(IslamToday ID) — Kemunculan virus COVID-19 di Indonesia dirasa sangat menghebohkan dan mengkhawatirkan. Berbagai tindakan dan sikap masyarakat yang berlebihan menjadi sesuatu yang bertolak belakang dengan sikap pemerintah. Pemerintah sudah mewaspadai virus ini sejak 28 Januari 2020, lahirlah kebijakan penetapan darurat untuk yang pertama.
Mewabahnya virus ini kian tak terbendung pemerintah pun menetapkan masa darurat yang kedua. Terhitung sejak tanggal 29 Februari hingga 29 Mei 2020 mendatang sebagai masa darurat bencana virus corona.
Reaksi masyarakat pun bermacam-macam munculnya paling menakutkan ialah maraknya aksi panic buying, pembelian terhadap sesuatu dalam jumlah berlebihan karena didasari rasa takut. Pembelian masker, hand sanitizer, alkohol, tisu basah, sabun cair secara berlebihan membuat barang-barang tersebut menjadi mahal dan langka.
Lantas seberapa bahayakah virus corona atau COVID-19 ini? Benarkah virus ini adalah virus baru? Atau apakah virus ini termasuk dalam virus yang mematikan? Bisakah kita sembuh tanpa berobat?
Kali ini kita akan simak informasi lengkap seputar virus corona. Seorang virologis atau ahli virus, Mohammad Indro Cahyono menuturkan sejarah virus ini hingga fakta bahwa kita bisa sembuh ketika tertular virus ini.
Cahyono mengawali informasi ini dengan membeberkan fakta bahwa virus ini bukan virus baru yang menakutkan. Virus ini sudah ada sejak 200 tahun sebelum masehi. Bahkan di dunia ini ada ratusan jenis virus corona dan COVID-19 adalah salah satu virus itu. Virus Corona sendiri menjadi empat kelompok besar yaitu alpha, beta, delta dan gamma. Masing-masing kelompok tersebut hanya bisa menginfeksi spesies tertentu, virus corona alpha misalnya akan menginfeksi kelelawar, tikus, ferret, babi, anjing, kucing, dan manusia.
COVID-19 kelompok beta akan menginfeksi kelelawar, tikus, landak, dan manusia sementara COVID-19 kelompok delta akan menginfeksi ayam dan ikan paus. Kelompok terakhir virus corona gamma hanya akan menyerang spesies burung.
Khusus untuk kelompok beta memiliki kemiripan dengan virus penyebab MERS dan SARS. Bahkan lebih berbahaya virus SARS karena lebih mematikan meskipun tingkat penyebaran SARS itu tidak secepat corona. Yang membuat virus corona ini terlihat membahayakan adalah virus ini termasuk pandemi atau mudah menular.
Penyebaran virus corona yang cepat ini tidak semuanya menyebabkan orangnya sakit. Hanya 3% dari total populasi yang bisa meninggal dunia akibat terkena virus corona, sisanya 97% korban yang terinfeksi virus akan sembuh. Dan lebih dari 50% dari yang sembuh akan sembuh dengan sendirinya. Artinya kita tidak perlu khawatir berlebihan dengan keberadaan virus corona ini, demikian menurut Indro Cahyono.
Lawan Virus dengan Antibodi
Cahyono juga mengungkapkan jika ada kasus seseorang dinyatakan meninggal dunnia akibat corona maka hal yang pertama dilakukan adalah melihat riwayat kesehatan orang tersebut. Bisa jadi seseorang meninggal karena penyakit tertentu yang sudah dideritanya secara menahun. Dan ketika dia terjangkit corona maka akan menjadi memperburuk keadaan seseorang tersebut hingga menyebabkan kematian.
Cahyono mencontohkan kasus ke 27 yang meninggal dunia, pertama dia seorang WNA yang umurnya 53 tahun. Gejala awalnya bronkopneunonia atau peradangan paru-paru akut yang telah dideritanya secara menahun. Meskipun tanpa corona dia pun sudah sakit, karena virus corona yang paling berbahaya ketika saluran pernafasan seseorang itu terganggu dan mengalami sesak nafas. Belum lagi jika seseorang terlambat dibawa ke rumah sakit, oleh karenanya dia menyarankan jika seseorang mengalami sesak nafas, harus segera pergi ke rumah sakit.
Setiap penyakit yang disebabkan oleh virus selama ini tidak ada obatnya, satu-satunya obat yang bisa melawan itu hanyalah antibodi atau imunitas tubuh. Oleh karenanya tubuh kita setiap terinfeksi virus akan berusaha melawannya. Gejala awal biasanya bersin-bersin, lalu radang tenggorokan dan demam selama 3-5 hari baru di hari ke 7 sel imun akan mulai keluar. Pekan kedua sel imun akan berproduksi dan bertambah banyak, dan seseorang yang antibodinya bagus akan sembuh di hari ke-14.
Untuk kasus tertentu produksi antibodi yang gagal akan membuat seseorang menjadi sakit sehingga membutuhkan perawatan khusus. Adapun cara menambah sel imun bagi seseorang ialah dengan mengonsumsi vitamin C dan Vitamin E. Pengonsumsian vitamin C dan E satu butir sehari cukup membantu menambah imunitas seseorang.
Selanjutnya, jika kekebalan seseorang itu bagus maka ketika ada virus sejenis yang menginfeksinya, tubuh hanya membutuhkan waktu 1 X 24 jam saja untuk membuat antibodi. Hal ini dikarenakan setiap tubuh pasti memiliki sel memory yang akan ‘mendata’ virus apa saja yang pernah menyerang tubuh.
Penyebaran Virus
Selanjutnya, terkait penggunaan masker, yang seharusnya menggunakan masker hanya mereka yang sakit. Karena ketika seseorang sakit itu bersin maka virus itu tidak akan menyebar atau menular. Jika orang yang sehat memakai masker sementara yang sakit tidak bisa jadi virus yang tidak menempel pada seseorang namun di pakaian yang digunakan.
Pola penyebaran virus apapun termasuk COVID-19 ditularkan melalui bersin dengan radius 1,5 meter. Jadi kalau lebih dari itu tidak akan tertular. Sehingga ketika seseorang bersin dan berjarak 1,5 meter harus segera dibersihkan. Karena virus ini menyerang saluran pernafasan maka respon tubuh yang pertama adalah bersin.
Cahyono menegaskan sistem kesehatan di negara luar itu berbeda dengan sistem di Indonesia. Di luar negeri misal seperti di Australia ada orang yang flu biasa pun akan cepat-cepat dilakukan penanganan apa lagi ini untuk kasus corona yang memang sangat cepat. Dia mengingatkan bahwa dalam prinsip epidemiologi kalau ada satu populasi ada yang kena maka harus memperhitungkan bahwa satu populasi kena semua.
Oleh karenanya meskipun kita belum terkena, maka ada baiknya mulai menerapkan pola hidup sehat dan bersih sembari beraktivitas seperti biasanya. Menurut Cahyono hal ini bukan berarti kita menggampangkan COVID-19, kita tetap harus waspada selama virus ini masih menyebar. Namun yang paling penting adalah bagaimana kita tetap bisa berpikir rasional, tenang dan tidak panik.
Deteksi corona hanya bisa dilakukan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah memiliki list rumah sakit yang bisa dirujuk untuk melakukan uji virus. Artinya hanya rumah sakit tertentu yang mampu melakukan uji virus, sementara untuk perawatan bisa dilakukan di sebagian besar rumah sakit di Indonesia.
Penulis: Kukuh Subekti