IslamToday ID – Pendemi covid-19 di Indonesia semakin mengganas. Kasus positif covid-19 di Indonesia kini mencapai 200.035 orang, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama pada 2 Maret 2020. Ironisnya, keberadaan dokter paru terbatas. Padahal keberadaan dokter paru sangat penting sebagai salah satu garda depan penanganan covid-19.
Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PP PDPI) Erlina Burhan menuturkan, jumlah dokter paru di Indonesia belum ideal. Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) per Juli 2020, jumlah dokter paru di Indonesia hanya 1.206 orang. Dengan rasio jumlah dokter per penduduk 1:100, seharusnya jumlah ideal dokter paru untuk 267 juta penduduk Indonesia ialah sebanyak 2.500 dokter paru.
Lanjutnya, jumlah tersebut tidak ideal dan jauh dari harapan. Menurutnya, dengan jumlah tersebut dokter paru tidak mampu untuk terus menangani jumlah pasien Covid-19 yang terus bertambah.
“Kita PDPI ini sungguh diminta perannya dan memang harus kita akui bahwa kita memang sudah kelelahan, sebaran dokter paru tidak merata, karena dokter paru ini jumlahnya sedikit, tidak cukup untuk mengatasi kasus Covid-19 yang angkanya terus meningkat,” ungkap Erlina.
Di Indonesia persebaran dokter paru juga belum merata. Dari data PDPI, sebaran dokter paru masih terkumpul di beberapa wilayah. Yakni, Jawa Timur sebanyak 213 dokter, DKI Jakarta 187 dokter, Jawa Barat 130 dokter, dan Jawa Tengah 90 dokter. Dari jumlah tersebut tidak semuanya menjadi dokter penanggung jawab pasien (DPJP) Covid-19 karena faktor usia yang sudah lanjut.
“Dokter paru ini tidak semuanya langsung terjun karena masalah usia, ada sebagian kecil yang tidak lagi praktik, khususnya di DKI Jakarta. Memang paling banyak dokter di Jawa Timur tapi kasusnya juga banyak, jadi ini cukup berat pekerjaan kami,” kelas Erlina.
Erlina mengungkapkan, di luar Jawa kondisinya juga tak kalah memprihatinkan. Ada beberapa provinsi yang bahkan jumlah dokter parrunya kurang dari 10. Seperti provinsi Kalimantan Utara 5 dokter, Sulawesi Utara 4 dokter, Sulawesi Tengah 3 dokter, Sulawesi Tenggara 5 dokter, Sulawesi Barat 1 dokter, Maluku Utara 2 dokter, Maluku 5 dokter, Papua Barat 2 dokter, dan Papua 5 dokter.
Erlina berharap ada kepedulian pemerintah dalam menangani problem tersebut. Terutama meningkatkan jumlah dokter paru, yang jumlahnya kini terbatas. Sebab, dokter paru sedang sangat dibutuhkan di masa pandemi seperti saat ini.
“Ini daerah yang saya kira dokter parunya minus ya, sebaran dokter paru tidak merata, lebih banyak di kota besar, PDPI selalu berupaya meningkatkan jumlah dokter paru dengan menambah program studi di universitas, tentunya ini membutuhkan dukungan dari pemerintah,” tutur Erlina.
Korban Nakes Terus Bertambah
Selain minimnya jumlah dokter paru, semakin banyaknya tenaga kesehatan (nakes) baik dokter maupun perawat yang gugur di tengah pandemi. Pada Senin (7/9) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melaporkan jumlah nakes yang gugur telah mencapai 184 orang.
“Ada 105 terdiri dari dokter umum dan dokter spesialis, 9 dokter gigi, 70 perawat,” tutur Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Adib Khumaidi (7/9/2020).
Secara umum persebaran dokter di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 juga terungkap masih berpusat di Jawa. Dari jumlah total yang mencapai 81.011 itu paling banyak terdapat di DKI Jakarta 11.365 orang, Jawa Timur 10.802, Jawa Tengah 9.747, dan Jawa Barat 8.771.
Pakar Epidemiologi UI, Pandu Riono pun mengkritisi tentang banyaknya kematian nakes selama Covid-19 di Indonesia. Pandu meminta agar Presiden Jokowi bisa melintas para nakes. Ia meminta agar negara bisa hadir dalam memberikan jaminan perlindungan kepada para nakes.
“Pak @jokowi tolong negara bisa hadir lindungi nakes kita. Kita belum berhasil atasi pandemi dan kasus terus naik. Banyak tenaga kesehatan bergelimpangan terinfeksi Covid-19 dan sebagian wafat. Tugaskan @KemenkesRI untuk bekerja agar jangan ada lagi nakes yang jadi korban,” tulis Pandu di laman twitternya @drpriono1 pada (6/9/2020.
Presiden Siuman
Presiden Jokowi bahkan baru pada Senin kemarin mengamini pernyataan banyak kalangan yang mengatakan bahwa kunci penanganan Covid-19 harus dimulai dari sektor kesehatan bukan ekonomi. Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga, Windhu Purnomo menyidir Presiden Jokowi yang menurutnya baru siuman.
“Baru sekarang ini pemerintah bilang fokus pada kesehatan, dan itu alhamdulillah, jadi kalau bahasanya orang itu, Pak Presiden mulai siuman, mulai sadar,” ujar Windhu (8/9/2020).
Windhu pun meminta pemerintah untuk serius membuktikan pernyataannya dengan serius melaksanakan Undang-Undang No. 6/ 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pemerintah juga diminta kembali menerapkan kebijakan yang membatasi gerak dan aktivitas penduduk. Karena penularan terjadi akibat pertemuan antar perorangan. Di samping itu pemerintah juga harus menggalakan testing.
“Kalau betul mau ke pertimbangan kesehatan, berarti semua batasi pergerakan, terutama daerah zona merah oranye, testing, tracing, masif di seluruh daerah,” tegasnya.
Penulis: Kukub Subekti