IslamToday ID — Perkembangan situasi politik, hukum pasca disahkannya Omnibus Law belakangan membuat beberapa organisasi Islam seperti Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Persaudaraan Alumnni (PA) 212, dan Habib Rizieq Shihab Center (HRS Center) bersama-sama mengeluarkan sikap.
Mereka melihat bahwa Undang-undang Omnibus Law semakin menjauh dari tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana seperti yang termaktub dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945).
“Kebijakan penyelenggaraan negara telah menegasikan prinsip kedaulatan rakyat dan paham negara kesejahteraan (welfare state) dengan mengutamakan kepentingan oligarki kapitalis,” tegas mereka dalam keterangan surat pernyataan sikap yang diterima redaksi Islamtoday.id pada (10/10/2020).
Empat organisasi tersebut menilai rezim lebih berpihak pada kepentingan geopolitik Republik Rakyat China (RRC). Salah satunya dengan tetap mendatangkan TKA di tengah-tengah pandemi Covid-19.
Bahkan, di tengah-tengah ancaman pandemi Covid-19 pemerintah masih nekad menyelenggarakan Pilkada hanya demi melanggengkan politik dinasti (feodalisme). Di saat yang bersamaan pemerintah juga kurang menjamin rasa aman, dan nyaman masyarakat.
“Tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), persekusi, intimidasi dan kriminalisasi masih terus berlangsung,” tegas mereka.
Dalam surat yang ditandatangani oleh para pimpinan organisasi, Ketua Umum (Ketum) Ahmad Shobri Lubis, Ketum GNPF Yusuf Muhammad Martak, Ketum PA 212 Slamet Ma’arif, Direktur HRS Center serta Imam Besar FPI Habib Muhammad Rizieq Shihab tersebut mereka menyebut bahwa kehadiran UU Omnibus Law/Cipta Kerja berpihak pada dominasi oligarki ekonomi Asing di Indonesia.
UU yang dikabarkan untuk menyelesaikan masalah pengangguran justru tidak berpihak pada rakyat, para pekerja lokal.
“Kesemuanya itu menunjukkan penyelenggaraan negara di bawah kepemimpinan yang dzalim, yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang berdasarkan Pancasila,” ujar mereka.
“Rakyat telah dikorbankan, masa depan keutuhan dan kedaulatan negara terancam dengan kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang,” jelasnya.
Pernyataan Bersama FPI, GNPF-U, PA 212, dan HRS Center
Berikut tujuh pernyataan sikap FPI, GNPF, PA 212, dan HRS Center:
Pertama, mendukung aksi buruh, mahasiswa dan pelajar dalam memperjuangkan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) maupun aksi-aksi dalam segala bentuknya baik berupa mogok maupun hak untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul menyuarakan kepentingan rakyat.
Kedua, menasehati dan meminta rezim beserta seluruh lembaga dan aparat negara untuk menghentikan kezdaliman terhadap rakyat sendiri.
Ketiga, segera membebaskan tanpa syarat seluruh demonstran yang ditangkap dan menghentikan penyiksaan terhadap para demonstran yang masih dalam tahanan.
Keempat, mengajak semua elemen bangsa untuk bangkit berjuang dan menghentikan kezdaliman dengan segala daya upaya yang dimiliki dan tidak menyerah terhadap berbagai kekejaman yang dilakukan rezim ini.
Kelima, mendesak segera dikeluarkan Perppu untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Keenam, menuntut Presiden untuk menyatakan diri mundur/berhenti sebagai Presiden karena ketidakmampuan dan tidak kompeten dalam menjalankan roda pemerintahan.
Ketujuh, menuntut Partai Partai pendukung pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja untuk segera membubarkan diri karena telah menjadi kepanjangan tangan kepentingan Cukong Aseng dan Asing daripada menjadi penyalur aspirasi rakyat.
Penulis: Kukuh Subekti