IslamToday ID — UU No.3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang disahkan 12 Mei 2020 kemarin membuat gaduh. Pasalnya, pemerintah tergesa-gesa memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk PT Arutmin Indonesia, di tengah uji formil atas UU tersebut.
Langkah tersebjut langsung menuai kritik Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). JATAM menilai keputusan pemerintah tersebut nantinya justru berpotensi melanggar hukum dan merugikan negara.
“Artinya pemerintah tidak boleh tergesa-gesa memberi izin. Kalau ada hasil yang memenangkan penggugat bisa merugikan pemerintah,” kata Koordinator JATAM Merah Johansyah (28/8/2020).
Merah, mengungkapkan rencana Menteri ESDM Arifin Tasrif ini bertentangan dengan Surat Edaran Kementerian ESDM Nomor 742/30.01/DJB/2020. Dalam surat tersebut pihak kementerian mengingatkan kepada seluruh kepala daerah untuk tidak menerbitkan izin baru pertambangan Minerba sebelum aturan turunan terbit. Akibatnya pemerintah dinilai tidak adil terhadap perusahaan tambang daerah yang tidak memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Ia juga menilai ketidakterbukaan pihak kementerian terhadap evaluasi kinerja pertambangan justru hanya akan merugikan publik. Dalam catatan JATAM, PT Arutmin Indonesia memiliki 180 lubang tambang.
Selain itu, sejumlah kasus membelit perusahaan tersebut. Dua karyawannya meninggal akibat longsor di area pertambangan pada 31 Desember 2018. Sebelum itu, di tahun 2010-2013 perusahaan ini diduga menunggak dana hasil produksi batubara (DPHB) senilai Rp129 miliar yang seharusnya disetorkan ke kas negara.
“Jadi kalau dilakukan evaluasi jangan menggiring opsinya hanya perpanjangan. Tanyakan ke publik, buka partisipasi publik seluas-luasnya. Karena opsi kan ada perpanjangan, tidak diperpanjang, atau ditutup,” tutur Merah.
Rencana pemberian IUPK oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini mengemuka setelah Menteri Arifin Tasrif menyampaikannya pada Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR pada (27/8). Saat itu ia menyebutkan bahwa ada satu perusahaan yang IUPKnya akan segera habis. Yang menurutnya pihak kementerian tengah melakukan evaluasi .
“IUPK baru ini belum ada. Mungkin tahun ini ada satu yang memang dalam proses. Kita sedang melakukan klarifikasi, meskipun masih ada proses di dalam MK,” ungkap Arifin.
Menurut Arifin, pemberian izin tersebut sebagai jaminan keberlangsungan usaha dari perusahaan tersebut di tengah-tengah proses uji formil UU No.3/2020. Menurutnya kebijakan tersebut akan berimbas terhadap penerimaan negara jika tidak cepat-cepat maka negara akan kehilangan pendapatannnya.
“Meskipun masih ada proses di dalam MK tapi kami juga meng-consider bahwa kelangsungan usaha bisa menjadi pertimbangan utama. Karena kalau tidak, negara akan kehilangan pendapatannya,” sebut Arifin.
Dikutip dari cnnindonesia (27/8) ada tujuh perusahaan batu bara yang akan habis masa kontraknya hingga 2025 mendatang. Ketujuh perusahaan itu adalah PT Arutmin Indonesia yang akan habis masa kontraknya pada 1 November 2020, kedua PT Kendilo Coal yang masa kontraknya baru habis pada 13 September 2021. Perusahaan ketiga yang habis masa kontraknya di tahun 2021 adalah PT Kaltim Prima Coal yakni pada 31 Desember 2021.
Ada dua perusahaan yang akan habis masa kontraknya pada 2022 mendatang yaitu PT Multi Harapan Utama pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia pada 1 Oktober 2022. Selanjutnya di tahun 2023 ada PT Kideko Jaya Agung yakni 13 Maret 2023, dan di tahun 2025 ada PT Berau Coal pada 26 April 2025.
Penulis: Kukuh Subekti