IslamToday ID – Sejumlah pihak meragukan kerjasama produksi vaksin covid-19 antara PT Biofarma dengan Sinovac, perusahaan bio teknologi asal China. Indonesia diuga hanya menjadi ‘kelinci percobaan’ vaksin negara asing.
Kekhawatiran itu diungkapkan oleh seorang wartawan, Monique Rijkers. Monique dalam sebuah artikel di dw.com (31/7). ia mengungkapkan bahwa, di situs resmi sinovac tidak ditampilkan pernyataan kerjasama perusahaan tersebut dengan Indonesia. Ia hanya menemukan informasi kerjasama ujicoba vaksin dari pihak Indonesia. Dalam hal ini Biofarma dan Universitas Padjajaran.
“Dari tiga rilis pers yang dikeluarkan oleh Sinovac, saya tidak menemukan informasi kerja sama uji coba vaksin dengan Indonesia. Saya pun tidak menemukan adanya informasi kerja sama produksi vaksin antara Bio Farma dengan Sinovac, tepatnya tidak disebutkan oleh Sinovac dalam situs resminya,” tutur Monique (31/7/2020).
Menurut, Monique ketiadaan informasi produksi vaksin ini perlu dijelaskan. Ia lantas membandingkan perihal jumlah relawan Indonesia dan Brasil. Mereka yang terlibat pada uji klinis di Brasil mencapai 9000 orang, sementara di Indonesia hanya 1.620 orang.
“Apakah karena jumlah yang kalah jauh dari Brasil sehingga uji coba vaksin di Indonesia tidak dianggap perlu diinfokan dalam situs resmi Sinovac?” ucapnya.
Kondisi ini juga mendapat sorotan Kepala Lembaga Eijkman , Prof. Amin Soebandrio. Amin Soebandrio menolak percobaan vaksin Sinovac di Indonesia. Ia mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk yang besar dan multietnik yang menarik bagi para pembuat vaksin. Sebab, darah penduduk Indonesia juga beragam mulai dari mongoloid, eropa, hingga negroid.
“Indonesia komplet sebagai laboratorium (percobaan). Mereka sangat mengharapkan dapat jatah dari Indonesia. Karena, kalau di Indonesia sukses, mereka bisa lebih mudah memasarkan di berbagai negara,” kata Amin (15/7/2020).
Amin juga pernah menyampaikan, jika banyaknya produsen vaksin yang ingin menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk ujicoba vaksin. Mereka ingin menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi vaksin produksinya. Ia khawatir mereka hanya ingin menjadikan Indonesia sebagai tempat uji klinik tanpa melibatkan Indonesia dalam pengembangan vaksin.
“Jangan sampai kita hanya dijadikan pasar. Artinya vaksin sudah jadi, kita disuruh beli, suruh pakai. Padahal efikasinya (kemanjurannya) belum teruji… Jadi kalau ada produsen vaksin yang memiliki teknologi lebih advanced sebaiknya kita juga dibagi. Tidak hanya sebagai objek aja,” dikutip dari channel youtube voaindonesia (29/7/2020).
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan uji coba klinis vaksin covid-19 hasil kerjasama PT Bio Farma dengan Sinovac telah memasuki tahap ketiga. Anehnya, Menteri BUMN Erick Thohir enggan menjadi relawan untuk uji coba klinis. Menurut Erick lebih baik rakyatnya dahulu yang disuntik, baru kemudian para menteri atau pejabat.
” Masa kita duluan disuntik. Bukan berarti enggak berani, kalau rakyatnya udah disuntik baru kita,” kata Erick Jum’at (7/8/2020) dikutip dari akurat.co
Hingga akhir Agustus, Bio Farma mencari 1.620 relawan yang bersedia disuntik dengan Vaksin Sinovac. Jika berhasil, Bio Farma akan memproduksinya secara berkala. Erick Thohir juga meyakinkan masyarakat jika calon vaksin-19 aman. Sebab pada uji coba klinis tahap pertama dan kedua tidak ada permasalahan saat diujicobakan ke manusia.
Jika uji coba ketiga kembali berhasil, Erick Thohir menargetkan tahun depan pemerintah dapat memvaksinasi 160 juta-190 juta penduduk Indonesia dengan vaksin Covid-19, baik vaksin dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun vaksin swasta seperti Kalbe Farma.
Kata Erick, pemerintah, menargetkan vaksinasi akan dimulai pada Januari-Februari 2020 dengan target sebanyak 30 juta-40 juta vaksin. Pertimbangan ini mengingat kemampuan imunisasi di Inedosia hanya bisa mencapai 40 juta orang per tahun.
Anggaran vaksinasi covid-19 membutuhkan dana yang sangat besar. Kata Erick, setiap orang membutuhkan dua dosis vaksin covid-19. jika harga vaksin di asumsikan US$ 15/dosis maka kebutuhan dananya vaksinasi seluruh Indonesia akan mencapai US$ 4,5 miliar atau setara Rp 65,70 triliun. Jumlah tersebut dengan asumsi kurs Rp 14.600/US$)
“Kalau harganya US$ 15 dolar per vaksin jadi berapa, anggap 300 juta kali US$ 15 udah US$ 4,5 miliar kebutuhan dananya,” kata Erick, Jumat (7/8/2020) seperti dikutip dari CNBC Indonesia
Jumlah tersebut belum termasuk kebutuhan alat suntik dan biaya tenaga medis serta pembayaran vaksin kepada Sinovac pemilik hak paten, dari vaksin tersebut. Namun Erick mentakan, bahwa pemerintah sudah melakukan pembahasan anggaran untuk vaksinasi.
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto