IslamToday ID –Mahasiswa Unes melaporkan Mendikbud Nadiem Makarim ke Komnas. Laporan tersebut merupakan buntut dari kebijakan Nadiem yang tetap membiarkan kampus memungut Uang Kuliah Tunggal (UKT) dari mahasiswa. Mahasiswa menilai Nadiem tidak memiliki kepekaan sosial ditengah perekonomian masyarakat yang terpukul akibat pandemi Covid-19.
“Mahasiswa menilai telah terjadi dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim,” kata mahasiswa UNES, Franscollyn (3/8/2020).
Frans mengungkapkan, pada (22/7) ia dan kawan-kawannya telah menggugat Permendikbud No. 25/2020 ke Mahkamah Agung (MA). tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Permendikbud yang ditetapakan pada 18 Juni 2020 lalu ini mengatur pungutan UKT. Pertama, UKT dapat disesuaikan untuk mahasiswa yang keluarganya mengalami kendala finansial akibat pandemi Covid-19.
Kedua, mahasiswa tidak wajib membayar UKT jika sedang cuti kuliah atau tidak mengambil satuan kredit semester (SKS) sama sekali (misalnya: menunggu kelulusan).
Ketiga, pemimpin perguruan tinggi dapat memberikan keringanan UKT dan/atau memberlakukan UKT baru terhadap mahasiswa. Keempat, mahasiswa di masa akhir kuliah membayar paling tinggi 50 persen UKT jika mengambil kurang dari 6 SKS. Mereka adalah, para mahasiswa semester 9 bagi mahasiswa program S1 dan D4. Serta mahasiswa semester 7 bagi mahasiswa program D3.
Nadiem merasa peraturan tersebut merupakan bentuk komitmennya terhadap layanan pendidikan. Nadiem membuat peraturan tersebut agar mahasiwa tetap mendapatkan haknya.
“Kami terus berkomitmen menghadirkan akses pada layanan pendidikan. Beberapa penyesuaian kebijakan dilakukan untuk mendukung mahasiswa dan satuan pendidikan agar tetap memperoleh hak dan menjalankan layanan pendidikan secara optimal,” kata Nadiem (19/6/2020).
Namun menurut Franscollyn, kebijakan tersebut menunjukan ketidak pedulian Nadiem, pasalnya mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus sama sekali, lantaran selama pandemi kegiatan perkuliahan berlangsung secara online.
“Jika situasinya pandemi dan perkuliahan dilakukan secara daring maka ada pembiayaan langsung dari Perguruan Tinggi seperti fasilitas air, penggunaan fasilitas gedung, fasilitas wifi dan sebagainya,” ucap Franscollyn.
LBH Jakarta menilai Permendikbud No.25/2020 tidak menyelesaikan persoalan UKT. Permendikbud tersebut hanyalah sekedar peraturan biasa terkait UKT. Keberadaan Permendikbud belum menjadi payung hukum yang mampu menjawab persoalan UKT di perguruan tinggi di tengah situasi pandemi.
“Hal tersebut bisa kita lihat dengan jelas karena tidak ada satupun bagian dari Permendikbud 25/2020 tersebut yang menyebutkan soal wabah, kedaruratan kesehatan masyarakat, atau kondisi perekonomian masyarakat akibat wabah. Satu-satunya pasal yang paling mendekati tentang beban UKT adalah Pasal 9 ayat 4 tanpa menjelaskan secara detail prosesnya”, ungkap Pengacara LBH Jakarta Ayu Eza Tiara (3/7/2020).
Menurutnya penjelasan terkait UKT dalam Permendikbud tersebut sangat minim. Terbukti, hanya ada dalam Pasal 9 ayat 4. Adapun bunyi aturan tersebut ialah “dalam hal mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa mengalami penurunan kemampuan ekonomi, antara lain dikarenakan bencana alam dan/atau non-alam, mahasiswa dapat mengajukan pembebasan sementara UKT, pengurangan UKT, perubahan kelompok UKT atau pembayaran UKT secara mengangsur.”
Ayu mengingatkan, di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu seharusnya Nadiem dan para pimpinan perguruan tinggi memberikan keringanan UKT. Terlebih berdasarkan data BPS maupun survei lembaga swasta, seluruh perekonomian masyarakat terdampak oleh pandemi Corona.
“Menteri Pendidikan Nasional dan seluruh kampus di penjuru negeri untuk memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berkeadilan,” ucap Ayu.
Selain dilaporkan lantaran persolan UKT, Nadiem juga dilaporkan atas pembiaran terhadap tindak represif kampus terhadap mahasiswa. Banyak kampus yang dengan mudah menjatuhkan sanksi drop out dan skorsing setelah mahasiswa yang bersangkutan menuntut keringanan biaya UKT di tengah pandemi.
Penulis: Kukuh Subekti