IslamToday ID – Gugatan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) N0 5/2019 soal penetapan pemenang pilpres 2019, dimenangkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandi.
Sebelumnya pada 13 Mei 2019, Rahmawati Soekarnoputeri yang saat itu menjadi Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi dan enam pemohon lainnya, menggugat Pasal 3 ayat (7) PKPU No. 5/2019. Aturan tersebut menyatakan, KPU menetapkan paslon yang memperoleh suara terbanyak sebagai paslon terpilih, apabila hanya terdapat paslon dalam pilpres.
Menurut Rachmawati pasal 3 ayat 7 PKPU Nomor 5/2019 cacat hukum. Ketentuan tersebut dinilai berada di luar kewenangan KPU selaku penyelenggara pemilu. Pasal tersebut dinilai tidak memiliki sandaran hukum, baik UUD 1945 dan UU Pemilu.
Rahmawati juga menduga terjadi kecurangan penghitungan suara pada pemilu 2019, secara terstruktur, sistematis, dan masif. Berdasarkan hasil Pilpres 2019, Joko Widodo yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin saat itu berhasil meraup kemenangan 55,5 persen setelah menang di 21 provinsi. Sementara Prabowo-Sandi menang di 13 provinsi.
Pada 28 Oktober 2019 perkara ini akhirnya diputus Mahkamah Agung (MA) . Namun salinan putusannya baru diunggah di situs MA pada 3 Juli lalu. Perkara ini diputus oleh Ketua Majelis Hakim Supandi dengan anggota majelis Irfan Fachruddin dan Is Sudaryono. MA memenangkan gugatan Rahmawati dan membatalkan PKPU No. 5/2019 Tahun 2019.
“Menerima dan mengabulkan permohonan uji materiil/keberatan yang diajukan para pemohon untuk seluruhnya,” seperti dikutip dari salinan di situs Direktori Putusan MA, Selasa (7/7).
MA menyatakan bahwa PKPU tersebut bertentangan dengan Pasal 416 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu menyatakan bahwa paslon terpilih ialah paslon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres, dengan sedikitnya 20 persen suara di tiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Berdasarkan hirarki perundang-undangan, PKPU tersebut dinilai MA telah melampaui UU Pemilu yang sifatnya lebih tinggi. PKPU tersebut melanggar asas keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.
“ketentuan Pasal 3 ayat (7) PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” katanya.
Penulis: Arief Setiyanto