(IslamToday ID) – Tahun ini pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengalokasikan impor garam untuk industri sebanyak 3 juta ton. Sejauh ini yang sudah masuk ke Indonesia sebanyak 400.000-an ton.
Kuota impor garam sendiri ditetapkan dalam rakortas yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Nah impor sendiri ini kan kemarin di hasil rakortas ini kan di awal Januari diputuskan, jadi proses impor itu kan satu bulan. Jadi ini baru dua bulan lah, ini sekitar baru 400.000 (ton) yang sudah masuk,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono seperti dikutip dari Detikcom, Ahad (2/5/2021).
Dijelaskannya, sebagian masih berproses dan ada yang sedang dalam perjalanan dari negara eksportir garam.
“Kan ada yang masih dalam perjalanan, itu kan lama ya, ada yang dari Australia, ada yang dari India, ada beberapa negara yang besar lah yang produsen. Nah seperti itu, memang belum begitu banyak,” ujarnya.
Industri yang mendapat alokasi impor pun bisa saja tidak memenuhi kuota 3 juta ton. Hal itu tergantung bagaimana perkembangan ke depannya terkait kebutuhan masing-masing industri.
Tapi pemerintah dalam menetapkan kuota impor 3 juta ton sudah melalui perhitungan dan pembahasan panjang. Menurutnya, beberapa sektor industri pengguna garam mulai menambah kapasitas produksinya, dari industri chlor alkali plant (CAP) hingga makanan.
“Dalam pelaksanaannya, mereka kan menghitung. Artinya kalau memang mereka sudah cukup bahan bakunya, mereka kan nggak akan mau impor banyak-banyak untuk bahan baku yang idle (nganggur) gitu lho,” sebutnya.
Jadi, dalam hal ini pemerintah hanya memberikan jaminan atas kebutuhan bahan baku yang kemungkinan akan meningkatkan seiring bertambahnya kapasitas produksi. Bahkan bisa saja nantinya kebutuhan impor garam industri meningkat dari sebelumnya 3 juta ton.
“Kalau umpamanya tiba-tiba (kebutuhan garam) naik harus ada antisipasinya juga. Jadi tidak menutup kemungkinan ada pergeseran, tetapi sementara ini kita sepakati kuotanya 3,077 (juta ton) tadi dulu. Tidak menutup kemungkinan ada tambahan,” tambah Fridy.
Kedaulatan Petambak Garam
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyoroti masih tingginya tingkat ketergantungan Indonesia terhadap impor garam yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Ini tidak selaras dengan prinsip kedaulatan pangan.
“Impor garam di Indonesia terus mengalami kenaikan dan tidak bisa ditinggalkan karena pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri,” kata Sekjen Kiara, Susan Herawati seperti dikutip dari Republika, Senin (24/5/2021).
Menurutnya, regulasi PP tersebut tidak berpihak kepada kedaulatan petambak garam Indonesia karena akan semakin mempermudah impor komoditas perikanan dan pergaraman yang selama ini hanya menguntungkan pengimpor.
Ia mengemukakan bahwa berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kiara, impor garam secara kumulatif pada empat bulan pertama (kuartal) tahun 2021 tercatat sebanyak 379.910 ton atau naik 19,60 persen dibandingkan kuartal pertama tahun 2020 yang tercatat hanya sebanyak 317.642 ton.
“Realisasi impor tersebut naik 275 persen dari Februari 2021 yang hanya sebanyak 79.929 ton. Jika dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun sebelumnya, impor garam naik 54,02 persen, di mana pada Maret 2020 komoditas ini hanya 194.608 ton,” paparnya.
Susan juga mengemukakan bahwa impor garam semakin dipermudah dengan disahkannya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pada pasal 37 ayat 1 UU Cipta Kerja disebut bahwa pemerintah pusat mengendalikan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman.
Menurut Susan, UU Cipta Kerja dan PP No 27 Tahun 2021 tetap mengizinkan impor garam, meskipun di Indonesia sedang berada pada musim panen garam. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan kebutuhan garam nasional tahun ini mencapai 4,6 juta ton, yang sebagian besar atau sekitar 84 persennya merupakan kebutuhan dari industri manufaktur.
Kebutuhan garam untuk industri yang tinggi selama ini masih dipenuhi dari impor. Berdasarkan neraca garam 2020, volume garam impor berkontribusi hingga 50,29 persen dari ketersediaan garam nasional. Adapun kebutuhan garam nasional tahun lalu sebanyak 4,46 juta ton dengan kebutuhan industri mencapai 83,86 persen atau 3,74 juta ton.
Benahi Garam Rakyat
Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur juga meminta pemerintah membenahi hulu-hilir industri garam rakyat yang terus terpuruk. Harga garam yang anjlok mempengaruhi kinerja perusahaan.
Dalam surat yang dilayangkan kepada Presiden Jokowi, 21 Mei 2021, HMPG Jawa Timur meminta pemerintah untuk melindungi usaha hulu-hilir garam nasional. Pemerintah dinilai perlu menghentikan kuota impor garam bagi industri aneka pangan.
Kebutuhan bahan baku garam industri aneka pangan diharapkan dapat dimasukkan ke klaster garam konsumsi karena dapat dipenuhi dari garam nasional. Selain itu, diperlukan dorongan agar industri lebih optimal menyerap garam rakyat dengan harga layak.
Direktur Utama PT Garam Achmad Ardianto mengemukakan, harga garam yang anjlok sangat mempengaruhi kinerja perusahaan.
Pendapatan perseroan pada triwulan I (Januari-Maret) 2021 sebesar Rp 55 miliar dari target Rp 142 miliar. Stok bahan baku garam yang menumpuk salah satunya dipicu kesulitan menjual garam di pasaran.
Tahun ini, perseroan menargetkan produksi garam 400.000 ton, termasuk penyerapan garam rakyat. Adapun target penjualan garam sebesar 450.000 ton, sebagian diambil dari stok. [wip]