk merusak sistem sumber daya manusia (SDM) di KPK.
Hujan Kritik
Sejumlah kritik kinerja KPK pimpinan Firli pun bermunculan. Bahkan, ICW sejak awal sudah menaruh rasa pesimis kepada lima pimpinan KPK periode Firli. Hal ini bermula dari panitia seleksi yang bermasalah.
Peneliti ICW, Donal Fariz mengatakan bahwa hambatan penangkapan Harun Masiku berada di level pimpinan KPK. Indikasi ini ditandai dengan sikap Firli memulangkan salah satu penyidik KPK Kompol Rossa yang bertindak sebagai salah satu penyidik kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Sepanjang KPK tidak serius untuk mengembangkan perkara ini, menurut saya, saya sangsi keberadaan dia bisa terdeteksi. Justru sumbatan penanganan perkara ini ada di pimpinan KPK,” pungkas Donal di Jakarta, Rabu (19/2).
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI dari Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengaku kaget dengan 36 kasus yang dihentikan oleh KPK. Hal ini karena kasus-kasus tersebut baru ada di level penyelidikan. Maka, wajar apabila timbul sejumlah pertanyaan di masyarakat, karena sebelumnya citra KPK dinilai sebagai lembaga yang terdepan dalam pemberantasan korupsi.
“Ada apa dengan KPK? Ada apa dengan pemberantasan korupsi? Apakah ada kesalahan fundamental dalam memberantas korupsi selama ini sehingga harus dihentikan? Apakah ada indikasi pick and choose atau tebang pilih dengan basis selera dan target sehingga tidak bisa dilanjutkan ?” ujar Didik melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/2).
Anggota Komisi III dari Partai Gerindra, Habiburokhman turut menyoroti penghentian penyelidikan 36 kasus korupsi oleh pimpinan KPK. Habiburokhman meminta KPK membuka fakta 36 kasus tersebut, serta alasan penghentian penyelidikan.
“Intinya kita ingin semua transparan ya, alasannya apa, latar belakangnya seperti apa?”, ujar Habiburokhman.
Sederet fakta diatas memberi gambaran betapa memprihatinkannya kredibilitas Ketua KPK. Lalu, bagaimana nasib pemberantasan korupsi di negeri ini.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Tori Nuariza