(IslamToday ID) – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) mengatakan ada diskriminasi penindakan terhadap para pelanggar protokol kesehatan dalam kasus yang menjerat Habib Rizieq Shihab (HRS).
Hal itu disampaikan ketika hakim membacakan pertimbangan hukum terhadap HRS dalam perkara kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/5/2021).
“Mencermati fenomena tersebut majelis berpendapat sebagai berikut, telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang harusnya tidak terjadi di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya sebagai negara hukum,” ujar hakim saat membacakan pertimbangan vonis.
Hakim mengacu pada pertanyaan HRS, penasihat hukum, maupun keterangan saksi yang sempat dihadirkan di persidangan beberapa waktu belakangan.
Hakim menyatakan banyak terjadi kerumunan massa yang mengabaikan protokol kesehatan. Namun tidak memiliki dampak terhadap persoalan hukum.
Atas hal tersebut, hakim menilai diskriminasi tersebut seharusnya tidak terjadi di Indonesia. Terlebih, Indonesia berstatus sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan dalam konstitusinya.
“Terjadi pengabaian terhadap masyarakat karena masyarakat sudah jenuh terhadap Covid-19 dan ada pembedaan perlakuan di masyarakat satu sama lain,” kata hakim seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Selain itu, hakim juga menilai perbuatan HRS tergolong kesalahan tidak disengaja dalam perkara kerumunan di Megamendung. “Perbuatan terdakwa merupakan delik culpa atau kesalahan yang tak disengaja,” kata hakim.
Majelis hakim kemudian memvonis HRS dengan hukuman denda Rp 20 juta dalam perkara tersebut. Apabila tidak dibayar maka diganti pidana lima bulan penjara.
Vonis Delapan Bulan
Sedangkan di kasus kerumunan di Petamburan, HRS divonis delapan bulan penjara karena dinilai abai terhadap protokol kesehatan pencegahan virus corona.
“Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa Rizieq Shihab, Haris Ubaidillah, Shabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Alhasyi, dan Maman Suryadi dengan pidana penjara masing-masing selama delapan bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa di PN Jaktim.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut HRS selama dua tahun penjara dan pencabutan hak untuk menjadi pengurus ormas selama tiga tahun.
Hakim menyatakan lamanya terdakwa ditahan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan. “Menyatakan terdakwa tetap dalam tahanan,” katanya.
Dalam kasus ini HRS dinyatakan melanggar Pasal 93 UU RI No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, kasus kerumunan abai protokol kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat terjadi tak lama setelah HRS tiba di Indonesia usai sekian tahun berada di Arab Saudi. HRS dan FPI membuat acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan acara perkawinan putrinya di Petamburan hingga menimbulkan kerumunan.
Penghasutan Tak Terbukti
Majelis hakim PN Jaktim juga menyatakan HRS dan lima terdakwa lainnya tidak terbukti melakukan penghasutan di perkara kerumunan di acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan, Jakarta Pusat.
HRS divonis bersama lima terdakwa lainnya dalam perkara yang sama yakni Ahmad Shabri Lubis, Haris Ubaidillah, Ali bin Alwi Alatas, Maman Suryadi, dan Idrus.
“Sesuai fakta tidak ada melakukan penghasutan,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa.
Diketahui, Jaksa mendakwa HRS dengan lima pasal alternatif. Salah satunya pasal penghasutan atau Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 UU RI No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari lima pasal tersebut, HRS hanya terbukti pada dakwaan melanggar Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim menilai pasal penghasutan yang didakwakan jaksa sangat berat apabila dituduhkan kepada para terdakwa.
“Tuntutan pidana tersebut jika memperhatikan perbuatan dan kesalahan terdakwa dipandang agak berat bagi terdakwa-terdakwa karena penuntut umum mendasarkan tuntutan pada dakwaan pertama pada pasal 160 KUHP,” ucap hakim.
Selain itu, hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan yang meringankan dalam perkara tersebut. Pertimbangan yang memberatkan yakni HRS Cs dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Sementara yang hal meringankan, HRS Cs dinilai jujur dalam persidangan sehingga memudahkan jalannya sidang. “Terdakwa juga mempunyai tanggungan keluarga, dan terdakwa-terdakwa sebagai guru agama Islam,” kata hakim. [wip]