IslamToday ID – — Menteri Koordinator Bidang Pokitik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD baru-baru ini turut menyentil perihal pandangan yang menilai korupsi yang dianggap bagian budaya bangsa.
Mahfud menilai tidak mungkin korupsi dianggap sebagai budaya Indonesia. Menurutnya, budaya merupakan produk akal budi, baik hasil daya cipta, rasa, dan karsa manusia yang baik.
“Budaya merupakan produk akal budi manusia yang baik sehingga tidak mungkin korupsi dianggap sebagai budaya Indonesia,” ujar Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/7).
Hal tersebut disampaikannya dalam Sarasehan Online bertema Pancasila Jati Diri Bangsa, yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar UGM pada Jumat (3/7).
Pada kesempatan itu, Mahfud MD juga menyebutkan, bangsa selama ini mengklaim, budaya Indonesia adalah budaya adiluhung, budaya yang hebat, dan berperadaban tinggi.
“Maka itu korupsi tidak bisa disebut budaya melainkan harus dipandang sebagai kejahatan yang jika berkembang di dalam masyarakat harus diluruskan melalui politik kebudayaan dan politik hukum,” cetusnya.
Mahfud menjelaskan, kebiasaan yang buruk seperti perilaku koruptif tidak boleh dianggap sebagai budaya. Sebab, jika itu dianggap budaya, maka berarti kita tunduk dan pasrah alias bersikap fatalistik terhadap kenyataan. Padahal kebudayaan itu bersifat dinamis, bisa diarahkan atau direvitalisasi melalui politik kebudayaan.
“Kita bisa mencatat, ketika dunia politik didominasi oleh para negarawan dan politisi yang bersih maka negara kita relatif bersih dari korupsi,” tandanya, dikutip dari Republika.
Bahkan, Mahfud MD turut menyoroti soal kaderisasi politik. Ia menilai dalam tahap penjaringan hingga perekrutan kader, Partai perlu lebih tegas dan berprinsip bersih.
Ia pun memberi contoh situasi pada awal kemerdekaan Indonesia pada 1950-an, dimana pada masa itu, dunia politik diisi oleh sejumlah tokoh yang berkomitmen untuk tidak berperilaku koruptif dalam bernegara.
“Ketika perekrutan politik berhasil menjaring orang-orang yang bersih dan tegas, maka korupsi bisa diminimalisir, seperti yang terjadi pada awal-awal kemerdekaan sampai akhir 1950-an dan pada periode-periode lain saat institusi-institusi negara dikendalikan dengan politik bersih,” pungkas Mahfud MD.[IZ]