(IslamToday ID) – Anggota Komisi III DPR RI, Santoso mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atas respons cepat menindak mafia tanah khususnya di Jawa Tengah (Jateng). Kasus yang sudah mandek selama kurang lebih 3 tahun itu, kini sudah diproses dengan cepat yang dibuktikan dengan gelar perkara di Bareskrim Polri.
“Program Presisi terus mendapatkan simpati masyarakat karena dalam tugas mengayomi dan melindungi semakin profesional. Kepercayaan semakin tinggi terhadap institusi kepolisian,” kata Santoso seperti dikutip dari Berita Yahoo, Jumat (18/6/2021).
Menurutnya, kasus mafia tanah di Indonesia sudah seharusnya diberantas agar tidak berkembang dan merugikan masyarakat yang memang pemilik sah tanah-tanah tersebut. Seperti halnya yang terjadi di Jawa Tengah yang memakan korban sebanyak 15 orang dengan kerugian mencapai Rp 95 miliar.
“Sepanjang zaman soal mafia tanah, kasus Jawa Tengah termasuk kasus mafia tanah terbesar dan terorganisir, sehingga pelaku hingga saat ini masih melenggang dan bebas dari jeratan hukum,” kata Santoso.
Ia menjelaskan, persoalan mafia tanah yang mendapat perhatian serius dari Presiden Jokowi dan masyarakat luas, yang kemudian segera membentuk Satgas Anti Mafia Tanah dan langsung bekerja cepat mengusut kejahatan terorganisir tersebut.
“Bukti konkret mafia tanah yang terjadi di Semarang, Salatiga, Yogyakarta, dan Kudus. Kami sangat mengapresiasi program Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Tentu saja program ini akan membuat wajah pelayanan kepolisian semakin profesional di mata masyarakat. Langkah jajaran Polri dalam memberantas mafia tanah di seantero negeri terus mendapat apresiasi berbagai kalangan,” ujar Santoso.
Untuk itu, lanjut Santoso, kinerja Kapolri saat ini telah banyak menghasilkan layanan kepolisian, dimana program tersebut lebih mudah diakses masyarakat, cepat, dan terjaminnya transparansi hukum.
“Sekali lagi saya sampaikan ke Pak Kapolri untuk memproses setiap perkara hukum, termasuk di dalamnya soal dugaan mafia tanah yang sudah dilakukan seorang anak muda berinisial AH asal Semarang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara kasus mafia tanah di Jawa Tengah dengan terlapor berinisial AH pada Rabu, 9 Juni 2021.
Dalam gelar perkara itu terungkap temuan adanya pemalsuan surat kuasa dan KTP yang diduga dilakukan oleh AH dengan korban atas nama K.
K merupakan satu dari 15 korban mafia tanah yang diduga dilakukan AH dengan kerugian total sekitar Rp 95 miliar. K menjadi korban dalam kasus jual beli tanah miliknya yang ada di Kabupaten Kudus.
“Gelar perkara hari ini menyidangkan laporan K sebagai korban penipuan oleh AH. Indikasinya sangat kuat, karena K nggak pernah memberikan surat kuasa jual untuk objek tanahnya yang ada di Kudus. Sehingga K dengan adanya tanah miliknya yang telah berganti nama dan ada akte jual beli dengan AH, dan dia sudah menjadikan tiga objek tanahnya ini jadi hipotek di Bank Mandiri Semarang,” kata Lukmanul Hakim, kuasa hukum 15 korban mafia tanah Jawa Tengah di Bareskrim Polri.
Padahal, katanya, K tidak pernah memberikan surat kuasa jual kepada AH. Namun tiba-tiba ada surat kuasa tersebut.
Menurut Lukman, berkaitan dengan kasus penipuan ini, Polda Jateng sudah menaikkan ke tingkat penyidikan. Polda Jateng sudah menetapkan N yang diketahui merupakan staf notaris yang menjadi relasi AH sebagai tersangka.
“Kita paham surat kuasa jual memang di-creat oleh N yang merupakan relasi dari AH, dan ia statusnya sebagai staf di kantor notaris. N akhirnya dianggap sebagai pelaku, sehingga ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.
Namun yang jadi masalah selanjutnya, kata Lukman, kenapa kasus pemalsuan ini hanya berhenti di nama N. Padahal sudah jelas, katanya, dalam gelar perkara hari ini disebutkan bahwa N hanya menjalankan perintah AH.
“Jadi, sangat tidak mungkin N sebagai staf melakukan itu semua jika tanpa ada perintah. Ternyata pengakuan Bu N tadi, dia disuruh AH. Pertanyaannya hasil dari manipulasi data dan rekayasa yang dibuat oleh AH, duitnya kemana? Siapa yang menikmati? Kan surat kuasa yang dipalsukan oleh AH untuk bertransaksi menjadi jaminan di bank di Semarang, dan duitnya sudah keluar. Sementara K sampai saat ini belum pernah menerima duit dari jual beli tanah dari tiga lokasi di Kudus itu,” tandasnya. [wip]