IslamToday ID — Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, sebanyak 37 orang calon peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dinyatakan positif Covid-19. Selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga mencatat, pelanggaran protokol kesehatan terjadi di 243 daerah saat pendaftaran pasangan calon kepala daerah ke KPU.
Sebanyak 37 orang calon peserta Pilkada diketahui positif covid-19 dari hasil tes Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang diserahkan saat mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 4-6 September 2020 kemarin.
“Data sementara yang berhasil dihimpun hingga pukul 24.00 dari KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, bakal calon yang dinyatakan positif pemeriksaan swab tesnya sebanyak 37 dari 21 Provinsi,” kata Ketua KPU Arief Budiman (7/9/2020).
KPU pun memberikan kelonggaran waktu bagi peserta Pilkada yang dinyatakan positif Covid-19. Hal itu tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.10/2020. Aturan tersebut memberikan wewenang kepada KPUD untuk memberikan perlakukan khusus.
Menurut Arief, KPUD dapat lebih dulu melakukan verifikasi kelengkapan syarat pendaftaran secara online dan peserta boleh melanjutkan pendaftaran secara langsung ketika dinyatakan sehat. Namun demikian, Arief mengingatkan para peserta Pilkada 2020 untuk mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
“KPU perlu mengingatkan kembali parpol paslon, dan pemilih agar mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dalam setiap tahapan pelaksanan Pilkada 2020,” tutur Arief.
Dalam beberapa hari terakhir jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan drastis. Namun, para peserta pilkada melupakan pentingnya protokol kesehatan. Di sejumlah kota seperti Solo, Medan, Surabaya dan Karawang para bakal calon peserta Pilkada bahkan melakukan konvoi serta arak-arakan menuju kantor KPUD.
Bawaslu menilai Pilkada 2020 yang akan berlangsung pada 9 Desember mendatang akan diwarnai banyak pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Pasalnya, dari 270 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada tersebut ada 243 daerah yang melanggar protokol kesehatan Covid-19. Pelanggaran ini terjadi selama masa pendaftaran yang berlangsung sejak tanggal 4 hingga 6 September 2020 kemarin.
“Pelanggaran terjadi di 243 dari 270 daerah. Jumlah bapaslon yang melanggar ada 316,” ungkap Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (7/9/2020).
Fritz menjelaskan jumlah pelanggaran yang terjadi. Misal pada hari pertama (4/9) ditemukan ada 141 pelanggaran. Hingga penutupan berlangsung pada Ahad (6/9) ditemukan ada tambahan pelanggaran mencapai 102 pelanggaran.
Namun Bawaslu mengaku belum bisa menindak ratusan pelanggaran tersebut, sebab harus menunggu pengumuman resmi KPU pada (23/9) mendatang. Fritz pun meminta kepada pemerintah dan penegak hukum untuk turun tangan dalam mengatasi pelanggaran tersebut.
“Ini tugas KPU/Bawaslu, tapi ketegasan kepolisian, TNI, Satpol PP, Kemendagri, dan Satgas Covid-19 melaksanakan Pilkada tahun 2020,” jelas Fritz.
Pemerintah Tidak Siap
Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo menilai pelaksanaan Pilkada pada (9/12) tidak memiliki kesiapan yang matang. Momentum Pilkada 2020 justru akan berdampak pada semakin masifnya penularan Covid-19. Bahkan Pilkada 2020 berpotensi menjadi penyebab lonjakan besar dari kasus corona 2020.
“Jelas Pilkada akan menarik kerumunan, mau tidak mau. Dan semua kebijakan dan aktivitas yang menarik kerumunan pasti meningkatkan kasus. Idealnya itu Pilkada ditunda, tapi sudah tidak mungkin sekarang,” tutur Windu (4/9/2020).
Menurut Windu, meskipun KPU telah membuat peraturan khusus terkait pelaksanaan Pilada 2020 ditengah pandemi Covid-19, faktanya aturan tersebut belum efektif. Hal ini tampak dari hari pertama pendaftaran Pilkada pada (4/9).
Lanjutnya, Pilkada 2020 yang banyak melibatkan para petahana juga perlu menjadi perhatian serius. Petahana cenderung membuat kebijakan yang melonggarkan. Secara politis, kebijakan tersebut akan menguntungkan mereka, namun di saat yang bersamaan kebijakan tersebut justru berpotensi besar meningkatkan jumlah kasus.
“Karena saat ini persepsi masyarakat soal kesehatan ini rendah, karena mereka bosan di rumah. Hal itu dapat memantik petahana membuat kebijakan yang tidak dibenci masyarakat umumnya,” terang Windu.
Bahaya Klaster Pilkada
Epidemiolog dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai pemerintah belum serius di dalam mengambil kebijakan penyelenggaraan Pilakada 2020, terutama berkaitan dengan keamanan para pemilih.
Menurutnya keberadaan PKPU No.10/2020 diabaikan selama proses pendaftaran berlangsung. Sebab, pendaftaran calon peserta pilkada diwarnai aktivitas konvoi dan arak-arakan pendukung. Hal itu banhkan nyaris terjadi diseluruh daerah yang menyelenggarakan pilkada
“Kita berharap Pemerintah tidak menganggap sepele Pilkada. Adapun kasus Covid-19 sudah hampir 200 ribu, jadi bayangkan nanti kita bisa tembus 500 ribu bahkan melonjak sejuta kasus,” tutur Hermawan dikutip dari cnnindonesia.com (5/9/2020).
Hermawan mengingatkan jika lonjakan kasus yang terjadi dapat berakibat pada terjadinya krisis kesehatan. Terutama jika kapasitas rumah sakit tak bisa lagi menampung jumlah pasien. Di sisi lain, tenaga medis yang tersedia mengalami keterbatasan. Hermawan khawatir situasi ini bisa menyebabkan adanya kluster baru yang besar terutama di daerah-daerah yang selama ini masuk dalam zona hijau.
“Kami mengimbau ahli kesehatan dan tenaga kesehatan Indonesia di berbagai daerah dilibatkan KPU, terutama dalam melakukan mitigasi pencegahan dan pendampingan saat pencoblosan,” jelas Hermawan.
“Dulu katanya pertimbangan mundur Pilkada yang dikorbankan demokrasi, tapi kita pikir ya kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat harus menjadi prioritas di atas segalanya,” pungkasnya.
Penulis: Kukuh Subekti