IslamToday ID —Presiden Jokowi meluapkan amarah kepada para menterinya dalam Sidang Kabinet Paripurna (18/6). Kemarahan presiden baru terungkap dalam tayangan video yang diunggah di channel YouTube milik Sekretariat Presiden pada Ahad (28/6). Anehnya video itu baru diunggah selang sepuluh hari pasca kejadian, entah apa motif di balik unggahan video dan marahnya presiden itu.
Presiden Jokowi dalam video tersebut memang secara berulang-ulang menyebut kata krisis. Ia meminta kepada para menteri untuk menyamakan ‘rasa’. Ia juga menegaskan jika di antara mereka ada yang berbeda maka hal tersebut dianggapnya sebagai sesuatu yang berbahaya.
“Jadi Tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita suasana adalah harus suasana krisis. Jangan kebijakan-kebijakan yang biasa saja menganggap ini sebuah kenormalan, apa-apaan ini,” kata Presiden Jokowi (18/6/2020).
Presiden Jokowi mengingatkan banyaknya laporan belanja kementerian yang masih biasa-biasa saja. Salah satunya masalah pemberian insentif Kesehatan kepada para dokter, dokter spesialis dan petugas medis. Menrutnya jumlah yang dicairkan baru berkisar 1,53% dari total Rp 75triliun. Ia juga menyebut uang yang semestinya beredar ke masyarakat ke-rem ke anggaran kesehatan tersebut.
“Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan penggunaan yang tepat sasaran sehingga men-trigger ekonomi.” pinta Presiden.
Membaca Kemarahan Presiden
Peneliti Politik, Made Supriatma mengemukakan berpandapat, kemurkaan dan kemarahan seorang pejabat di depan umum merupakat alat politik yang ampuh. Misalnya, berbagai kemarahan ahok saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
“Dalam periode 2,5 tahun pemerintahannya, Ahok menjadikan marah-marah di depan umum sebagai salah satu kekuatannya. Saya ingat seorang kawan saya di luar negeri bisa berjam-jam mendiskusikan Ahok setelah sang gubernur yang marah-marah di depan anggota-anggota DPRD atau memarahi pegawai-pegawai DKI,” kata Made Supriatma (29/6/2020) tulis Supriatma dikutip dari tirto.id (29/6).
Ia menambahkan, kemarahan Ahok di depan umum lebih mirip sebuah seni pertunjukan, disebar luaskan ke masyarakat melalui berbagai media. Pertunjukan yang dimainkan Ahok semakin meyakinkan ketika yang menjadi sasaran marahnya Ahok ialah para anggota DPRD dan para birokrat. Sebab, kedua elemen tersebut dalam persepsi masyarakat umum merupakan public enemy numero uno.
Sementara itu kemarahan Presiden Jokowi dengan menggaungkan kata-kata krisis secara berulang-ulang dengan mengatakan “sense of crises” dan “extraordinary times” dapat dimaknai beragam.
Menurut Made Supriatma, bagi para pendukung setia Jokowi, kemarahan presiden menunjukan bahwa presiden tersandera oleh kepentingan-kepentingan besar yang tidak bisa dia kontrol. Jokowi dianggap orang baik. akan tetapi, dia selalu diganggu oleh partai-partai dan para pembencinya.
“seperti Ahok dan politisi-politisi yang menunjukkan kemarahan teatrikal lain, Jokowi dipandang sebagai hero yang men-smackdown para politisi busuk dan inkompeten,” tutur Made Supriatma.
Para pejabat yang menjadi sasaran marah Presiden Jokowi ialah orang-orangnya yang terpilih. Presiden Jokowi sendiri yang dulu melakukan aksi ‘tawar-menawar’ kursi kabinet kepada mereka yang kini dianggapnya tidak lagi kompeten.
Namun Made Supriatma, marah-marahnya Presiden Jokowi bukanlah poin utama. Poin terpentingnya ialah situasi krisis selama pandemi Covid-19. Krisis yang terjadi menyebabkan banyak agenda Presiden Jokowi menjadi terhenti. Tidak ada lagi dana yang bisa digunakannya untuk pembangunan infrastruktur.
Hati-hati
Belum cairnya dana insentif kesehatan menjadi salah satu poin yang di soroti Presiden Jokowi. Menkeu Sri Mulyani menyebutkan bahwa kini uang insentif 1,53% yang disebut Presiden Jokowi dalam video yang beredar adalah jumlah pada awal bulan lalu. Ia menuturkan saat ini jumlahnya telah mengalami kenaikan menjadi 4,68%.
Dilansir dari CNBCIndonesia.com pada (30/6) DPR mempertanyakan juga apakah negara tidak memiliki uang, hingga penyaluran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terutama di bidang Kesehatan menjadi sangat minim.
Sri Mulyani mengklaim bahwa anggaran telah ada hanya saja kementerian dan lembaga sangat berhati-hati dalam melakukan penyaluran anggaran.
“Alasan nggak punya uang itu enggak. Sudah di-secure. Masing-masing lembaga merasa mereka harus akuntabel dan hati-hati. Mereka (K/L) harus press berkali-kali (anggarannya), karena like it or not, everybody merasa khawatir banget,” tutur Sri Mulyani (29/6/2020).
Sri mulyani beralasan, lambannya penyaluran bantuan untuk penanganan masyarakat hingga penanganan krisis disebabkan oleh prinsip kehati-hatian yang juga diinginkan presiden. Ia menegaskan bahwa tidak ada dana yang digunakan untuk kepentingan lain sehingga menyebabkan penyaluran masih minim. Menurutnya semua pihak di Kemenkeu telah bekerja secara jujur.
“Presiden ingin krisis lakukan langkah-langkah beyond, agar tidak jadi masalah akuntabilitas, itu trade off-nya. Maka apa aturan, apa yang bisa distrech pokok nya kita lakukan, tidak ada dana kepentingan kalau masalah penempatan dan paling tidak saya jamin tingkat saya dan Dirjen tidak ada kepentingan,” jelas Menkeu Sri Mulyani.
Penulis: Kukuh Subekti