IslamToday ID –Penetapan ‘new normal’ untuk 102 kabupaten/kota dinilai janggal. Rujak Center for Urban menduga penetapan tersebut tanpa didahului kajian epdemiologi. Khususnya untuk tiga daerah seperti Tegal, Makasar, dan Palangakaraya.
Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja menuturkan, ketiga tersebut telah melakukan ‘praktek’ new normal, bahkan sejak sebelum menadapat penetapan pemerintah. Faktanya, muncul kasus baru sejak PSBB dihentikan dan pembukaan fasilitas umum mulai dibuka kembali.
Misalnya yang terjadi di Makasar. Pemerintah Kota Makasar mulanya menerapkan selama 28 hari. Tahap pertama berlangsung selama 14 hari pada 24 April-7 Mei, lalu berlanjut pada 8-21 Mei 2020. Kebijakan ini kemudian diakhiri pada 22 Mei 2020.
“PSBB jelas tidak dilanjutkan. Tapi kita sudah membuat perwali (peraturan wali kota) kembali tentang penerapan protokol kesehatan,” kata Pejabat Wali Kota Makassar Yusran Jusuf , Kamis (21/5) malam seperti dilansir antara
Padahal empat hari sebelum penghentian PSBB. Epidemiolog asal Universitas Hasanuddin Ridwan Amiruddin telah mengumumkan bahwa angka Rt di Makasar masih 2,56. Artinya setiap satu pasien masih bisa menularkan penyakit ke dua atau tiga orang lainnya.
Elisa mengatakan, setelah PSBB Makasar dihentikan kemudian terjadi tren peningkatan jumlah PDP selama satu pekan, terhitung sejak tanggal 22 Mei hingga 29 Mei 2020. Tercatat ada penambahan 103 PDP, sehingga total PDP saat itu mencapai 326 PDP. Pada rentang waktu tersebut juga ditemukan 84 pasien positif corona yang baru.
Hal serupa juga terjadi di Kota Tegal. Pemkot Tegal memutuskan untuk menghentikan PSBB pada 23 Mei 2020. Setelah keputusan itu keluar, dalam waktu satu pekan ada satu pasien PDP yang meninggal. Akibatanya jumlah PDP yang meninggal di Tegal menjadi 11 orang. Selain itu pasien positif Corona yang meninggal bertambah 3 orang menjadi 16 orang.
Menurut Elisa, penghentian PSBB di Kota Tegal sangat berbahaya, sebab jumlah penduduk lanjut usia di kota tersebut cuup tinggi. Rasio orang lanjut usia di Kota Tegal sebesar 10% pada tahun 2018. Padahal usia lanjut cukup rentan terineksi karena daya imunitasnya relati lebih lemah.
Terpisah, di Kota Palangkaraya, hanya dilakukan Pembatasan Sosial Kelurahan Harmonis (PSKH). Bahkan warga diizinkan mengadakan kegiatan yang mengumpulkan massa dalam jumlah besar, seperti khitanan dan pernikahan. Alhasil dalam waktu empat hari bertambah 14 pasien positif covid-19.
Selain tiga kota tersebut, Kota Malang, Cirebon dan Pekanbaru juga telah mengakhiri PSBB setelah lebaran. Elisa khawatir penghentian PSBB di tiga kota tersebut juga dilakukan tanpa kajian epidemiologi dan menyebabkan penyebaran Corona semakin meningkat. Padahal selama PSBB berlangsung ketiga kota ini banyak ditemukan kasus baru, terutama di pasar.
Narasi Pemerintah
Pelonggaran demi pelonggaran PSBB di tengah kasus corona yang masih terus bertambah, membuat pemerintah dituding lebih mementingkan kepentingan ekonomi daripada kesehatan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, membantahnya.
Menurut Sri Mulyani, menurutnya pemerintah mementingkan keduanya. Pemerintah berusaha menjaga keseimbangan di antara penyelamatan kesehatan masyrakat dan penyelamatan ekonomi.
Menkeu berujar bahwa pemerintah telah lebih dulu memprioritaskan kesehatan dengan cara merealokasikan anggaran untuk kepentingan penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan. Baik itu untuk para tenaga kesehatan maupun masyarakat. Bahkan itu dilakukan sejak bulan Maret. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah menambah jumlah laboratorium untuk pelaksanaan tes rapid test dan Polymerase Chain Reaction (PCR).
“Pandangan yang seolah-olah mendahulukan ekonomi, sehingga buru-buru dilakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah tidak benar. Mulai dari hanya satu laboratorium di bulan Maret, hingga kini telah berjumlah lebih dari 100 laboratorium untuk rapid test dan Polymerase Chain Reaction (PCR),” kata Menkeu Sri Mulyani (31/5/2020).
Menurut Sri Mulyani, penetapan daerah ‘new normal’ sudah sesuai dengan anjuran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Yakni dengan memperhatikan tingkat penularan dengan berdasarkan besaran angka reproduksi efektif (Rt) virus corona di suatu daerah. Jika angka Rt di bawah 1 selama 14 hari, maka daerah tersebut bisa menerapkan pelonggaran PSBB.
“Berdasarkan zonasi, terdapat sekitar 220 daerah yang masuk zona hijau, sehingga tidak mestinya diatur sebagaimana zona merah,” jelasnya.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arie Setiyanto