(IslamToday ID) – Klaim Presiden Jokowi bahwa Indonesia mampu mengendalikan dampak pandemi Covid-19, baik dalam aspek kesehatan dan ekonomi, dianggap terlalu tergesa-gesa. Pernyataan itu pun mendapatkan kritik dari sejumlah pihak.
“Kita bersyukur Indonesia termasuk negara yang bisa mengendalikan dua krisis tersebut dengan baik,” kata Jokowi dalam acara Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) melalui tayangan YouTube Yakoma PGI, Senin (25/1/2021).
Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay mempertanyakan tolok ukur yang digunakan Jokowi hingga bisa menyatakan krisis kesehatan dan ekonomi terkendali. Menurutnya, dalam aspek kesehatan nyatanya kasus Covid-19 masih bertambah tiap hari.
“Dari sisi penanganan kesehatan, faktanya orang yang terpapar Covid-19 masih banyak. Ketersediaan RS pun terbatas, di DKI Jakarta dan kota-kota besar lain,” ujar Saleh seperti dikutip dari Kompas, Rabu (27/1/2021).
Bertalian dengan itu, pengetesan dan pelacakan pun masih rendah. Program vaksinasi Covid-19 yang sudah berjalan pun masih jauh dari target yang direncanakan pemerintah.
“Sampai sekarang (vaksinasi) yang 3 juta (untuk tenaga kesehatan) masih berjalan, dan apakah setelah itu selesai akan segera datang lagi vaksin lainnya. Tolok ukur apa yang dijadikan presiden sehingga beliau mengatakan sudah berhasil perlu dikaji,” katanya.
Selain itu, Saleh berpendapat ekonomi juga belum sepenuhnya pulih. Ia mengatakan, Indonesia saat ini masih mengalami resesi akibat dampak pandemi. Ia menyebutkan meski sebagian masyarakat tetap bisa melakukan aktivitas ekonomi seperti berbelanja, tetapi secara umum warga mengalami kesulitan dalam situasi saat ini.
Menurutnya, krisis ekonomi dapat dikatakan tertangani jika sudah kembali normal dan berhasil mencapai angka pertumbuhan yang ditargetkan pemerintah.
“Pertumbuhan ekonomi kembali normal seperti yang diprediksi pemerintah yaitu 4-5 persen. Kalau dari sisi ini juga belum, ya juga jadi pertanyaan keberhasilan dari sisi ekonomi mana yang dimaksud,” tutur Saleh.
Menghibur Diri
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah berpendapat klaim Jokowi hanya untuk menutupi kegagapan pemerintah dalam penanganan pandemi. Menurutnya, selama ini berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk penanganan pandemi tidak ada yang matang.
“Pemerintah itu justru gagap. Gagap mengatasi situasi pandemi. Ini berakibat pada munculnya banyak sekali panic policy,” kata Trubus.
Ia pun mengatakan Jokowi terlihat seperti menghibur diri agar masyarakat tidak panik. Sebab, faktanya kasus Covid-19 belum juga mereda.
“Ini lebih cenderung menghibur diri, seperti biar masyarakat tidak panik. Padahal itu kan sebenarnya cenderung seperti membohongi publik jadinya,” ucapnya.
Pakar sosiologi bencana dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir menilai klaim Jokowi hanya sebatas pernyataan politik yang bertujuan menghindari kecaman publik.
“Statement Pak Jokowi itu lebih sebagai statement politik yang tujuannya self defense dan menghindari kecaman publik. Sayangnya, statement itu tidak sesuai dengan realita pandemi,” katanya.
Sulfikar kemudian membeberkan berbagai realita pandemi yang terjadi, mulai dari jumlah kasus Covid-19 yang menembus 1 juta per hari ini hingga tenaga kesehatan yang sudah kelelahan. Selain itu, ia melihat realita yang ada justru semakin menunjukkan buruknya penanganan pandemi di Indonesia. Menurutnya, hal ini juga mengindikasikan kegagalan penanganan pandemi di Indonesia.
“Rumah sakit kolaps, kuburan penuh, dan sebagainya, ini adalah indikasi bahwa Indonesia sudah gagal menangani pandemi. Jika itu saja diklaim sebagai keberhasilan, mau nunggu sampai seberapa buruk untuk bilang kita sudah gagal?” tegasnya.
Sulfikar berpandangan, saat ini Indonesia mengalami masalah yaitu pola penyangkalan dari pemerintah yang semakin hari semakin buruk. Hingga Selasa (26/1/2021), kasus Covid-19 di Tanah Air tercatat sudah lebih dari 1 juta. [wip]