IslamToday ID –Bareskrim Mabes Polri menolak laporan Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) terhadap Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani. Laporan tersebut merupakan buntut pernyataan Puan yang dinilai melukai rakyat Sumatera Barat.
“Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila,” kata Puan, Rabu (2/9),”
Pernyataan itu dilontarkan puan saat saat mengumumkan pasangan bakal calon kepala daerah yang didukung PDIP di Pilkada Serentak 2020 secara virtual di kantor DPP PDIP. Pernyataan tersebut meragukan kesetiaan rakyat sumbar terhadap Pancasila. Sejumlah pihak, turut menilai seolah-olah PDIP merupakan pihak yang paling pancasilais.
Akhirnya, Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) melaporkan Puan Ke Bareskrim Mabes Polri, Jum’at (4/9/2020). Namun Laporan mereka ditolak pihak kepolisian dengan alasan tidak memenuhi unsur pidana.
“Kedatangan kita diterima dengan baik, kita diskusi sangat alot. Secara kesimpulan, laporan kita tidak memenuhi unsur,” kata David di Mabes Polri, Jumat (4/9) seperti dikutip dafri CNN Indonesia
Meskipun ditolak, David mengaku tak kecewa. pihaknya bakal menyiapkan langkah selanjutnya yakni dengan membuat laporan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, lantaran Puan saat ini juga menjabat sebagai Ketua DPR RI.
“Kita sebagai warga negara tugasnya hanya melapor. Kalau diproses atau tidak, itu hak polisi,” ujarnya.
” ada langkah-langkah setelah ini, kita akan ke MKD,” imbuhynya
Khoirul Amin selaku kuasa hukum PPMM, mengungkapkan dalam diskusi yang berlangsung alot, penyidik kepolisian mempermasalahkan barang bukti yang disertakan dalam laporan PPMM. Salah satu bukti yang dibawa adalah screenshot atau tangkapan layar pemberitaan media daring. Kata Khairul, Polisi menilai barang bukti tersebut merupakan produk jurnalistik, sehingga tidak bisa diterima.
“Kita mendiskusikan panjang, Mabes Polri sudah MOU dengan Dewan Pers, yang mana kalau produk jurnalis harus ada rekomendasi dari Dewan Pers,” ungkap Khoirul.
Membaca Akar Pernyataan Puan
Seperti dilansir CNN Indonesia, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menilai, polemik pernyataan Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Puan Maharani tersebut dilator belakangi suara PDIP kecil di daerah pemilihan Sumbar. Selain itu, menurutnya puan juga meukil sentimen masa lalu pada era pemerintah Presiden Sukarno terkait gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dideklarasikan di Sumatera Barat pada tahun 1958.
“Jadi ini ada kaitan dari sisi PRRI. Pemerintah pusat era Sukarno dianggap sebagai aktor yang menumpas PRRI, dan PDIP ini partai yang didirikan oleh keluarga Sukarno,” kata Asvi melalui sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/9).
Lanjutnya, kemudian muncul sentimen terhadap hak demokrasi warga Sumbar. Setelah PRRI itu orang-orang Sumbar tidak pernah diberikan kesempatan untuk menduduki jabatan strategis. Sejumlah orang bahkan sengaja memberikan nama anak mereka dengan nama Jawa agar merasa aman.
“Jadi mereka semacam dianggap ancaman oleh Pemerintah Pusat,” ungkapnya
Sorotan PDIP terhadap Sumbar bukan pertama kali terjadi. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga ikut menyoroti pilihan politik warga Sumbar. Mega mengatakan ada beberapa daerah yang sebagian besar warganya enggan memilih calon kepala daerah yang diusung PDIP.
Menurutnya, pernyataan Mega tidak lepas dari dinamika politik era Orde Baru dan awal reformasi. Pada era Orde Baru masyarakat Sumbar condong memilih Golkar. Sedangkan pada era reformasi memilih , Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bahkan PKS mendominasi suara di Sumbar. Kemudian, saat Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 mayoritas masyarakat Minang juga tidak memilih Jokowi yang berasal dari PDIP.
Lain halnya dengan Pengamat Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati. Ia menilai akar pernyataan Puan dipicu dari suara PDIP yang tidak mendapat respons baik di Sumbar. Ia menilai kompetisi identitas Sumbar sangat kuat dengan benteng politik Islam. Oleh sebab itu, PKS dapat dengan mudah mendominasi perpolitikan di tanah Minang itu.
“Saya pikir pernyataan [Puan] tersebut terkait jumlah suara PDIP yang selalu kecil saat pemilu 2014 dan pemilu 2019 di Sumatera Barat,” kata Wasisto, Kamis (3/9).
Tidak Mengerti Sejarah
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon, turut mengkritik pernyataan Puan. Menurutnya hanya orang yang tidak membaca dan mengerti sejarah yang meragukan kesetiaan rakyat sumbar terhadap Pancasila.
“Hanya orang-orang yg tak membaca dan mengerti sejarah yang masih meragukan masyarakat Sumbar mendukung Pancasila,” ujarnya penerima Bintang Mahaputera dari Presiden Jokowi itu
Fadli menngungkan, Sumbar banyak melahirkan sejumlah tokoh yang berjasa dalam perjuangan Indonesia. Bahkan tiga tokoh Minang turut menjadi perumus Pancasila dan UUd 1945.
“ Ada tiga orang Minang hebat di belakang perumusan Pancasila dan UUD 1945: Mohammad Hatta, Muhammad Yamin dan H Agus Salim. Bahkan Bung Hatta adalah salah seorang Proklamator,” pungkasnya (AS)