“Jangan sampai yang muncul The New Abnormal, karena dari awal pemerintah terkesan abnormal,”
– Hidayat Nur Wahid-
IslamToday ID– Sudah tiga bulan lebih pandemic covid-19 melanda Indonesia. Komunikasi yang buruk dan tumpeng tindih kebijkan mewarnai penangan covid-19.
Setidaknya sudah seribu orang lebih meninggal akibat covid-19. Tiba-tiba Presiden Jokowi mengimbau masyarakat hidup berdampingan dengan covid-19.
Mulanya, The New Normal muncul sejak awal Mei kemarin. Kemudian dipertegas Presiden Jokowi pada Jum’at 15 Mei 2020. Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk bersedia berkompromi dengan virus Covid-19.
Pengumuman presiden dilakukan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa menurunnya kurva kasus positif Covid-19 tidak akan disertai dengan hilangnya virus corona.
“Sekali lagi kita harus berdampingan hidup dengan Covid. Sekali lagi yang penting masyarakat produktif dan aman dari Covid. Kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal,” kata Presiden Jokowi (15/5/2020).
Kampanye The New Normal atau pola hidup normal yang baru di tengah pandemi Covid-19 terus digaungkan oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Pola hidup normal ini dilakukan dengan melakukan aktivitas sebagaimana biasanya sebelum datangnya virus corona.
Pola hidup baru ini harus disertai dengan adanya protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh setiap individu. Yakni mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir selama 20 detik, menggunakan masker, menjaga jarak minimal 1 meter bila berkomunikasi. Selain itu harus menghilangkan kebiasaan untuk menyentuh wajah, yakni mulut, mata, dan hidung sebelum mencuci tangan.
Protokol kesehatan tersebut harus dilaksanakan, sebab hingga saat ini pemerintah belum bisa ‘mengendalikan’ serangan covid-19.
“Mari kita mengawali hidup dengan norma-norma normal yang baru. Tidak mudik, tidak bepergian adalah pilihan yang bijak karena kita belum sepenuhnya bisa mengendalikan Covid-19 ini. Jangan mengambil risiko untuk tertular Covid-19 ini,” jelas Juru Bicara Gugus Tugas Achmad Yurianto (18/5/2020).
Modal Tiga Negara
Setidaknya ada tiga negara yang menjadi referensi dalam penerapan The New Normal. Tiga negara tersebut adalah Vietnam, Jerman dan Selandia Baru.
Ada beberapa catatan yang membuat Vietnam akhirnya mengeluarkan kebijakan The New Normal. Vietnam berhasil meng-nol-kan kasus kematian setelah satu bulan covid-19 menyerang negara tersebut. Sebagai negara yang berbatasan dengan negara China, Vietnam mencatat bahwa hanya ada 300 kasus positif corona, dan tidak ada korban yang meninggal.
Seperti dikutip dari bbc.com Vietnam telah melakukan upaya pencegahansejak Januari lalu. Bahkan sebelum ditemukannya kasus positif covid-19 di negara itu. Vietnam tidak peduli jika berbagai kebijakannya yang dinilai berlebihan oleh banyak negara.
Pemerintah Vietnam membatasi perjalanan, memonitor situasi dari dekat, dan pada akhirnya menutup perbatasan dengan China dan meningkatkan pemeriksaan kesehatan di perbatasan serta tempat-tempat rentang lainnya.
Bahkan sekolah-sekolah di Vietnam diliburkan sejak akhir Januari hingga pertengahan Mei belum buka. Selain itu pemerintah Vietnam juga melaukan tes massal. Pola komunikasi antara pemerintah dan rakyat dalam upaya pencegahan dilakukan dengan baik, sehingga pesan yang disampaikan jelas dan dipatuhi.
Sementara itu, pemerintah Jerman telah mengizinkan sejumlah Restoran dan bar di Berlin, Bradenburg, Hesse, Saxony, dan Thuringia kembali buka sejak 15 Mei 2020 kemarin. Ijin buka ini pun disertai dengan keharusan untuk melaksanakan protokol kesehatan. Beberapa restoran bahkan meminta pengunjungnya nomor telepon yang bisa di hubungi ketika dibutuhkan sewaktu-waktu.
Jerman berani menerapkan The New Normal lantaran telah mampu menekan angka kematian akibat covid-19. Pada (7/4) Jerman melaporkan ada 105.000 kasus dengan tingkat kematiannya hanya 1,5%. Jumlah itu jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat kematian yang terjadi di negara Eropa lain seperti Spanyol (9,5%) dan Italia (12%).
Negara berikutnya yang juga telah melaksanakan The New Normal adalah Selandia Baru. Kebijakan ini dimulai dengan menurunkan level lockdownnya dari level 3 ke level 2. Ditandai dengan diizinkannya mall, bioskop, kafe, sekolah, dan gym untuk beroperasi lagi.
Penerapan lockdown paling ketat yang ditetapkan oleh pemerintah adalah level 4, dan pada (11/5) lalu pemerintah Selandia Baru mengumumkan turunnya level lockdown ke level 2.
Kondisi Indonesia?
Dua hari setelah imbauan hidup normal yangh disampaikan oleh Presiden Jokowi, justru terjadi peningkatan jumlah kematian akibat covid-19. Bahkan dikatakan tertinggi dalam sebulan terakhir, yakni 59 orang dinyatakan meninggal. Kasus tersebut tertinggi kedua setelah kenaikan korban meninggal yang mencapai 60 orang pada 14 April 2020.
Dalam cacatan media Australia kebijakan yang diambil oleh Presiden Jokowi dalam menangani Covid-19 dinilai paling buruk se-Asia Tenggara. Hal ini terungkap melalui sebuah artikel yang dimuat di Melbourne Asia Review, yang ditulis oleh Rafiqa Qurrata Ayu, dosen FH UI sekaligus mahasiswa PhD di Melbourne Law School dan Abdil Mughis Mudhoffir adalah Dosen di Departemen Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta.
“Penanganan COVID-19 di Indonesia adalah yang terburuk di Asia Tenggara. Indikasi yang baik tentang hal ini adalah bahwa angka kematiannya sekitar 7 persen, tertinggi di antara negara-negara lain di kawasan ini, yang sebagian besar sekitar 0-3 persen,” kata Rafiqa (15/5/2020).
Ia juga menuliskan juga sikap para elite pemerintahan yang cenderung memanfaatkan situasi krisis demi kepentingan politik dan bisnis untuk semakin mengakumulasi kekuasaan dan uang. Hal ini terlihat dalam keterlibatan Staf Khusus Presiden, Adamas Belva Syah Devara pada program pelatihan Kartu Prakerja.
Kegagalan pemerintah Indonesia yang lain adalah mekanisme pembagian dan pengelolaan dana bansos, Selain itu tingkat akuntabilitas dalam penggunaan uang negara terkait COVID-19 juga dinilai kurang. Belum lagi sikap elit politik-bisnis dengan memanfaatkan krisis sebagai kesempatan untuk mengeluarkan banyak undang-undang kontroversial. Dimana aturan yang diusulkan justru memberi kesempatan kepada negara untuk bersikap otoriter dan membuka peluang bagi penjarahan lebih lanjut sumber daya negara.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, meminta agar pemerintah berhati-hati dalam menerapkan kebijakan The New Normal. Ia meminta pemerintah mempersiapkan data pendukung yang baik, sehingga kebijkan tersebut tidak berakhir buruk.
“Jangan sampai yang muncul The New Abnormal, karena dari awal pemerintah terkesan abnormal,” tutur Hidayat Nur Wahid (18/5/2020).
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS ini menilai, kebijakan Jokowi-Ma’ruf tidak fokus dalam menangani masalah Corona. Menurutnya, rencana pelaksanaan The New Normal tanpa disertai data pendukung yang valid menunjukkan ketidaksiapan pemerintah. Terlebih tidak dibarengi pemeriksaan virus corona secara masif.
Menurutnya,Indonesia pun harus mewaspadai terjadinya gelombang corona kedua. Karena beberapa negara yang memiliki data bagus dalam penanganan pandemi virus corona seperti Korea Selatan, China, dan Jepang pun telah menghadapi virus corona. Oleh karena itu ia meminta pemerintah menetapkan kebijakan yang lebih mengutamakan keselamatan masyarakat daripada kepentingan ekonomi.
“Apapun kebijakan berikutnya harus dipikirkan ekonominya juga tapi kesehatan dan keselamatan rakyat nomor satu. Kalau rakyat tidak sehat, enggak ada gunanya ekonomi. Kalau rakyat terpapar dan rumah sakit enggak mampu karena banyak yang kena itu ekonomi juga enggak ada gunanya” ucapnya.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto