JAKARTA (IslamToday) – Sanksi pidana bagi pelanggar PSBB dinilai berlebihan. Para pelanggar PSBB lebih tepat jika diberi sanksi berupa kerja sosial.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho berpendapat Bahwa pidana penjara tidak tepat, tidak menyelesaikan masalah, dan bertolak belakang dengan tujuan pemberian hukuman.
Menurutnya sanksi denda dan kerja soal bisa jadi alternatif hukuman bagi pelanggar PSBB. Namun disaat seperti ini bisa tidak efektif karena ada masyarakat yang bekerja di sektor informal dan tidak memiliki pendapatan pasti karena terdampak pandemic. “Kerja sosial perlu betul-betul diterjemahkan sesuai pandemi,” ucap Hibnu.
Ia mengatakan yang paling baik dari itu semua adalah aparat mendahulukan upaya persuasive. Hibnu berpendapat aparat dapat menerapkan wajib lapor dan meminta janji pelanggar tidak mengulangi perbuatannya.
Komnas HAM menyatakan sanksi pidana bagi pelanggar PSBB tidak tepat. Alasan utamanya, saat ini kondisi lapas sudah kelebihan kapasitas. Kemenkumham bahkan melepaskan 30 ribu warga binaan karena alasan itu. Akan jadi kontradiktif jika di satu sisi pemerintah memberikan kebebasan, aparat justru melakukan penangkapan dan pemenjaraan.
Selain itu, sanksi denda dan/atau kerja sosial dianggap lebih tepat untuk menumbuhkan kesadaran, lebih bermanfaat, dan mendorong solidaritas sesama. Komnas HAM meminta Pemprov DKI membuat peraturan yang jelas tentang itu.
“Yang kami minta ke Pemprov DKI diatur dengan protokol jelas. Kalau monitoring kami selama ini, sepanjang beli kebutuhan hidup, beribadah, dibolehkan dengan tetap jaga jarak dan gunakan masker,” kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Choirul Anam.
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, berpendapat sanksi denda memberatkan mereka yangmencari pendapatan harian, misalnya Ojek Online. Mereka kerap diancam pemotongan upah, ditolak hak cutinya, dirumahkan tanpa upah, hingga yang paling parah di-PHK.
“Yang juga harus dikedepankan itu adalah persuasi melalui informasi utuh tentang arti PSBB, apa yang terjadi, apa saja akibatnya jika tidak mematuhi serta alternatif berupa income support untuk mereka yang akan kehilangan pekerjaan akibat penerapan PSBB,” ucap Usman.
Seperti diketahui, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menetapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk wilayah DKI Jakarta dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/239/2020, bertanggal 7 April 2020. PSBB Jakarta akan berlangsung 14 hari, dimulai pada Jumat 10 April dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, instansi berwenang, dalam hal ini aparat, dapat melakukan penegakan hukum bagi pelanggar PSBB–misalnya, tetap berkerumun di tempat umum–sesuai ketentuan UU. UU yang dirujuk adalah UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam pasal 93, disebutkan jika para pelanggar kekarantinaan kesehatan “dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.
Polisi sudah menegakkan peraturan itu sejak beberapa hari lalu, meski sebenarnya PSBB di DKI baru berlaku efektif pada 10 April. 18 orang ditangkap karena tidak mengindahkan seruan social distancing di Bendungan Hilir dan Sabang. Pasal yang dikenakan adalah pasal 93 itu.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga secara resmi meneken Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 mengenai PSBB yang bertujuan untuk mencegah penularan virus corona lebih besar lagi.
Dalam Bab VII tentang Sanksi, Pasal 27 berbunyi: Pelanggaran terhadap pelaksanaan PSBB dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk sanksi pidana.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana menegaskan selama PSBB, jumlah penumpang kendaraan pribadi roda empat atau lebih maupun angkutan umum dibatasi hanya boleh 50 persen dari kapasitas maksimal. Selain itu pengendara roda dua juga tidak boleh ada berboncengan [karena] melanggar physical distancing. Ia menegaskan kebijakan ini juga berlaku bagi ojek online.
Dengan demikian, ojek online tidak diperbolehkan membawa penumpang orang. Mereka hanya dapat melayani pengantaran barang atau makanan. Mereka akan semakin kesulitan mendapat uang, setelah sebelumnya semua kantor beramai-ramai menerapkan kebijakan work from home. (des)