(IslamToday ID) – Sedikitnya tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal dibubarkan karena perusahaan-perusahaan itu dinilai sudah tidak lagi memiliki kontribusi pada perekonomian. Tujuh perusahaan itu merupakan bagian dari BUMN yang saat ini sedang direstrukturisasi.
Namun pembubaran itu akan dilakukan dengan tidak memberikan dampak yang luas, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Ada 19 BUMN yang sedang direktrukturisasi, tujuh di antaranya dipertimbangkan untuk ditutup,” kata sumber yang enggan disebut namanya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (4/5/2021).
Dikonfirmasi mengenai rencana pembubaran BUMN ini, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga tidak mengiyakan atau membantah terkait dengan kabar tersebut.
Hingga saat ini masih belum jelas BUMN mana saja yang masuk dalam pertimbangan pembubaran ini.
Rencana pembubaran alias likuidasi BUMN ini sebenarnya telah sejak lama digaungkan oleh kementerian yang dipimpin Erick Thohir ini.
Tahun lalu, Kementerian BUMN menyebut setidaknya saat ini terdapat 14 perusahaan yang sudah dalam kategori dead weight dan siap untuk dilikuidasi. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sudah dianggap tak lagi memiliki nilai ekonomi.
Seluruh perusahaan ini diserahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PPA selaku “tukang jagal” untuk melikuidasi seluruh perusahaan itu.
Arya Sinulingga dalam sebuah webinar awal pekan ini menyebutkan bahwa kementerian telah melakukan analisis dan pemetaan terhadap kondisi operasional dan keuangan BUMN. Tujuan dilakukan hal ini adalah untuk merampingkan jumlah BUMN yang sebelumnya dari 144 perusahaan menjadi terus berkurang hingga nantinya hanya bersisa 41.
“Dulunya 144 BUMN sekarang 102, nantinya kan tinggal 30-an, jadi bagaimana menggabungkan. Kalau memang tidak bisa dipertahankan maka ada kemungkinan tutup, digabungkan atau bentuk strategis,” kata Arya.
Berdasarkan paparan yang disampaikannya, nantinya PPA setidaknya akan mengambil alih sebanyak 33 BUMN.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 19 perusahaan akan dikelola asetnya oleh PPA untuk disehatkan kondisinya. Sedangkan 14 lainnya telah disiapkan untuk dilikuidasi.
Untuk melakukan upaya tersebut, Arya menyebut kementerian perlu melakukan perluasan dari PP No 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Dengan adanya perluasan ini maka kementerian nantinya dapat memiliki wewenang untuk melakukan likuidasi atas perusahaan-perusahaan plat merah.
Arya menjelaskan, beberapa perusahaan yang dipastikan akan ditutup di antaranya PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang saat ini masih ada perusahaannya, namun sudah tak lagi beroperasi sejak lama.
Lalu BUMN lainnya yang juga disinggung adalah PT Kertas Kraft Aceh (Persero) dan PT Iglas (Persero).
PT Merpati Nusantara Airlines
Saat ini Merpati sudah termasuk dalam kategori perusahaan dead weight atau tidak dapat dioperasikan secara optimal.
Merpati Nusantara Airlines (MNA) didirikan pada tahun 1962 dan memiliki pusat operasi di Jakarta. Merpati resmi berhenti beroperasi pada 1 Februari 2014 karena masalah keuangan yang bersumber dari berbagai utang.
Berdasar catatan Bisnis pada 2018, kewajiban Merpati Rp 10,72 triliun dan aset Rp 1,21 triliun. Merpati juga sempat terancam pailit sebelum majelis hakim Pengadilan Niaga mengabulkan proposal perdamaian dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Merpati Nusantara Airlines dengan kreditur di Pengadilan Negeri Surabaya pada 2018 lalu.
“Menyatakan sah perdamaian dilakukan antara PT Merpati Nusantara Airlines (debitur dalam PKPU tetap) dengan para krediturnya sebagaimana telah disepakati bersama,” kata majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya kala itu.
Pada 2019 lalu, Garuda Indonesia Group bersama sembilan BUMN bersinergi menjalin kerja sama strategis mendukung komitmen restrukturisasi bisnis Merpati.
Kesembilan BUMN yang terlibat penyelamatan Merpati adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), Perum Bulog, Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), PT PLN (Persero), serta Himbara yang terdiri dari Bank BTN, Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI.
Perjanjian kerja sama tersebut meliputi kerja sama bidang Pelayanan Kargo Udara, Ground Handling, Maintenance Repair & Overhaul (MRO) dan Training Center.
Sementara itu, dilansir melalui Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019, Merpati memiliki nilai ekuitas yang diatribusikan kepada pemilik entitas senilai minus Rp 6,41 triliun. Adapun, seluruh aset yang dimiliki Merpati dioperasikan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. Merpati menjadi salah satu dari sejumlah BUMN yang menjadi “pasien” PPA hingga saat ini.
PT Kertas Kraft Aceh
PT Kertas Kraft Aceh (KKA) didirikan terutama untuk program swasembada pengadaan kertas kantong semen di dalam negeri. Didirikan pada tanggal 21 februari 1983 berdasarkan Surat Persetujuan Presiden Republik Indonesia No I/PMA/1983 tanggal 12 April 1983. Pada saat didirikan, PT KKA ditetapkan sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA).
Dalam perkembangannya, pada tanggal 19 April 1985 status PT KKA diubah menjadi penanaman modal dalam negeri (PMDN). Hal ini ditandai dengan keluarnya kepemilikan Georgia Pacific International Corporation Amerika Serikat.
Pemegang saham terbesar PT KKA adalah pemerintah sebesar 96,67 persen, sedangkan sisanya, 3,33 persen dipegang oleh PT Alas Helau. PT KKA memiliki pabrik dengan kapasitas terpasang 135.000 ton per tahun yang dibangun di kawasan industri Lhokseumawe, sekitar 30 km dari kota Lhokseumawe, Aceh Utara.
Sejak tanggal 31 Desember 2007 sampai saat ini, PT KAA menghentikan produksinya karena tidak memperoleh lagi bahan baku dan gas. Secara umum permasalahan PT KKA dibagi dalam dua aspek, yaitu aspek operasi dan aspek keuangan.
PT KKA mengalami ketidakpastian pasokan bahan baku kayu pinus dalam jumlah yang memadai pada harga yang wajar dan pasokan sumber bahan bakar dengan harga yang wajar. Dari segi aspek keuangan, PT KKA memiliki beban utang dengan jumlah yang sangat besar terutama utang kepada kreditur.
Hal ini menyebabkan kondisi keuangan perusahaan menjadi kurang baik. Terutama apabila PT KKA akan melakukan pinjaman kepada bank lain ataupun mencari mitra strategis untuk melakukan penanaman investasi di perusahaan.
Pada sekitar tahun 1985, saat masih muda Presiden Jokowi pernah bergabung di PT KAA di Lhokseumawe. Saat itu bahkan Ibu Iriana Jokowi sempat mengandung anak pertamanya di kota tersebut.
PT Iglas
PT Iglas atau Industri Gelas bergerak di bidang pembuatan kemasan gelas, khususnya botol. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 29 Oktober 1956, dan penyalaan dapur peleburan pertama dilakukan pada tahun 1959.
Iglas memproduksi berbagai jenis botol untuk memenuhi kebutuhan industri bir, minuman ringan, farmasi, makanan, dan kosmetika, dengan total kapasitas 340 ton per hari atau 78.205 ton per tahun.
Meski saat ini kondisinya compang-camping, PT Iglas sebenarnya pernah mengalami masa kejayaan. Perusahaan ini dulunya pernah merajai pangsa pasar kemasan berbasis gelas.
Banyak perusahaan di Indonesia yang mempercayakan pembuatan kemasannya pada BUMN yang berkantor pusat di Segoromadu, Gresik ini. Salah satu perusahaan yang bergantung pada PT Iglas adalah Coca-Cola. Hampir separuh pabrik PT Iglas dikerahkan untuk memproduksi botol beling Coca-Cola.
Kendati demikian, Cocal-Cola perlahan mengurangi pemesanan botol pada PT Iglas. Hal itu karena perusahaan asal Amerika Serikat ini mulai beralih menggunakan kemasan botol plastik.
Aset PT Iglas saat ini berada di bawah pengelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. Sepinya order membuat perusahaan itu terus mengalami keterpurukan dan pabriknya sudah tak lagi berproduksi sejak tahun 2015.
Merujuk laporan PPA, pada tahun 2008 aset PT Iglas hanya Rp 188,69 miliar, sedangkan utangnya mencapai Rp 318,99 miliar. Perusahaan mencatatkan rugi sebesar Rp 86,26 miliar.
Kemudian pada tahun 2017, asetnya susut menjadi Rp 119,87 miliar, beban utang Rp 1,09 triliun, ekuitas minus Rp 977,46 miliar, pendapatan Rp 824 juta, dan rugi bersih Rp 55,45 miliar.
Karena pabriknya berhenti beroperasi, Iglas melakukan PHK terhadap para karyawannya. Bahkan, aset PT Iglas berupa lahan eks pabrik di Jalan Ngagel bersengketa dengan Pemkot Surabaya.
Harusnya 30 Perusahaan
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, setidaknya saat ini ada 30 perusahaan plat merah yang harusnya sudah dibubarkan atau dilikuidasi. Sebab, puluhan perusahaan plat merah tersebut sudah tak bisa beroperasi. Namun, keberadaan BUMN tersebut masih ada hingga sekarang.
“Jadi sekarang ini gambaran saya minimal ada 30 BUMN yang sebetulnya sudah meninggal dunia, cuma mayatnya belum dikubur,” ujar Dahlan dalam diskusi virtual seperti dikutip dari Kompas, pada tanggal 29 September 2020.
Ia mencontohkan, perusahaan yang masuk dalam kategori tersebut misalnya PT Merpati Nusantara Airlines dan Perum Produksi Film Negara (PFN).
“Misalnya PFN, mau diubah jadi lembaga pembiayaan film, menurut saya akan merepotkan saja, sudahlah matikan saja, kuburkan saja. Lalu misalnya Merpati mau dihidupkan, dibutuhkan dana Rp 20 triliun. Mendingan Rp 20 triliun untuk membuat perusahaan baru, namanya kasih saja Merpati Perjuangan,” kata Dahlan.
Ia menambahkan, rencana melikuidasi 30 BUMN tersebut sebenarnya sudah tercetus sejak ia menjabat sebagai Menteri BUMN. Namun, hingga di pengujung jabatannya, 30 BUMN tersebut belum juga dilikuidasi. Saat itu, ia ingin memasukkan 30 perusahaan plat merah itu ke dalam PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Sehingga, proses pembubaran perusahaan-perusahaan tersebut akan jauh lebih mudah.
“Nah karena kalau statusnya berubah dari BUMN jadi anak perusahaan (PPA), mestinya proses likuidasinya bisa lebih mudah. Artinya tinggal RUPS membubarkan anak perusahaan, tapi ini juga memakan waktu yang panjang, sampai saya terakhir jadi menteri ini belum terlaksana. (30 BUMN) ini masih bergentayangan, mati juga tidak,” ungkapnya. [wip]