JAKARTA, (IslamToday ID) – Para perantau di wilayah Jawa Barat dan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) diimbau tidak pulang kampung alias mudik saat lebaran nanti untuk mencegah penyebaran virus corona.
Namun, sejumlah pemudik diketahui sudah pulang kampung lebih awal. Ini terpantau di sejumlah titik terminal di Jawa Tengah hingga Jawa Timur sejak beberapa hari terakhir.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui ada eskalasi yang cukup signifikan dengan jumlah penumpang bus antarprovinsi di Jawa Tengah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Ia mengakui ada peningkatan angka kedatangan di terminal-terminal di daerahnya.
“Rupanya tahun ini banyak (pekerja migran) yang mudik awal. Ada juga dari Jakarta memberikan beberapa data bahwa sudah mudik awal,” kata Khofifah, Rabu (25/3/2020).
Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku tak bisa melarang para perantau yang selama ini bekerja di ibukota untuk pulang kampung. Ia mengaku hanya bisa mengimbau karena tidak punya wewenang dan payung hukum yang menaungi.
Di Terminal Induk Giri Adipura, Wonogiri, Jawa Tengah misalnya, jumlah penumpang bus asal Jabodetabek malah meningkat.
“Kami mencatat, jumlah kedatangan penumpang bus AKAP dari DKI Jakarta (dan sekitarnya) di Terminal Induk Giri Adipura dalam sepekan terakhir mengalami peningkatan,” ujar Kepala Terminal Induk Giri Adipura, Agus Hasto Purwanto, Rabu (25/3/2020).
Ia mengungkapkan, kedatangan bus dari Jabodetabek pada 15 Maret 2020 ada sebanyak 96 armada dan jumlah penumpang 1.364 orang. Kedatangan penumpang dari Jakarta pada tanggal 16 Maret 2020 sebanyak 99 bus dengan jumlah penumpang 1.401 orang.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 2020 ada sebanyak 91 bus dengan jumlah penumpang 1.422 orang. Lalu pada tanggal 18 Maret 2020 ada 95 bus dengan jumlah penumpang 1.404 orang. Selanjutnya, pada tanggal 19 Maret 2020 ada 118 bus dengan jumlah penumpang 1.797 orang.
“Pada tanggal 20 Maret ada 125 bus, jumlah penumpang 2.124 orang. Bertambah lagi pada tanggal 21 Maret 121 bus, jumlah penumpang 2.003. Terakhir data kami pada tanggal 22 Maret 131 bus, jumlah penumpang 2.625 orang,” ujar Agus.
Ia mencatat selama delapan hari kemarin total bus AKAP yang datang sebanyak 876 armada dan penumpang sebanyak 14.140 orang. Peningkatan jumlah kedatangan penumpang sebanyak ini biasanya terjadi pada saat arus mudik lebaran.
“Ya, kali ini pelonjakan jumlah kedatangan penumpang di terminal setelah Jakarta berstatus tanggap darurat corona,” kata Agus.
Ia mengatakan peningkatan jumlah penumpang yang tiba di Wonogiri terjadi selama empat hari, yakni mulai 19 hingga 22 Maret 2020. Rata-rata tiap hari mengalami kenaikan sekitar 500-700 orang. Ribuan perantau Wonogiri ini tersebar dari Jabodetabek.
Butuh Payung Hukum
Pergerakan warga dari Jabodetabek dan Jawa Barat sebenarnya memunculkan kekhawatiran utama, yakni meningkatnya potensi penyebaran virus corona. Seruan kampanye social distancing dan tetap di rumah seolah menguap bagi para pemudik dini tersebut.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Hermawan Saputra mengatakan penyebaran virus corona di Indonesia akan mencapai titik puncak di antara April dan Mei 2020. “Itu dalam keadaan normal saja, apalagi ditambah fenomena mudik, jadi itu (mudik) berisiko besar,” katanya, Senin (26/3/2020).
Menghadapi situasi demikian, Hermawan menilai pemerintah tidak bisa hanya mengeluarkan imbauan atau larangan agar masyarakat tidak melaksanakan mudik pada tahun ini.
Menurutnya, pemerintah harus mengeluarkan sebuah payung hukum besar terkait antisipasi penyebaran virus corona lebih dahulu. Payung hukum itu, kemudian menjadi pijakan dalam membuat kebijakan yang melarang masyarakat untuk mudik.
Pemerintah harus membuat kebijakan yang tegas dan terukur, bukan bersifat “setengah hati”. “Melarang punya implikasi hukum atau tidak? Ada reward and punishment tidak? Kalau hanya imbauan, tidak efektif menurut saya,” katanya.
Ia mencontohkan, imbauan pemerintah yang membuat sejumlah sekolah atau universitas meliburkan aktivitas belajar saat ini telah membuat sejumlah siswa perantauan pulang ke kampung halaman.
Sosiolog dari Universitas Nasional, Sigit Rochadi mengatakan bukan hal mudah melarang warga mudik meski dengan aturan jelas. Menurutnya, mudik sudah jadi bagian tak terpisahkan untuk masyarakat Indonesia. “Saya ragu efektivitasnya, karena mudik satu budaya yang ribuan tahun mengakar di tengah masyarakat,” ucapnya.
Sigit menerangkan, mudik bagi masyarakat Indonesia memiliki tiga makna yang sulit dihilangkan. Pertama, mudik bermakna sebagai bentuk silaturahmi dengan saudara atau anggota keluarga yang berada di kampung halaman.
Kedua, mudik bagi orang Indonesia bermakna sebagai pertemuan fisik antara anggota keluarga yang telah lama tidak berjumpa. Dalam makna ini, mudik kerap dianggap sebagai momen transfer uang dari kota ke desa.
Terakhir, mudik bagi masyarakat Indonesia bermakna sebagai waktu untuk ziarah atau mengunjungi makam orang tua atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia. “Karena ada tiga makna itu, (mudik) sulit dihilangkan,” ucap Sigit.
Dalam konteks pencegahan penyebaran virus corona, Sigit menyatakan bahwa pemerintah harus membuat aturan yang tegas untuk melarang mudik. Menurutnya, pemerintah juga harus mengerahkan aparat untuk mengontrol mobilitas masyarakat.
Selain aturan yang tegas, lanjut Sigit, pemerintah juga harus memberikan insentif kepada masyarakat agar bersedia untuk menunda mudik hingga pemerintah bisa mengatasi penyebaran virus corona. “(Atau) bisa dengan menggeser cuti bersama, diberikan kalau nanti situasi sudah aman,” pungkas Sigit. (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com, Kumparan.com, Republika.co.id