IslamToday ID –Diizinkannya konser musik selama perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dinilai sebagai sebuah kebodohan. Pasalnya, demi menekan angka penularan covid-19 para pelaku industri kreatif merelakan pekerjaanya. Sebaliknya, KPU sebagai penyelanggara pilkada justru memberikan ijin.
“Bisa dibilang kita ikhlas bahwa kita korbankan mata pencaharian kita, tapi kok ini malah peraturan KPU yang memperbolehkan maksimal 100 orang untuk bisa menyaksikan konser musik yang mana itu kampanye dari paslon di Pilkada. Peraturan yang bodoh sih saya bilang,” ujar pengamat musik Wendi Putranto (17/9/2020).
“Pas baca rencana konser kampanye KPU, otomatis meradang, marah, kesal, gondok karena dari teman-teman musisi, penyelenggara, band, itu benar-benar puasa manggung hampir enam bulan lebih,” imbuhnya
Sebelumnya Ketua KPU Arief Budiman meneken PKPU No. 10/2020 Tentang Pilkada Di Tengah Bencana Nonalam Virus Corona. Aturan tersebut turut membolehkan penyelenggaraan kampanye calon kepala daerah dalam bentuk konser musik.
Diijinkannya konser musik dalam pilkada serentak 2020 juga menuai kritikan dari musisi kenamaan, Tompi. Melalui akun twitter Tompi menilai konser music dalam pilkada 2020 berpotensi menjadi petaka.
“Memperbolehkan konser musik terbuka untk pilkada adalah potensi petaka. Kagak pakek konser ajaa udah keok…ini masih dibolehin konser?? DPR kagak bunyi untuk melarang ini??,” tutur Tompi Rabu (16/9/2020)
Sementara itu, KPU mengatakan peraturan tersebut belum final. Sebab masih ada kemungkinan konser musik dilakukan secara online.
“Peraturan ini belum final. Kita masih melakukan harmonisasi peraturan tersebut . Kalau sudah final Kan sudah ada nomornya, misalnya PKPU nomor berapa. Ini kan masih rancangan,” tutur Komisioner KPU Viryan Azis (19/9/2020).
Sejumlah pihak menilai pilkada serentak 2020 berpotensi menjadi klaster baru penularan covid-19. Potensi tersebut terlihat dari maraknya pelanggaran protokol kesehatan pada tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah pada 4-6 September 2020 kemarin. Menurut catatan Bawaslu dalam tiga hari tersebut telah terjadi 243 pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Namun demikian, hingga Senin (21/9) pemerintah, KPU, Bawaslu dan DPR masih menyepakati untuk melanjutkan Pilkada 2020. Hal ini diketahui berdasarkan pembacaan hasil kesimpulan rapat kerja DPR Komisi II.
“Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020,” kata Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tanjung (21/9/2020).
Padahal di hari yang sama, Senin (21/9) jumlah penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 4.176 kasus. Jumlah ini terus mengalami kenaikan setiap harinya. Atas kejadian ini banyak pihak pun telah mendesak agar pemerintah berkenan menunda agenda Pilkada 2020.
mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Muhammadiyah, NU serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak pemerintah dan KPU untuk menunda Pilkada.
JK berpendapat penundaan Pilkada 2020 sangat mungkin dilakukan hingga Juni 2021 mendatang. Pemerintahan Daerah pun bisa tetap berjalan dengan dijalankan oleh pelaksana tugas (Plt.) kepala daerah. Menurutnya, memaksakan penyelenggaran pilkada hanya akan membahayakan rakyat.
“Memaksakan sesuatu yang jelas-jelas secara rasional membahayakan kehidupan rakyat bukan hanya nekat, melainkan fatal. Semua proses politik tujuan mulianya adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan memudaratkan rakyat,” tutur JK (21/9/2020).
Pernyataan berikutnya berkaitan dengan penundaan Pilkada 2020 datang dari KAMI. KAMI meminta agar pemerintah memiliki rasa keprihatinan atau sense of crisis. Untuk KAMI meminta agar Pilkada 2020 ditunda sampai kondisi aman.
“Sehubungan dengan rencana pelaksanaan pilkada serentak pada Desember 2020 ini, Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan penyelenggara negara khususnya Pemerintah untuk membatalkan/menunda Pelaksanaan Pilkada tersebut sampai dengan batas waktu yang aman bagi rakyat Indonesia,” tutur Presidium KAMI, Gatot Nur Mantyo (20/9/2020).
Muhammadiyah juga meminta pemerintah menunda Pilkada 2020. Menurut Muhmmadiyah keselamatan nyawa masyarakat harus menjadi prioritas utama. “Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19,” ucap Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti pada (21/9/2020).
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang meminta agar Pilkada 2020 ditunda hingga krisis kesehtan ini bisa ditangani. “Prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan,” jelas Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (20/9/2020).
Penulis: Kukuh Subekti