IslamToday ID — Kehadiran pemimpin di tengah-tengah kehidupan rakyat selalu dinantikan begitu pula di kalangan masyarakat muslim. Sejak dulu para pemimpin muslim selalu memberikan perhatian penuh kepada rakyatnya. Teladan ini akan sangat mudah kita temukan dalam sejarah peradaban Islam.
Prof. Raghib As-Sirjani melalui buku Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia meramu dengan sangat indah sisi keagungan peradaban Islam. Peradaban Islam menyamakan seluruh elemen sosial yang hidup di bawah naungannya. Adanya perlakuan yang sama membuat seluruh warga masyarakat merasakan persamaan yang sesungguhnya, terutama antara pemimpin dan rakyatnya. Sehingga kehadiran, perhatian, dan perlindungan seorang pemimpin, pemerintah, penguasa dapat dirasakan oleh rakyat.
Rasulullah Suri Tauladan Terbaik
Suri tauladan ini dapat kita rasakan pada sosok Rasulullah SAW. Ia mengajarkan sekaligus mencontohkan kepada seluruh umatnya tentang arti penting interaksi antara penguasa dan rakyatnya, baik ketika makmur maupun ketika mengalami paceklik.
Rasulullah turut berpartisipasi dalam pembangunan masjid dan bergotong royong, bahu membahu dengan para sahabatnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh H.R. Al-Bukhari dari Urwah ia mengatakan,
“Rasulullah berinisiatif memulai memindahkan batubata dalam membangunnya. Ketika memindahkan batu bata tersebut Rasulullah bersabda, “Beban ini tidak sebanding dengan beban pada perang Khaibar. Ini merupakan penerimaan Tuhan kita Yang Maha Suci.” Kemudian beliau berdoa, “ Ya Allah, sesungguhnya pahala (yang sebenarnya) adalah pahala akhirat. Karena itu, kasihanilah kaum Anshar dan Kaum Muhajirin,”.
Bahkan ketika musim kemarau yang penuh penderitaan tiba, Rasulullah tetap berada di samping para sahabatnya untuk membangkitkan semangat dan menghibur kepiluan yang dialami oleh para sahabat. Ia dengan susah payah ikut menggali parit sambil mendendangkan bait-bait syair yang ditulis oleh Ibnu Ruwahah. Bahkan debu-debu dari parit tersebut menempel di perutnya. Kesederhanaan dan keriangan yang ditunjukan oleh Rasulullah sangat berpengaruh dalam meringankan beban para sahabatnya.
Kisah Umar dan Roti Mentega
Sikap sederhana yang Rasulullah contohkan sangat membekas di benak para sahabatnya termasuk Umar bin Khattab. Suatu ketika di masa kepemimpinan Umar bin Khattab dilanda musim kemarau. Umar pun turut merasakan penderitaan bersama rakyatnya, dan menempatkan dirinya sebagai teladan dan contoh bagi umat ini.
Berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Sa’ad, Prof. Raghib mengisahkan ketika Umar sedang berbagi sepotong roti mentega dengan seorang lelaki badui. Saat itu masyarakat sedang menghadapi musim kemarau yang disertai masa krisis pangan. Lelaki badui tersebut menyingkirkan mentega dari rotinya, melihat hal tersebut Umar pun mengatakan, “Sepertinya kamu tidak menginginkan mentega,”. Si Badui pun menjawab, “Ya aku tidak makan mentega dan tidak pula minyaknya karena masarakat sulit mendapatkannya”. Sejak saat itu Umar berjanji untuk tidak makan mentega ketika musim kemarau, krisis pangan melanda.
Musim kemarau yang terik sangat berpengaruh pada diri Umar bin Khathab, bahkan warna kulitnya pun berubah. Umar merupakan bangsa Arab yang terbiasa mengonsumsi mentega dan susu dalam kesehariannya. Namun ketika rakyatnya sedang berjuang menghadapi musim kemarau yang panjang, Umar pun menjauhkan diri dari kedua jenis makanan tersebut.
Ibnu Sa’ad juga menceritakan ketika Khalifah Umar Bin Khathab menolak pemberian daging kambing, saat rakyat tengah mengalmi kesulitan pangan akibat musim kemarau.
“Bahwasanya pada musim kemarau, Umar mendapatkan sepotong roti yang diolesi minyak di setiap sore hingga pada suatu ketika orang-orang menyembelih kambing untuk memberikan makan kepada orang-orang yang ada. Kemudian mereka mengambil bagian-bagian yang enak dari kambing tersebut dan diberikan kepadanya (Umar). Bagian-bagian yang dimaksud adalah daging punggung dan hati.
Lalu Umar bertanya, “Dari mana ini?” Mereka menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, ini dari kambing yang kami sembelih hari ini.” Umar menjawab, “Jauhkan jauhkan. Seburuk-buruk pemimpin adalah aku jika aku mengonsumsi bagian-bagian yang baik daripadanya dan memberikan tulang belulangnya kepada orang lain. Berikan kepadaku makanan yang lain.”
Dalam kisah lain juga terungkap bagaimana Khalifah Umar membantu mengirimkan logistik pangan. Karena kesibukannya sebagai khalifah ia pun belum sempat mengunjungi keluarga tersebut. Suatu hari ia menyajikan sendiri roti yang diolesi minyak, lalu disajikan ke dalam mangkok dan diberi kuah. Ia pun meminta Yarfa’ (nama seorang hamba sahayanya yang berada di Baitul Mal) untuk mengantarkan roti tersebut kepada sebuah keluarga di daerah Tsamagh.
Lalu Umar berpesan kepada Yarfa’, “Hati-hatilah kamu wahai Yarfa’. Bawalah mangkok besar ini kepada sebuah keluarga di Tsamagh. Sebab aku tidak menemui mereka sejak tiga hari yang lalu. Dan aku yakin bahwa mereka sangat membutuhkannya. Lalu letakkanlah mangkok tersebut di hadapan mereka.”
Tiga kisah teladan dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab menunjukkan bahwa ia sangat memiliki rasa empati yang besar dengan penderitaan rakyatnya. Hingga ia rela tidak lagi makan roti mentega sebagai mana biasanya. Umar bahkan menolak ketika ada orang yang memberinya daging kambing. Dengan suka rela ia mendatangi rumah-rumah penduduk yang membutuhkan dan membawa sendiri bantuan logistik pangan untuk keluarga tersebut.
“Sikap dan perhatian dari pemimpin umat Islam terhadap masyarakat sipil semacam ini bukanlah sekedar lewat begitu saja, melainkan bersumber dari peradaban Islam yang orisinil dan tiada bandingnya dari peradaban-peradaban yang lain,” ujar Prof. Raghib ketika mengomentari apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan para pemimpin muslim setelahnya.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Tori Nuariza