IslamToday ID – Pandemi Covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Per Jumat pukul 12.00 WIB ini, ada penambahan 3.737 baru. Jumlah tersebut menggeapkan total kasis covid-19 di Indonesia menjadi 210.940 orang, sejak kasus pertama pada 2 Maret 2020.
Alih-alih memperketat pembatasan sosial, Presiden Jokowi justru manyampaikan perlunya Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM). Ia berargumen tidak semua wilayah di suatu daerah berada di zona merah, berbahaya.
“Lebih baik pembatasan di skala lebih kecil, misalnya lingkup RT, RW, desa atau lingkup komunitas lebih kecil. Ini lebih efektif karena tidak semua wilayah dalam satu provinsi itu zona merah, sebab ada yang hijau,” kata Jokowi dalam pertemuannya dengan Pemimpin Redaksi media di Istana Bogor pada Kamis (10/9/2020).
Padahal, kasus covid 19 telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan data satgas penanganan covid-19, per 11 Sepetember 2020, prosentase daerah dengan resiko rendah hanya 22, 18 persen. Sebanyak 51,95 persen memiliki resiko sedang dan 13, 62 persen beresiko tinggi.
Gasasan Presiden Jokowi untuk menerapkan pembatasan skala mikro tampak kontradiktif dengan langkah yang diambilnya pada bulan Mei lalu. Presiden Jokowi menyebut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) efektif menekan angka penularan disbanding lockdown atau karantina wilayah.
“Kita beruntung sejak awal memilih kebijakan PSBB, bukan lockdown atau karantina wilayah,” tutur Jokowi (7/5/2020)
“Artinya, dengan PSBB masyarakat masih bisa beraktivitas tapi memang dibatasi. Masyarakat juga harus membatasi diri, tidak boleh berkumpul dalam skala besar,” tutur dia.
Presiden Jokowi juga menilai tepat keputusan melakukan PSBB. Menurutnya, dengan cara itu ekonomi bisa teap berjalan. Dengan catatan masyrakat mematuhi protokol kesehatan.
Padahal jika ditengok kebelakang, kondisi pandemic covid-19 pada bulan mei tak separah ahri ini. Pada 7 Mei kasus covid-19 di Indonesia mencapai 12.776 pasien dan, 930 orang dinyatakan meninggal dunia. Kini kasus covid-19 di Indonesia telah menembus angka 210 ribu kasus. Namun Presiden Jokowi tampak santai dan memilih untuk menerapkan pembatasan sosial skala mikro.
Berberda dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Ia memilih mengeluarkan kebijakan PSBB total. Anies melkihat kasus covid-19 di Ibukota telah menghawatirkan sebab angka penulan tinggi dan rawan membuat rumah sakit kolap.
Alih-alih mendapat dukungan untuk menyelamatkan ibukota dari pendemi covid-19, Para menteri kabinet Jokowi ‘mengeroyok’ kebijakan Anies. Sejumlah menteri yang tak sependapat dengan Anies membawa argument kepentingan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto misalnya, ia mengatakan jika indeks harga saham gabungan (IHSG) terpengaruh oleh rencana yang diagendakan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta tersebut.
“Kita lihat sudah menampakkan hasil positif, berdasarkan indeks sampai dengan kemarin. Karena hari ini indeks (IHSG) masih ada ketidakpastian karena announcement Gubernur DKI (Anies Baswedan) tadi malam sehingga indeks pagi ini sudah (turun) di bawah 5.000,” kata Airlangga.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga turut mengkritik kebijakan Anies. Ia berpendapat sector manufaktur akan terkena imbas dari kebijakan PSBB yang dilaksanakan di Jakarta.
“(PSBB) sedikit banyak akan mempengaruhi industri manufaktur, apalgi kalau diikuti provinsi-provinsi lain yang akan (ikut) menerapkan PSBB yang ketat,” ungkapnya.
Sebenarnya kebijakan yang diambil oleh Anies tidak bersebrangan dengan apa yang dikehendaki Presiden Jokowi. Sebab dalam konfrensi persya pada Rabu (9/9), Anies mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut ditetapkan dengan mengikuti arahan Jokowi.
“Pak Presiden menyatakan dengan tegas dua hari lalu jangan start ekonomi sebelum kesehatan terkendali,” tutur Anies.
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto