(IslamToday ID) – Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menyatakan utang terpaksa jadi alternatif para petani agar bisa tetap menanami sawah dan ladangnya di tengah situasi pandemi Covid-19 dan kondisi ekonomi yang masih tertatih-tatih.
Menurut Said, pandemi telah menjadi pukulan berat bagi petani di penjuru daerah. Jika kondisi normal, petani yang menguasai lahan luas bisa mendapat Rp 1,5 juta per bulan.
Uang itu setidaknya masih hitungan kasar penghasilan kotor paling tinggi yang bisa dikumpulkan para petani yang didampingi Said dkk di daerah Subang, Indramayu, dan Karawang (Jawa Barat).
Tapi dengan kondisi yang sulit seperti saat ini, ia mengatakan penghasilan mereka paling besar mencapai Rp 800.000 per bulan. Belum dipotong untuk modal tanam musim selanjutnya.
“Semangat teman-teman tidak luntur di tengah ketidakpastian yang dihadapi. Mereka masih tetap di musim kedua menanam meskipun utang sana-sini, pinjam sana-sini untuk modal awal,” ujar Said seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (17/12/2020).
Said pun mengkritik rencana program food estate yang tengah dijalankan pemerintah pusat saat ini.
“Saya sepakat butuh cadangan pangan yang lebih banyak supaya enggak tergantung ke luar. Tapi, pertanyaannya caranya bagaimana? Dalam diskursus pemberitaan banyak media, statement penjabat, kita menyaksikan bahwa asumsi awal pembangunan food estate untuk menguatkan cadangan pangan dalam negeri, meningkatkan ketahanan pangan kita,” katanya.
Tapi, menurutnya, pernyataan itu justru terbantahkan dengan langkah dan penjelasan lain dari pejabat-pejabat terkait.
“Contoh di Kalimantan Tengah, semula hanya padi, kemudian geser jadi singkong, dan komoditas lain. Di Sumatera ada singkong, rempah-rempah, dan seterusnya. Dan kalau lihat statement yang muncul dari pemerintah orientasinya untuk ekspor. Jadi, logic-nya enggak nyambung. Kedua, kenapa enggak memperkuat yang sudah ada juga, yang saat ini existing gitu. Berbagai upaya harus kita dukung lebih kuat dengan situasi sekarang,” tutur Said.
Alih-alih memperkuat petani-petani kecil, pemerintah justru menyerukan proyek food estate atau lumbung pangan skala besar di 600.000 hektare yang meliputi lahan gambut dan persawahan masyarakat adat.
Sementara itu, petani-petani kecil yang didampingi pihaknya antara lain banyak yang harus mencari pendapatan dari profesi lain, umumnya menjadi buruh atau kuli di kota. Namun, kata Said, itu pun baru bisa dilakukan beberapa waktu belakangan.
Ketika awal pandemi di mana banyak daerah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), petani terjebak tak bisa ke kota sehingga mustahil mencari penghasilan di luar sawah. Situasi tersebut, menurut Said, perlu jadi perhatian pemerintah. Ia menegaskan jasa petani tak kalah penting dengan tenaga kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
“Jangan lupa juga dengan petani, dengan situasi pandemi sulit juga kalau mereka berhenti produksi. Padahal penting untuk menjaga ketahanan tubuh dengan pangan yang cukup. Jadi kalau menurut saya, layak kalau mereka menjadi bagian dari pahlawan atau apapun itu,” tutur Said.
Merusak Lingkungan
Sebelumnya, aktivis dan pemerhati lingkungan pun ramai mengkritik perihal program food estate yang mereka tuding tidak akan berpihak pada petani dan punya potensi merusak lingkungan hingga konflik sosial.
Merujuk pada data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat adanya konflik agraria pada 145 hektare lahan di sektor pertanian dan 274.000 hektare lahan di sektor kehutanan sepanjang 2019.
Kritik terkait pun datang dari mantan Menteri Lingkungan Hidup yang kini dikenal sebagai ekonom senior, Emil Salim. Emil meminta Presiden Jokowi mencabut Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengizinkan pembangunan food estate atau lumbung pangan di kawasan hutan lindung.
Ia juga mendesak Menteri LHK saat ini kembali kepada tugas pokoknya untuk memulihkan fungsi hutan lindung. “Agar Menteri LHK kembali ke tupoksinya pulihkan fungsi lindung hutan yang rusak agar air dan lingkungan alami pulih,” katanya pada 1 Desember lalu.
Terkait izin tersebut, dalam keterangan tertulisnya pada awal Desember lalu, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Sigit Hardwinarto menjelaskan pembangunan food estate dilakukan di lahan hutan yang sudah terbuka atau terdegradasi atau tidak berpohon lagi.
Menurut Sigit, kegiatan ini bahkan menjadi salah satu upaya pemulihan kawasan hutan lindung dengan pola penanaman kombinasi tanaman hutan dengan tanaman tani, hewan ternak, atau perikanan.
Untuk menggunakan kawasan tersebut, proyek juga harus melewati kajian tim terpadu dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Kegiatan food estate, lanjut Sigit, belum boleh dimulai sebelum komitmen upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) diselesaikan. Area yang siap untuk ditanami pangan pun akan diretribusi kepada masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan.
Sebagai informasi, food estate merupakan proyek pemerintahan Jokowi-Maruf untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri. Proyek food estate yang dikomandoi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto itu bermula di Kalimantan Tengah. Juga, rencananya di Sumatera Utara dan Jawa Barat.
Terkait program food estate ini, Prabowo pada 23 Oktober lalu menyatakan, “Pengembangan lumbung pangan food estate di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara, dan yang akan dilakukan di beberapa daerah lain yang saat ini disiapkan pemerintah patut disambut baik dan diberi dukungan. Terlebih inisiasi pencanangan lumbung pangan oleh Presiden Jokowi berangkat dari perspektif pertahanan.”
Mantan rival Jokowi dalam dua kali Pilpres itu menegaskan upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan mewujudkan ketahanan pangan (food security), kemandirian pangan (food resilience), dan kedaulatan pangan (food sovereignty) harus menjadi tekad bersama untuk diwujudkan.
“Begitu banyak lahan pertanian berolah menjadi real estate. Pertanyaannya adalah apakah kita bisa makan semen? Apakah kita bisa makan beton? Untuk apa menara-menara apartemen real estate yang hebat-hebat kalau rakyat tidak bisa makan?” kata Prabowo kala itu dalam pidatonya untuk Dies Natalies Fakultas Kehutanan UGM. [wip]