IslamToday ID — Undang-undang No.2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 atau digugat kepala desa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Undang-undang ini sebelumnya merupakan Perppu No. 1 /2020 yang diterbikan Presiden Jokowi.
Dua kepala desa dari Kabupaten Ngawi, Jawa Timur menggugat pasal 28 Ayat 8 UU No. 2/2020. Pasal tersebut dinilai menyebabkan ketidakpastian hukum dana desa. Padahal dana desa sangat dibutuhkan oleh warga untuk keperluan pembangunan infrastruktur. Muhammad Sholeh selaku kuasa hukum dari dua kepala desa, yakni Triono dan Suyanto menjelaskan bahwa Pasal 28 ayat 8 UU No.2/2020 telah meniadakan dana desa.
“Ketika Pasal 28 Ayat (8) ini berlaku, menurut pemohon, dana desa yang diatur di dalam Pasal 72 Ayat (2) UU No. 6/2014 menjadi tidak berlaku,” kata Sholleh, dikutip dari CNNIndonesia.com (7/7/2020).
Lanjut Sholeh, kedua pemohon merasa keberatan dengan kemungkinan dihapusnya dana desa. Jika alasan pemerintah menghapus dana desa hanya karena ketiadaan uang, itu dinilai tidak adil. Pasalnya, di sisi lain pemerintah memberikan alokasi anggaran yang sangat besar kepada BUMN yang mencapai Rp 149 triliun.
Pemohon menduga telah terjadi kekeliruan dengan pencantuman pasal 28 ayat 8 UU No.2/2020, lantaran pembuatan UU tersebut tergesa-gesa. Oleh karena itu pemohon berharap agar MK menggugurkan Pasal 28 Ayat 8 UU No. 2/2020, serta menyatakannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Namun pihak MK yang diwakili oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan bahwa gugatan tersebut belum kuat. Sebab kedudukan hukum seorang kepala desa dianggap belum benar-benar mewakili kepentingan seluruh warga desa.
“Tugas Pak Sholeh nanti bagaimana menelisik unsur yang ada di desa itu,” ujar Suhartoyo.
Rentetan Gugatan
UU No.2/2020 cukup sering menjadi objek gugatan. Sebelumnya saat masih berwujud Perppu No.1/2020 aturan ini digugat Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) pada 13 April lalu. Din Syamsuddin, dan Amien Rais juga turut menggugat perppu itu. Kemudian pada 28 April lalu Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan dan aktivis Damai Hari Lubis turut menggugat perppu tersebut
Setelah disahkan sebagai UU No.2/2020 Amien Rais, Din Syamsuddin dan Abdullah Hemahua mengajukan gugatan terhadap UU yang mengatur tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 tersebut. Ketiga tokoh itu mengajukan gugatan bersama-sama dengan 61 pemohon yang lain, termasuk PP Persis dan KAMMI pada 1 Juli 2020 kemarin.
Sebelumnya gugatan terhadap Perppu No.1/2020 di tolak oleh MK, lantaran para pemohon kehilangan objek gugatan. Sebab Perrpu No.1/2020 telah berubah menjadi UU No.2/2020. Hingga 4 Juli lalu MK tengah meneirma 8 gugatan UU Corona.
Sementara itu, aktivis Damai Hari Lubis mengajukan gugatan terhadap UU No.2/2020 setelah pihaknya lebih dulu menarik gugatannya terhadap Perppu No.1/2020. Ia menggugat Pasal 27 ayat 1,2 dan 3 UU No.2/2020.
Kuasa Hukum Damai, Arvid Martdwisaktyo, mengatakan, pasal 27 UU No. 2/2020menyebabkan hilangnya prinsip transparansi dan pertanggungjawaban pejabat dalam pengelolaan APBN. Pasal tersebut menimbulkan kerawanan dalam penggunaan penggunaan dana penanggulangan Covid-19, dan bisa menyebabkan tindakkan korup.
“Terlebih lagi jika terjadi demikian penyelenggara negara/pejabat yang melakukan perbuatan tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum, karena Pasal 27 Ayat (1), (2), (3) intinya menentukan perbuatan tersebut bukan merupakan kerugian negara dan tidak dapat dituntut secara pidana, digugat secara perdata, dan tata usaha negara,” jelasnya seperti dilaporkan kompas.com (7/7/2020).
Penulis: Kukuh Subekti