IslamToday ID —Ketua Komite Pengarah Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK), Din Syamsuddin menilai pemerintah dan DPR telah menyimpang dari konstitusi.
Menurut Din, pemerintah dan DPR telah meyeleweng serta melakukan pembangkangan terhadap pasal 23 UUD 1945. Eksekutif dan legislatif telah dengan sengaja melanggar meknisme perancangan APBN. Pelanggran konstitusi itu terlihat dari munculnya UU No.2/2020 tentang Penetapan Perppu 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional..
Menurut Din, keberadaan UU No.2/ 2020 merupakan kejahatan yang luar biasa bagi negara, bangsa dan juga rakyat. Bahkan UU tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi di mana rakyat memiliki kedaulatan atas budgeting atau anggaran yang diwakilkan kepada DPR.
“Inilah yang kemudian membawa saya kepada satu kesimpulan bahwa UU No 2 Tahun 2020 adalah extra ordinary crime” tegas Din dalam webinar KMPK dengan tema “UU Korona No. 2/2020: DPR Lumpuh dan Dilumpuhkan Tanpa Hak Budget, (24/7/2020).
Din menjelaskan, hak budgeting yang ada pada DPR hakikatnya merupakan jaminan bahwa kesejahteraan dan keadilan sosial bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu APBN yang di susun harus didiskusikan dengan DPR. Ironisnya, hak tersebut kini diabaikan. Dengan munculnya UU No 2/2020 DPR hanya usulan pemerintah.
Din beserta seluruh anggota KMPK telah mengajukan gugatan terhadap UU No.2/2020 yang disahkan oleh DPR pada 18 Mei 2020 lalu. Gugatan diajukan 1 Juli 2020 lalu ke Mahkamah Konstitusi. Din mengingatkan agar hakim MK mampu bersikap adil.
“Saya masih menyisakan optimisme dengan terus-menerus mengingatkan hakim MK yang mulia bahwa masih ada hakim yang tertinggi, ahkamul hakimin, yakinilah Allah Maha Adil, Allah akan mengganjari hambanya yang tidak menegakkan keadilan,” kata Din dalam forum Webinar KMPK tersebut.
Sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini menegaskan, keadilan merupakan persoalan yang sangat penting. Olah sebab itu setiap Jum’at khotib mengingatkan untuk menjaga keadilan dan kebaikan. Din mengingatkan, para hakim hendaknya juga menjaga keadilan, sebab para hakim harus mempertanggungjawabkan keputusannya kepada Allah.
“Tidak hanya di hadapan rakyat tetapi di hadapan Yang Maha Kuasa dan Maha Adil. Maka keputusan Allah kalau tidak di dunia yang pasti di akhirat,” jelas Din.
Pernyataan Din mengundang tangapan Ekonom Senior Rizal Ramli. Menurut RR, kritik pedas Din bahwa pemerintah telah melanggar konstitusi memang benar. RR menambahkan, pemerintah telah dengan sengaja mengambil hak konstitusional DPR dalam hal fungsi budgeting yang dilindungi oleh UUD 1945. Bahkan perampasan hak konstitusional DPR itu berlaku hingga 2022 mendatang.
“Pak Din Keras. Tapi ada benarnya: hak konstitutional DPR yg dilindungi UUD ‘diambil-alih 3 tahun’ oleh pemerintah,” tulis RR dalam twitternya pada (26/7/2020).
RR juga menyatakan bahwa keberadaan UU No.2/2020 juga telah menjadi alat pelindung bagi para pejabat di sektor keuangan. Menurut RR, keberadaan Indonesia sebagai negara hukum patut untuk dipertanyakan. Pasalnya, pemberian hak imunitas bagi para pejabat menjadikan Indonesia bukan lagi negara hukum.
“Ada hak immunitas untuk pejabat-pejabat, Indonesia bukan lagi negara hukum karena jika jika negara hukum, semua pihak punya hak yg sama dimata hukum. Ambyaar,” tutur RR.
Kebijakan Berbahaya
Mantan Ketua Komisi V DPR RI periode 2004-2009, Akhmad Muqowam pada (2/7) menyebut UU No 2/2020 bertentangan dengan UU Desa. UU tersebut membuat dana desa digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk Penanganan Penanggulangan wabah virus Corona (Covid-19), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Padat Karya.
Aqwam menilai Pemerintah Pusat telah melakukan pelanggaran subsidaritas terhadap Pasal 72 UU Desa. Dana Desa seharusnya digunakan untuk keperluan pembiayaan atas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan.
“Ini sendi yang sangat membahayakan bagi peran masyarakat, demokrasi, kemerdekaan (kemandirian) desa dalam mensejahterakan masyarakat, dan tentu juga membahayakan masa depan desa dan masyarakatnya,” kata Aqwam selaku mantan Ketua Pansus UU Desa (2/7/2020).
Menurutnya, ada kejanggalan dalam pasal 28 ayat 2 UU No.2/2020. Pasal tersebut berbunyi “Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya UU No: 6/20l4 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini.”
Aqwam sepakat bunyi kata “tidak berlaku pasal 72 ayat (2)”. Menurutnya dari aspek legislatif, hubungan antara ‘dinyatakan tidak berlaku’ dengan kata ‘sepanjang dan seterusnya tidak dalam substansi hukum yang seimbang. Ia bahkan menduga hal ini sebagai jebakan
“Mungkin saja sengaja untuk menjadikannya sebagai jebakan batmat, yang menghadapkan Presiden dengan rakyatnya yang sebagian besar bermukim di desa, wallahu a’lam,” ucap Aqwam.
Penulis: Kukuh subekti