IslamToday ID –Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terjadi lagi. Indef memprediksi gelombang kedua PHK akan lebih besar dari sebelumnya. Sebab ‘nafas’ pengusaha telah habis dpada bulan Juni.
“Akan lebih besar. Sekarang sudah masuk fase gelombang kedua. Bukan cuma gelombang kedua virus, tapi gelombang kedua PHK khususnya di start up digital yang sangat riskan,” ungkap Peneliti INDEF, Bhima Yudhistira (23/6/2020).
Bedasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), per 27 Mei 2020 pekerja sektor formal yang dirumahkan mencapai 1.058.284 pekerja dan 380.221 di PHK. Selain itu tercatat 318.959 pekerja sektor informal dirumahkan dan di PHK. Berdasarklan data tersebut, total pekerja yang terdampak covid-19 jumlahnya 1.757.464 orang.
Pada 2 Juni lalu Kemenaker kembali merislis data terbaru. Jumlah pekerja terdampak covid-19 mencapai 3,05 juta orang. Jumlah tersebut dihitung sejak 3 Maret 2020. Jika situasi memburuk jumlah tersebut di prediksi akan naik menjadi 5,23 juta orang. Data tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan data versi KADIN yang mencapai 6-7juta orang.
Gelombang kedua PHK ini tercium dari PHK yang terjadi pada perusahaan aplikator transportasi. Gojek melakukan pemutusan hubungan kerja ( PHK) kepada 430 karyawan, atau 9 persen dari total karyawan.
Sebagian besar karyawan Gojek yang terdampak PHK berasal dari divisi terkait layanan GoLife dan GoFood Festival. Sebab, kedua layanan itu akan dihentikan pada 27 Juli 2020, setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan sejak awal pandemi Covid-19. PHK ini juga berdampak langsung bagi mitra merchant di GoFood Festival
Padahal gojek merupakan perusahaan besar yang berstatus decacorn dan bervaluasi US$10 miliar. Gojek telah beroperasi di 207 kota di empat negara, di Asia Tenggara. Dari jumlah tersebut 203 diantaranya berada di Indonesia. Selain itu Gojek juga telah mengumpulkan dana investor sebesar US$3,3 miliar.
Namun rupanya hantaman covid-19 yang menghentikan aktifitas ekonomi turut berdampak pada perusahaan besar itu.
Gelombang PHK kedua tidak terhindarkan lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi memburuk. Berdasarkan prediksi BPS pertumbuhan ekonomi di kuartal II berada pada -4,8 persen hingga -7 persen. Indonesia terancam resesi ekonomi jika pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali minus di kuartal ketiga.
Maka dari itu, menurut Bhima kondisi yang dialami Go-Jek merupakan gambaran kecil dari gelombang PHK massal yang akan terjadi pada gelombang kedua. Ia memprediksikan PHK gelombang kedua ini akan menyasar industri di perusahaan lainnya di Indonesia.
“Gelombang kedua PHK masal khususnya mengarah ke industri manufaktur. Masuk di gelombang kedua banyak industri manufaktur. Kemudian sektor perkebunan pertambangan bahkan perbankan,” jelas Bhima.
Menurut Bhima, jurus utama untuk menghentikan PHK ada pada pemerintah. Caranya dengan memprioritaskan sektor kesehatan di atas sektor apapun, termasuk ekonomi. Pemerintah harus menekan kurva positif Covid-19. Selain itu, memperbaiki kualitas stimulus yang diberikan.
“Jadi, pertama penanganan kesehatan dulu yang utama, kedua stimulus (harus diperbaiki) ini walau angka nominal ditambah tapi realisasi rendah,” ujar Bhima
.
Nafas Pengusaha Habis
Pada bulan April lalu, Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono mengatakan, ‘nafas’ pengusaha hanya bisa bertahan hingga tiga bulan. Arus cash flow perusahaa hanya sanggup bertahan hingga bulan Juni 2020.
Waktu itu ia menilai stimulus sebesar Rp 405,1 triliun.Jumlah tersebut dinilainya jauh dari kebutuhan. Bahkan KADIN menghitung besarnya stimulus di angka Rp 1600 triliun. Angka Kadin ini mirip dengan angka rata-rata stimulus negara lain yang berkisar di angka 10%dari PDB.
Saat ini pemerintah terus memperbesar nilai stimulus untuk pemulihan ekonomi. Pada 18 Mei 2020 Menkeu Sri Mulyani menyampaikan dana pemulihan ekonomi diperbesar jadi Rp 641,17 triliun. Tidak berselang lama pada 3 Juni 2020 ia menyampaikan bawah stimulus naik menjadi Rp667,2 triliun. Kemudian 16 Juni 2020 Sri Mulyani menaikan lagi stimulus menjadi Rp695,2 triliun.
Tidak berhenti disitu, pada 19 Juni 2020 Menkeu Sri Mulyani kembali menaikan dana pemulihan ekonomi jadi Rp 905,1 triliun.
Meskipun demikian stimulus yang dikucurkan pemerintah dinilai belum tetapt sasaran. Akibatnya tidak berdampak bagi pertumbuhan ekonomi.
“stimulus ini walau angka nominal ditambah tapi realisasi rendah. Bahkan UMKM belum 1% realisasi stimulusnya,” kata Bhima Yudhistira
Penulis: Kukuh Subekti