IslamToday ID — Setelah menjalani perawatan yang cukup lama karena poitif Covid-19, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi ‘bangun dari tidurnya’. Namun begitu muncul, ia justru mengeluarkan kebijakan yang menambah bingung masyarakat terkait larangan mudik.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberikan izin operasi untuk berbagai transportasi untuk mengangkut penumpang ke luar daerah. Ia berdalih kebijakan tersebut bukan pelonggaran larangan mudik, , melainkan penjabaran Permen 25 tahun 2020 soal pengaturan transportasi saat Mudik Lebaran.
“Intinya adalah penjabaran, bukan relaksasi lho ya, artinya dimungkinkan semua moda angkutan, baik udara, kereta api, laut, bus, untuk kembali beroperasi dengan catatan satu harus mentaati protokol kesehatan,” jelas Budi Karya dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, Rabu (6/5/2020).
Kriteria pengecualian tersebut meliputi orang yang bekerja pada pelayanan bidang pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum. Kemudian orang yang bekerja pada bidang kesehatan, kebutuhan dasar, pendukung layanan dasar, fungsi ekonomi, percepatan penanganan covid-19.
Menhub berdalih kebijakan tersebut dikeluarkan untuk kembali menstabilkan perekonomian nasional. Sejumlah kalangan menilai kebijakan ini justru semakin meresahkan. Pengecualian tersebut berpotensi memperluas sebaran covid-19, sehingga semakin tidak pastinya berakhir pandem.
Tidak Konsisten
Ketua Umum Association of The Indonesia Tours and Travel (ASITA) Rusmiati, menilai kebijakan ini semakin menunjukan ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengatasi penyebaran Covid-19. Jika kebijakan tersebut dijalankan, sektor pariwisata semakin merugi. Pemerintah semestinya tegas dalam menerapkan aturan larangan berpergian ke luar kota terutama dari kawasan zona merah pandemi.
“Kalau enggak selesai-selesai, kapan kita balik lagi seperti dulu. Pariwisata kita, terutama usaha perjalanan. Kami ini cuma bisa tahan sampai tiga bulan lagi,” kata Rusmiati (6/5/2020).
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) juga menilai pelonggaran transportasi yang dikeluarkan Menteri Perhubungan justru kontradiktif dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Seharusnya yang dilakukan pemerintah ialah memperketat pelaksanaan protokol karantina kesehatan terutama menindak mereka yang masih melakuka mobilitas di luar.
“Message yang diberikan ke masyarakat dan pelaku usaha sektor transportasi harus jelas dan tegas sehingga tidak menciptakan kebingungan atau kebocoran pada pengendalian wabah,” Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Shinta W Kamdani (6/5/2020).
Shinta menambahkan setiap pergerakan orang pada masa pandemi sangat berpotensi membawa risiko penyebaran virus. Maka, seharusnya pemerintah konsisten dalam menerapkan kebijakan. Jika pelonggaran itu benar-benar mendesak untuk diterapkan, maka harus diimbangi dengan penerapan protokol kesehatan yang jelas.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Nurhayati Monoarfa menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh Menhub Budi bertentangan dengan dua kebijakan sebelumnya. Yakni, Permenhub No.18/2020 dan Permenhub No.25/2020. Kedua kebijakan tersebut sama-sama memiliki tujuan untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19.
Ia pun mempertanyakan tingkat kedisiplinan pemerintah dalam menegakan dua aturan yang perhah dibuat itu. Sebab, selama 2,5 bulan masyarakat dibatasi, namun jumlah kasus positif dan korban meninggal terus bertambah.
Selain itu, Pemprov. Jawa Barat terhadap penumpang KRL. Pemprov Jawa Barat menemukan 3 orang positif dari 325 penumpang KRL. Dengan temuan kasus positif di moda tranportasi umum ini seharusnya pemerintah tidak mngeluarkan kebijakan gegabah.
“Sekarang akan dibuka kembali bagi keperluan khusus. Yang saya ingin pastikan adalah protokol Covid-19 telah dilaksanakan oleh para petugas, operator maupun penumpang. Kita sudah hampir 2,5 bulan masyarakat berdiam diri di rumah, tapi wabah makin meningkat makin hari. Itulah yang menjadi pertanyaan masyarakat apakah aturan ini sudah berjalan baik dan benar atau tidak,” kata Nurhayati (6/5/2020).
Pemerintah Disetir
Menhub Budi Karya mengatakan: “Intinya penjabaran artinya dimungkinkan semua moda angkutan udara, kereta api, laut, bus kembali beroperasi dengan catatan harus menaati protokol kesehatan,” (6/5/2020).
Sementara Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo mengatakan: “Ada sejumlah syarat untuk bepergian yang telah ditetapkan. Ini berlaku untuk masyarakat dengan keperluan tertentu, pejabat, dan pegawai instansi yang berhubungan dengan percepatan penanganan virus corona,” (6/5/2020).
Jika melihat isi pernyataan keduanya tentumasyrakat dibuat bingung siapa yang seharusnya kita dengar dan dipatuhi. Dalam penanganan covid-19 ini komunikasi pemerintah tampak sangat buruk. Bahkan tampak saling bertentangan.
Sebelumnya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengeluarkan Surat Edaran No.4/2020. Isinya mengatur pengecualian pembatasan. Mereka yang mendapat pengecualian adalah orang-orang yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan kegiatan seperti pelayanan perecepatan penanganan Covid-19.
Juga bagi mereka yang bekerja pada pelayanan pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum, pelayanan kesehatan, pelayanan kebutuhan dasar, pelayanan pendukung layanan dasar. Juga bagi mereka yang berkerja pada pelayanan fungsi ekonomi penting.
Perjalanan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal juga mendapat pengecualian. Selain itu, repatriasi pekerja migran Indonesia (PMI), WNI, dan pelajar, mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh pemerintah sampai ke daerah asal, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, kemenhub juga membuat Surat Edaran dari Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub dengan No.31/2020 tentang Pengaturan Penyelenggaraan Transportasi Udara Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Surat tersebut ditanda tangani oleh Dirjen Perhubungan Udara, Novie Riyanto pada 6 Mei 2020. Melalui surat tersebut penerbangan dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan yan ditetapkan pemerintah melalui SE Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
Pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam menilai, kebijakan yang dikeluarkan oleh Menhub Budi Karya seperti ‘menampar muka’ pemerintah sendiri. Sebab, sebelumnya telah melakukan pembatasan terhadap akses transportasi.
“Itulah ketidakkonsistenan pemerintah, kebijakan tersebut sama saja menampar muka sendiri. Sedari awal pemerintah mencoreng kebijakan yang dikeluarkannya sendiri,” tutur Anam (7/5/2020).
Ia pun mencurigai ada oknum yang menekan pemerintah untuk kembali mengoperasikan transportasi umum. Jika benar seperti itu tentu ini adalah hal yang membahayakan karena negara bisa kalah dengan disetir oleh kelompok tertentu.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto