(IslamToday ID) – Pembentukan holding BUMN klaster pangan ditargetkan sudah terbentuk pada September 2021 mendatang. Hal itu ditegaskan oleh Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Arief Prasetyo Adi.
“Kami punya new hope (harapan baru) bahwa klaster pangan mohon dapat dukungan supaya bisa terbentuk maksimal kuartal 3 tahun ini, jadi di tahun 2021 ini di bulan september,” ujar Arief saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Rabu (19/5/2021).
Arief menerangkan, proses pembahasan antar kementerian yang intens dilakukan terkait percepatan pembentukan holding BUMN pangan. Yakni melibatkan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Sekretariat Negara, Setkab, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan kementerian terkait.
Pembahasan diantaranya terkait membuat buku kajian pemerseroan, draf rancangan peraturan pemerintah (RPP), izin prakarsa pemerseroan dan penggabungan, dan PAK pemerseroan. Adapun proses yang telah berjalan adalah pembuatan kajian penggabungan dan kajian imbreng.
Proses selanjutnya, pemerseroan dan merger beberapa klaster pangan. Misal, di bidang pertanian Sang Hyang Sri akan merger dengan Pertani, Bhanda Ghara Reksa dengan Perusahaan Perdagangan Indonesia. Kemudian di sektor perikanan, Perindo akan merger dengan Perinus.
“Jadi lintas lembaga kita sudah komunikasikan. Kemudian kajian-kajian mengenai pemerseroan dari Perindo juga sudah jadi. Proses merger juga sama, kajian dan pembahasan antara kementerian, berikutnya baru melakukan inbreng untuk pembentukan holding pangan,” terang Arief seperti dikutip dari Kontan.
Ia menyebut adanya holding BUMN pangan akan mensinergikan dan membuat efektif dan efisien dalam bekerja untuk satu kesatuan klaster pangan. Mulai dari proses input, logistic inbound, production, off take, primary processing, storage dan distribution, training sampai dengan end customer retail.
Arief menjelaskan, dalam rangka percepatan sudah dibentuk project management officer (PMO) yang terbagi dalam 7 stream yang bertugas untuk mengawal project charter percepatan pengembangan BUMN pangan.
Adapun 7 stream tersebut mulai dari pengembangan portofolio bisnis, pendanaan dan investasi, hingga transformasi. “Sekarang kami sudah konsolidasi baik eksisting bisnis, kemudian aset dari 9 BUMN pangan kurang lebih Rp 28 triliun,” ujarnya.
Melalui aset tersebut, holding BUMN pangan akan memilih mana aset yang prospektif dan bisa dikolaborasikan sehingga mempercepat peningkatan ketahanan pangan.
Arief mencontohkan, PT Bhanda Ghara Reksa sudah menggunakan warehouse management system yang memanfaatkan teknologi IT dan Internet of Things (IoT). “Harapannya teknologi ini bisa diimplementasikan ke BUMN klaster pangan lainnya,” kata Arief.
Secara keseluruhan ia menyebut ada enam perusahaan BUMN pangan yang akan dimerger menjadi tiga perusahaan. PT RNI sendiri nanti akan menjadi induk pada holding BUMN pangan.
“Bidang PT Pertani dengan SHS bisnisnya benih dan beras, kemudian satu lagi Perindo dengan Perinus, BGR dengan PT PPI. Sementara PT Garam dan PT Berdikari sendiri tidak merger, jadi hanya enam perusahaan jadi tiga,” jelasnya.
Bisnis Lebih Terintegrasi
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pembentukan holding BUMN pangan dalam rangka untuk membuat rencana bisnis lebih terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Perusahaan ini juga akan mendivestasikan bisnis-bisnis yang saat ini berada di luar bisnis intinya. Hal ini dilakukan setelah proses merger dan akuisisi untuk perusahaan yang disebutkan.
Beberapa rencana yang akan dilakukan seperti pemenuhan lahan tanam, perluasan lahan air sehingga area penangkapan ikan menjadi luas, selain itu juga perluasan area garam. Rencana besar lainnya mentransformasikan Perum Bulog menjadi Badan Pangan Nasional.
Dengan terbentuknya holding ini, diharapkan BUMN ini menjadi penyedia solusi terintegrasi untuk petani, peternak, dan nelayan dengan mengimplementasikan otomatisasi produksi.
“Tujuan akhirnya adalah terciptanya sistem supply chain yang diharapkan akan menjadi terhubung, mulai komoditas pertanian hingga harga konsumen di akhir tetap terjaga,” jelas Erick.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV G Budisatrio Djiwandono mengatakan masalah utama BUMN saat ini terletak pada tata kelola atau governance. Menurutnya, BUMN dituntut profesional sama halnya dengan swasta.
Selain itu, ia mengatakan, masalah yang dihadapi BUMN adalah tumpah tindih regulasi.
“Tumpang tindih kebijakan dan regulasi merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan komunikasi antara kementerian maupun antara pemerintah dengan BUMN menjadi kurang sejalan, sehingga berdampak kepada disfungsi peran operator dalam memproduksi maupun mendistribusikan sarana prasarana maupun komoditas pertanian dan kelautan perikanan,” ungkapnya. [wip]