ISLAMTODAY ID –Badang Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah pengangguran akibat resesi ekonomi jumlahnya naik menjadi 9,77 juta orang. Menurut pemerintah Undang-undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja dapat menjadi solusi untuk mengatasi ledakan pengangguran.
“Menurut kami UU Cipta Kerja dengan berbagai hal yang ditawarkan di dalamnya, diharapkan jadi bantalan buat kita, yang akan memperkuat upaya-upaya pemerintah dalam menciptakan peningkatan lapangan kerja,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, kompas.co (7/11/2020).
Klaim tersebut dibantah Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dhenny Yuartha Junifta. Menurutnya keberadaan UU Cipta Kerja tidak sepenuhnya menjawab persoalan pengangguran di Indonesia.
“UU Cipta Kerja belum tentu menjamin bisa menyerap tenaga kerja di sektor manufaktur yang lebih besar,” ungkap Dhenny dikutip dari katadata.co.id (5/11/2020).
Ia menilai masuknya investasi di Indonesia justru didominasi oleh sektor jasa, sehingga jumlah penyerapan tenaga kerjanya tidak akan besar. Kualifikasi tenaga kerja dalam sektor jasa memberikan persyaratan kualifikasi kerja dengan kemampuan yang lebih tinggi daripada sektor industri manufaktur. Padahal, jumlah pengangguran Indonesia banyak didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMA/SMK.
“Ini tidak match dengan Indonesia,” jelasnya.
Dhenny menjelaskan secara rinci peresentase pengangguran di Indonesia. Pengangguran dengan ijazah SMA paling tinggi, jumlahnya mencapai 26 persennya,. Diposisi kedua ialah yang berlatar bvelakang SMK, sebanyak 22 persen. Sementara lulusan SD yang menganggur sebanyak 14 persen,. Sedanggkan lulusan universitas yang menganggur jumlahnya mencapai 13 persen. Lanjut Dhenny, mereka yang tidak tamat SD dan menganggur sebanyak 5 persen dan tamatan akademi sebanyak 3 persen.
Dhenny menambahkan, pada saat yang bersamaan kursus pelatihan bagi pekerja masih terbilang rendah. Bahkan partisipasi kursus pelatihan justru banyak diikuti oleh lulusan universitas, baik itu sarjana atau diploma.
“Ini jadi problem bahwa kualifikasi tidak match. Dari sisi pelatihan juga tidak menopang reformasi ke depan,” jelasnya.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menambahkan, di sisi lain UU Cipta Kerja justru memberikan keleluasaan bagi para pengusaha untuk mendirikan usahanya tanpa menggunakan tenaga kerja. Akibatnya, hal ini merugikan ketidak pastian bagi para buruh, bahkan merugikan mereka.
“Ini terlihat dunia usaha jadi lebih mudah untuk mencari alasan buat PHK, PKWT diperpanjang terus, putus kontrak tidak diberi pesangon,” ujar dikutip dari katadata.co.id (5/11/2020).
Semua Jenis Pekerjaan Outsourcing
Sementara itu dilansir dari kompas.com (3/11/2020) UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh Presiden Jokowi pada Senin (2/11) lalu ini membuat semua jenis pekerjaan yang ada akan menerapkan sistem outsourcing atau sistem alih daya. Sebab pasal 88 dalam UU Cipta Kerja menghapus ketentuan dalam pasal 66 dalam UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Adapun bunyi pasal 66 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan “Pekerja atau buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi kecuali untuk kegitan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.”
Bunyi ketentuan dalam pasal 66 tersebut dihapus dan dijelaskan dalam pasal 81 UU Cipta Kerja, lebih lanjut bahwa perlindungan hak buruh dan pekerja akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Penulis: Kukuh Subekti