(IslamToday ID) – Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di linimasa seolah lenyap dengan hingar-bingar kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS). Opini publik seperti digiring ke dialektika soal pentolan FPI itu, sehingga mengaburkan Omnibus Law.
Hal itu diungkapkan oleh anggota Kolektif Revuelta Gresik, Bumi Dirgantara seperti dikutip dari Times Indonesia, Kamis (19/11/2020).
“Opini publik seperti digiring menuju dialektika lain, media seakan saling bersahutan meramaikan euforia kepulangan HRS hingga publik banyak menilai berlebihan terhadap hal tersebut,” tulis Bumi.
Menurutnya, masyarakat yang hari ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena masa pandemi tidak banyak memiliki akses informasi selain melalui kanal digital.
padahal, tema berita telah bergeser yakni ramai menyoroti banyaknya simpatisan HRS yang menyambut kepulangannya dengan tidak mengindahkan protokol kesehatan. Sehingga, meski masih ramai demo terkait penolakan Omnibus Law, isu itu menjadi tidak banyak diberitakan. Semua mata menjadi tertuju pada hingar-bingar kasus HRS.
Padahal pengesahan RUU yang dilakukan secara diam-diam tanpa keterlibatan masyarakat pada 5 Oktober 2020 sempat menjadi pemberitaan panas di linimasa.
Aksi demonstrasi bak estafet dari kota ke kota seluruh Indonesia, bahkan masih berlanjut hingga hari ini dengan masih membawa tuntutan yang sama, yakni penolakan Omnibus Law. Omnibus Law bukan hanya produk hukum, namun juga produk politik, sehingga jika cara pengambilan keputusannya cacat maka apapun isi hukumnya sudah tidak perlu dipandang baik.
Kekerasan yang dilakukan aparat terhadap peserta demonstran juga menjadi topik panas, sebab seperti tidak memiliki jalan penyelesaian. Bayangkan saja jika kekerasan itu sendiri dilakukan oleh aparat, lantas dengan pundak siapa lagi masyarakat bersandar menuntut keadilan? [wip]