(IslamToday ID) – Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tahun 2019 kembali dibahas dan disosialisasikan ke 11 kota sejak Februari hingga Juni 2021.
Dalam draf tersebut mengatur sejumlah ketentuan yang dapat dijatuhi hukuman pidana. Sejumlah profesi juga terancam dijatuhi denda dan hukuman penjara.
Dukun santet terancam penjara 3 tahun. Dalam pasal 252 RKUHP ayat (1) dan (2) mengatur dukun santet terancam hukuman penjara atau denda.
Ayat 1 dalam pasal tersebut dijelaskan dukun santet atau orang yang mengaku-ngaku mempunyai kekuatan gaib dapat dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
“Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi pasal 252 ayat (1) RKUHP seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (8/6/2021).
Sementara dalam ayat (2) dijelaskan dukun santet juga terancam tambahan pidana denda paling banyak Rp 200 juta jika menggunakan kekuatan gaibnya untuk mencari untung.
“Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) kategori IV, Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),” bunyi pasal 252 ayat (2) RKUHP.
Kemudian tukang gigi terancam 5 tahun penjara. Dalam draf RKUHP juga mengatur orang yang memberikan pelayanan pengobatan gigi terancam penjara paling lama 5 tahun penjara jika tidak memiliki izin praktik.
“Setiap dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi pasal 276 ayat (1) RKUHP.
“Setiap orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,” bunyi pasal 276 ayat (2) RKUHP.
Selanjutnya, gelandangan bisa didenda Rp 1 Juta. Pasal 431 RKUHP mengatur gelandangan di Indonesia dapat dijatuhi hukuman pidana denda.
Pidana denda yang diberikan kepada gelandangan masuk ke dalam kategori I. Sebagaimana pasal 79 RKUHP, pidana denda kategori I yaitu Rp 1 juta.
“Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I,” bunyi pasal 431 RKUHP.
Kepentingan Pertahanan Negara
Draf RKUHP terbaru membuka peluang menjerat orang yang tak memiliki kewenangan membuat hingga menyembunyikan foto atau video yang berkaitan dengan kepentingan pertahanan negara.
Ancaman hukum terkait perkara ini yaitu pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta.
Hal itu tertuang di dalam pasal 197 paragraf 1 tentang Pertahanan Negara Bagian Ketiga tentang Tindak Pidana terhadap Pertahanan Negara.
“Setiap orang yang tanpa wewenang membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, atau mengangkut gambar potret, gambar lukis, gambar tangan, atau video pengukuran, penulisan, keterangan, atau petunjuk lain mengenai suatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” demikian bunyi pasal tersebut sebagaimana tertuang dalam draf RKUHP.
Kemudian, pasal 198 menyatakan bahwa setiap orang yang ditugaskan oleh pemerintah untuk mengadakan perundingan dengan negara asing, bertindak merugikan pertahanan negara dapat terancam pidana penjara paling lama 12 tahun.
Selanjutnya, pasal 199 menyatakan bahwa setiap WNI yang ikut serta melakukan perang atau latihan militer atau bergabung dalam suatu organisasi tertentu untuk melakukan perang atau latihan militer di luar negeri dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal enam tahun.
Namun, ketentuan itu tidak berlaku bagi anggota TNI dan Polri yang mendapat persetujuan pemerintah. [wip]