(IslamToday ID) – Maskapai BUMN PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dikabarkan memiliki utang hingga Rp 70 triliun.
Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra dalam pernyataannya kepada karyawan perusahaan mengatakan emiten penerbangan plat merah ini dalam kondisi berat secara finansial.
Ia mengatakan Garuda Indonesia memiliki utang sebesar Rp 70 triliun atau 4,9 miliar dolar AS. Jumlah utang tersebut bertambah lebih dari Rp 1 triliun per bulannya seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok.
“Saat ini arus kas GIAA berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp 41 triliun,” ungkapnya seperti dikutip dari Bisnis.com, Ahad (23/5/2021).
Garuda Indonesia juga akan melakukan restrukturisasi bisnis yang mencakup pengurangan jumlah armada pesawat hingga 50 persen. Upaya tersebut perlu dilakukan guna mengatasi krisis yang diakibatkan oleh pandemi virus corona. Salah satu bentuk restrukturisasi tersebut adalah melalui pengurangan armada pesawat yang beroperasi.
“Kami memiliki 142 pesawat dan menurut perhitungan awal terkait dampak pemulihan saat ini, GIAA kemungkinan akan beroperasi dengan tidak lebih dari 70 pesawat,” ujarnya.
Jumlah armada pesawat tersebut mencakup seluruh sektor usaha GIAA kecuali untuk Citilink. Irfan menyebutkan, Garuda Indonesia saat ini beroperasi dengan 41 pesawat dan tidak dapat menerbangkan armada yang tersisa karena tidak dapat membayarkan utang kepada kreditur selama berbulan-bulan.
Adapun, Irfan menolak memberi komentar terkait kabar ini saat dikonfirmasi Bloomberg. Departemen Corporate Communications perusahaan juga tidak merespons saat dimintai keterangan.
Dampak pandemi virus corona juga terasa pada penurunan harga sukuk Garuda Indonesia. Tercatat, selama sebulan terakhir harga sukuk yang diterbitkan GIAA senilai 500 juta dolar AS turun sekitar 7 sen ke 81.
Level tersebut merupakan harga terendah sejak Januari 2021 lalu. Sebelumnya, pada Juni tahun lalu, GIAA berhasil memperoleh persetujuan dari investor untuk memperpanjang masa jatuh tempo sukuk tersebut selama tiga tahun.
Dalam pernyataan terpisah, Jumat (21/5/2021) lalu, Irfan juga mengatakan pihaknya tengah berada dalam tahap awal penawaran program pensiun dini yang efektif 1 Juli 2021 sebagai upaya penghematan biaya.
Garuda Indonesia saat ini memiliki 15.368 karyawan dan mengoperasikan 210 pesawat hingga September 2020 lalu. Volume penumpang seluruh kelompok perusahaan Garuda Indonesia anjlok 66 persen pada tahun lalu seiring dengan pembatasan perjalanan lintas negara dan rendahnya permintaan domestik.
Pada pertengahan 2020 lalu, Garuda Indonesia juga telah merumahkan 825 karyawannya setelah melakukan pemotongan gaji.
Saat rapat dengan DPR 14 Juli 2021, Irfan mengatakan per 1 Juli 2020, total utang Garuda Indonesia mencapai 2,218 miliar dolar AS atau sekitar Rp 32 triliun. Adapun berdasarkan laporan posisi keuangan konsolidasian 30 September 2020 yang ada di situs resmi Garuda, total liabilitas perseroan mencapai 10,361 miliar dolar AS.
Ratusan Karyawan Ajukan Pensiun Dini
Garuda Indonesia tercatat telah dua kali menawarkan program pensiun dini kepada pegawainya selama pandemi Covid-19. Pensiun dini pertama ditawarkan pada Juli 2020 sebagai langkah efisiensi perusahaan akibat tekanan krisis.
Adapun, tawaran pensiun dini disampaikan setelah perseroan mengambil kebijakan mempercepat masa kontrak karyawan tidak tetap. “Beberapa ratus orang sudah mengajukan pensiun dini,” tutur Irfan saat ditemui di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Juli tahun lalu.
Sejak pandemi, Garuda telah kehilangan pendapatannya dari penjualan tiket penumpang. Jumlah okupansi penumpang emiten berkode GIAA itu pun melorot tajam dengan kondisi terparah pada kuartal II 2020. Penumpang Garuda tak lebih dari 50 persen kapasitas. Jebloknya jumlah penumpang membuat keuangan perseroan goyang.
Perusahaan pelat merah itu pun tercatat membukukan kerugian sebesar 712,72 juta dolar AS atau setara dengan Rp 10,34 triliun pada semester pertama 2020. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, manajemen Garuda kala itu memastikan karyawan yang diberi tawaran pensiun dini adalah mereka yang sudah berusia 45 tahun ke atas.
Irfan saat itu memastikan perusahaan memenuhi hak-hak terhadap karyawan seperti pesangon. Hingga semester II, sebanyak 400 karyawan Garuda telah mengambil opsi pensiun dini tersebut.
Irfan kala itu mengklaim, opsi pensiun dini banyak diminati karyawan. “Karyawan yang mau punya usaha di luar, punya opportunity lain, mereka mau ambil,” tuturnya.
Informasi mengenai penawaran pensiun dini itu dibenarkan oleh Presiden Asosiasi Pilot Garuda Muzaeni. “Betul, sudah ada yang mengajukan,” ujarnya.
Dari notulensi rapat, manajemen mengatakan program pensiun dini akan disetujui 100 persen. Sebab, manajemen dalam pertemuan tersebut mengatakan kerugian perusahaan telah mencapai Rp 70 triliun.
Setiap bulan, perusahaan rugi lebih dari Rp 1 triliun. Adapun total karyawan akan disesuaikan dengan kebutuhan. Garuda Indonesia membuka opsi menggunakan jasa karyawan yang mengikuti program pensiun dini jika dibutuhkan. Namun, tidak ada kontrak kerja yang mendasari kesepakatan ini. [wip]