(IslamToday ID) – Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono adalah salah satu dari 75 pegawai KPK yang bakal dipecat karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
Padahal ia adalah penerima penghargaan Makarti Bhakti Nagari Award pada Desember 2020 sebagai lulusan terbaik Pelatihan Kepemimpinan Nasional II Angkatan XVII di LAN.
“Saya termasuk yang tidak menyetujui bahwa kita tidak lulus. Kita tuh mungkin lulus dengan cum laude. Karena nilainya terlalu bagus, ketinggian passing grade–nya malah nggak boleh,” kata Giri seperti dikutip dari Detikcom, Jumat (28/5/2021).
Lulusan dari Institute to Social Studies-Erasmus University of Rotterdam itu juga pernah bekerja di badan PBB dengan gaji besar. Tapi kemudian ia memilih bergabung dengan KPK yang gajinya cuma 1/3 dari yang diterima sebelumnya.
“Ya karena alasan cinta bangsa dan negeri ini agar bebas dari korupsi. Mungkin terdengar retoris, tapi faktanya demikian,” ujar Giri.
Apalagi kemudian ia juga kerap diminta mengajar di Lemhanas, Sesko-AD, Kementerian Pertahanan, Sespim Polri, para pejabat eselon 1 dan para kepala daerah hingga menteri. Materinya antara lain mengajarkan soal integritas. “Tapi kemudian divonis tidak lulus tes wawasan kebangsaan, ini kan aneh sekali,” tegasnya.
Ia menilai semua pegawai di KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan sebagai figur-figur cemerlang. Tapi yang boleh dianggap sebagai lokomotif dalam pemberantasan korupsi adalah 75 pegawai yang justu dinyatakan tidak lulus. Fakta lain, banyak dari yang tidak lulus itu justru tengah menangani sejumlah kasus besar.
Giri yang sudah 16 tahun bekerja di KPK antara lain menyebut nama seperti Rizka Anung Nata, Andre Harun, Rasamala, Herry Muryanto, Ambarita Damanik, Harun Al Rasyid sebagai sosok yang disegani karena prestasi dan integritasnya. Kiprah mereka dan timnya mungkin dianggap membahayakan karena sekalipun UU KPK sudah direvisi tetap dapat menangkap para pejabat lewat operasi tangkap tangan (OTT).
“75 Pegawai yang dinyatakan tidak lulus ini merupakan pilar atau lokomotif dari 1.600-an pegawai KPK dalam memberantas korupsi. Sembilan Ketua Satgas yang diberhentikan ini paling banyak melakukan OTT, sedang menangani kasus-kasus besar,” beber Giri.
Dengan rekam jejak mumpuni dan integritas yang teruji, ia tidak percaya bila 51 dari 75 pegawai itu kemudian dimasukkan dalam kategori “merah” dan tidak bisa dibina lagi.
Ia curiga TWK itu tak lebih dari rekayasa jahat. Penyingkiran sengaja dilakukan agar pihak-pihak yang punya niat jahat untuk kepentingan Pemilu dan Pilpres 2024 dapat leluasa menggarong APBN. Sebab, dunia bisnis saat ini sedang ambruk karena pandemi.
“Sumber utamanya adalah APBN, yang selama ini diawasi BPK dan KPK, gitu kan. Jadi saya takut sekali kalau 75 orang ini dipreteli, kemudian mereka dengan leluasa menggarong APBN ini,” kata Giri.
Sebagai pengajar wawasan kebangsaan di banyak lembaga negara, ia justru menilai seharusnya mereka semua diberi nila kelulusan cum laude. Juga sangat layak diberi gelar pahlawan, bukan malah disingkirkan.
“Apakah menangkapi koruptor itu tidak punya wawasan kebangsaan? Apakah mengembalikan kerugian negara ratusan miliar bahkan triliunan itu tidak dianggap sebagai jasa,” ujarnya. [wip]