(IslamToday ID) – Habib Rizieq Shihab (HRS) menyatakan dirinya tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai Imam Besar umat Islam. Ia bahkan mengaku belum layak menjadi Imam Besar dengan kekurangan dan kesalahan yang dimilikinya selama ini.
Pernyataan HRS itu disampaikan dalam dupliknya untuk membalas pernyataan jaksa dalam repliknya yang menyebut status Imam Besar yang melekat pada HRS hanya sekadar isapan jempol.
“Bahwa saya tidak pernah menyebut diri saya sebagai Imam Besar, apalagi mendeklarasikan diri sebagai Imam Besar, karena saya tahu dan menyadari betul betapa banyak kekurangan dan kesalahan yang saya miliki. Sehingga saya pun berpendapat bahwa saya belum pantas disebut sebagai Imam Besar,” kata HRS di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (17/6/2021).
Ia menilai status Imam Besar yang diberikan kepada dirinya sebagai tanda cinta dari umat Islam di berbagai daerah di Indonesia.
Ia menyatakan hinaan jaksa terhadap istilah “Imam Besar hanya isapan jempol” bukanlah hinaan JPU terhadap dirinya. Sehingga, ia tidak merasa terhina atau merasa tersinggung atas hinaan tersebut.
“Sebutan Imam Besar untuk saya datang dari Umat Islam yang lugu dan polos serta tulus di berbagai daerah di Indonesia. Saya pun berpendapat sebutan ini untuk saya agak berlebihan. Namun saya memahami bahwa ini adalah romzul mahabbah, yaitu tanda cinta dari mereka terhadap orang yang mereka cintai,” ucap HRS seperti dikutip dari Detikcom.
Ia hanya khawatir umat Islam menganggap pernyataan jaksa sebagai hinaan. Ia juga khawatir PN Jaktim bakal dikerumuni pendukungnya pada sidang vonis nanti. Ia mengatakan pernyataan jaksa itu bisa menimbulkan kebencian di kalangan pendukungnya.
“Dan saya lebih khawatir lagi kalau hinaan JPU tersebut akan ditafsirkan oleh umat Islam Indonesia sebagai tantangan, sehingga akan jadi pendorong semangat mereka untuk datang dan hadir serta mengepung dari segala penjuru Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini, untuk menyaksikan langsung sidang terakhir, yaitu sidang putusan pada hari Kamis tanggal 24 Juni 2021 yang akan datang,” katanya.
HRS pun menasihati jaksa agar berhati-hati dalam berkata terkait sebutan Imam Besar. Menurutnya, pendukungnya siap membela dirinya jika dihina orang lain.
“Nasihat saya kepada JPU agar hati-hati. Jangan menantang para pecinta, karena cinta itu punya kekuatan dahsyat, yang takkan pernah takut akan tantangan dan ancaman. Saya tidak bisa membayangkan di masa pandemi yang semakin parah ini, bagaimana jika jutaan pecinta yang kemarin menyambut kepulangan saya di bandara terprovokasi oleh tantangan JPU, lalu berbondong-bondong mendatangi pengadilan ini dari segala penjuru,” jelasnya sebutnya.
HRS pun menyebut pendukungnya lebih dari 7 juta orang. Angka ini disebutnya dari beberapa aksi. Ia khawatir pendukungnya yang jutaan orang itu mengerumuni PN Jaktim.
“Apalagi jika 7,5 juta peserta aksi 212 tahun 2016, terlebih-lebih 15 juta peserta reuni 212 tahun 2018, yang datang berbondong-bondong mengepung pengadilan ini untuk menyambut tantangan JPU sekaligus membuktikan kekuatan cinta mereka, maka saya lebih tidak bisa membayangkannya lagi. Sekali lagi nasihat saya untuk JPU dan juga untuk semua musuh yang membenci saya, hati-hati, jangan menantang para pecinta, karena cinta tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan kebencian,” katanya.
Sebelumnya, saat membacakan replik, jaksa menyampaikan HRS acap kali menyampaikan kata-kata yang tidak sehat dan emosional. Jaksa juga menilai HRS sembarangan menuding lewat pleidoi pada persidangan 10 Juni kemarin.
“Sudah biasa berbohong, manuver jahat, ngotot, keras kepala, iblis mana yang merasuki, sangat jahat dan meresahkan, sebagaimana dalam pleidoi. Kebodohan dan kedunguan, serta kebatilan terhadap aturan dijadikan alat oligarki sebagaimana pada pleidoi,” kata jaksa saat itu.
Kalimat-kalimat tidak etis dinilai jaksa tidak pantas diucapkan oleh tokoh agama. Tapi HRS didengarnya bergelar Imam Besar. Tepat di sinilah jaksa menilai gelar itu cuma bohong.
“Kalimat-kalimat seperti inilah dilontarkan terdakwa dan tidak seharusnya diucapkan yang mengaku dirinya ber-akhlakul karimah, tetapi dengan mudahnya terdakwa menggunakan kata-kata kasar sebagaimana di atas. Padahal status terdakwa sebagai guru, yang dituakan, tokoh, dan berilmu ternyata yang didengung-dengungkan sebagaimana Imam Besar hanya isapan jempol belaka,” tutur jaksa.
HRS sendiri telah dituntut selama 6 tahun penjara oleh jaksa dalam perkara penyebaran kabar bohong hasil tes swab virus corona di RS Ummi, Bogor, Jawa Barat. [wip]