(IslamToday ID) – Pembangunan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat Aceh.
Ketua Forum Interaksi Mahasiswa Aceh (FIMA) Muhammad Khalis mengatakan proyek tersebut tidak salah, namun lokasinya yang tidak tepat. Ia mempertanyakan kenapa harus di Gampong Pande yang berbatasan langsung dengan Gampong Jawa, yang diketahui terdapat ratusan peninggalan sejarah yang masih terkubur dan belum tersentuh penelitian.
“Kita sangat tidak sepakat pembangunannya di lokasi tersebut,” ungkapnya seperti dikutip dari Lintas Atjeh, Rabu (10/3/2021).
Khalis mengatakan, seharusnya Tim Tata Ruang Pemkot Banda Aceh lebih mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan untuk beberapa persoalan. “Hari ini, seperti proyek IPAL, ini kan sudah bermasalah. Kenapa sampai bisa kecolongan kajian amdal-nya,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan statement Walikota Banda Aceh yang menyebut penemuan nisan-nisan di Gampong Pande adalah pemakaman masyarakat biasa. Padahal, menurutnya, itu adalah nisan-nisan di era Kerajaan Aceh Darussalam.
Khalis menyebut pernyataan walikota tersebut menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak paham bagaimana ciri-ciri nisan yang diperuntukkan kepada ulama dan tokoh-tokoh penting kerabat kerajaan.
Bahkan, lembaga-lembaga yang bergerak di bidang cagar budaya menduga di situ juga terdapat beberapa makam raja-raja Gampong Pande yang belum ditemukan. Gampong Pande juga sangat cocok untuk dilakukan riset berlanjut.
“Menurut kami, ini bukanlah persoalan pegiat sejarah saja. Namun ini adalah persoalan kita bersama. Regulasi tentang lingkungan dan cagar budaya harus dijaga bersama,” ujar Khalis.
“Hari ini saya sebagai mahasiswa dan juga sebagai Ketua Forum Interaksi Mahasiswa Aceh sangat menyayangkan kebijakan Walikota Banda Aceh. Kami akan mencoba konsolidasikan kepada teman-teman mahasiswa lain di setiap kabupaten/kota di Aceh tentang persoalan ini. Persoalan yang disampaikan masyarakat hari ini kepada kami banyak sekali, dan IPAL ini termasuk salah satunya. Kami sebagai mahasiswa menyatakan dengan tegas menolak IPAL di lokasi tersebut,” tambahnya.
“Kami meminta pihak Pemkot Banda Aceh untuk segera merelokasikan proyek IPAL agar benda-benda cagar budaya dapat terselamatkan. Supaya sejarah dapat dikenang sepanjang masa oleh anak cucu kita. Itu harapan kami.” [wip]