IslamToday ID – Pembukaan sekolah ditengah pandemic covid-19 menimbulkan klaster baru. Atas kebijakan tersebut, Mendikbud Nadiem Makarim dinilai kehilangan sense of crisis.
Berdasarkan laporan dari Laporcovid19 pembukaan sekolah kembali dengan pembelajaran tatap muka telah menimbulkan kluster baru. Inisiator laporcovid19, Irma Hidayana mengkritik kebijakan Nadiem yang tetap membuka sekolah di tengah pandemi. Menurutnya pembukaan sekolah yang berlandaskan zonasi kasus Covid-19 dianggapnya tidak tepat, sebab belum tentu daerah tersebut aman dari Covid-19. Sebab ia menilai pemerintah belum bisa memberikan deteksi yang tepat untuk setiap wilayah di Indonesia.
“Pemerintah belum mampu mendeteksi semua kasus di seluruh kota/kabupaten. Sehingga zonasi tersebut rentan kesalahan” jelas Irma (12/8/2020).
Irma menilai tidak mampu memberikan keputusan, yang terbaik bagi anak-anak bangsa. Ia hanya mendasarkan pembukaan kembali sekolah karena pertimbangan sulitnya akses internet. Namun akhirnya kebijakan membuat anak-anak menjadi korban. Ia menilai Nadiem telah kehilangan Sense of Crisis
“Salah satu alasan Mas Menteri (Nadiem) membuka sekolah kalau enggak salah, karena nggak semua anak punya akses ke internet, anak mulai jenuh dan orang tua harus kembali bekerja. Alasan-alasan ini menunjukkan bahwa Mas Menteri tidak memiliki sense of crisis terhadap perlindungan kesehatan dan nyawa anak sekolah,” tegas Irma.
Adapun rincian tujuh kluster disebutkan oleh Laporcovid19 melalui akun Twitternya @Laporcovid19, pertama, kluster sekolah Tulungagung seorang siswa (9th) warga Pagerwojo tertular dari ayahnya yang reaktif. Telah menulari 5 siswa dan 2 guru. Kedua, Kluster Sekolah Lumajang seorang guru SD dalam program Guru Sambang sejak 28 Juli 2020. Dinyatakan positif Covid-19 pada 10 Agustus 2020.
Ketiga, Kluster Sekolah di Kalimantan Barat yang menyebabkan 14 siswa dan seorang guru terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka berasal dari SMA 1 Ketapang, SMA 1 Ngabang, SMA 1 Pontianak, SMPN 1 Pontianak, SMAN 2 Pontianak, SMAN 3 Pontianak. Keempat Kluster di Kota Tegal, seorang siswa SD di Kecamatan Pangkah tertular Covid-19 oleh sang kakek yang potensial menularkan ke guru dan teman sekelasnya.
Kelima, Kluster Sekolah di Cilegon seorang siswa di SMP N 7 Cilegon positif Covid-19 dimasa uji coba KBM di Cilegon pada 3 Agustus 2020, lalu pemerintah Cilegon membatalkannya pada 5 Agustus 2020. Keenam Kluster Sekolah di Sumedang seorang pelajar (6th) warga kecamatan Situraja dan pelajar (9th) kecamatan Sumedang Utara. Tertular oleh pedagang pasar Situraja saat perjalanan ke/sekolah.
Ketujuh ialah Kluster Sekolah di Pati. Kasus ini menimpa 26 santri pondok pesantren di Kajen, Margoyoso, Pati. Dan dinyatakan positif, akibatnya pondok langsung menerapkan lockdown.
Alasan Nadiem
Kesenjangan infrastruktur pendidikan menjadi salah satu alasan Nadiem membuka kembali sekolah di zona kuning dan hijau. Selain itu, menurut Nadiem ada 88 persen daerah di zona kuning dan hijau ternyata merupakan daerah 3T ( Terdepan, Tertinggal, Terpencil) berada di zona kuning dan hijau. Akibatnya, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di daerah tersebut kerap terkendala oleh masalah teknis.
“Jadi daerah yang paling sulit melaksanakan PJJ karena isu sinyal, kemampuan membeli data, suka mati listrik, baik juga kompetensi dari guru-guru di daerah tersebut semuanya mempersulit untuk melaksanakan PJJ secara efektif,” kata Nadiem (11/8/2020).
Nadiem juga mengakui jika pelaksanaan PJJ selama pandemi ini telah membuat kesenjangan pendidikan di daerah menjadi semakin lebar. Sebagai solusi pelaksanaan PJJ, ia pun membolehkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung. Meskipun demikian khusus untuk zona kuning Nadiem mengembalikan keputusan kepada orang tua siswa, apakah mengizinkan atau tidak.
“Kalau orang tua tidak memperkenankan itu adalah prerogatif dan haknya orang tua,” jelasnya.
Penulis: Kukuh Subekti