(IslamToday ID) – Koordinator Presidium Jaringan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (JPMI) Deni Iskandar mendesak KPK ambil alih kasus korupsi dana hibah pondok pesantren (ponpes) di Banten yang saat ini tengah ditangani Kejati Banten.
Melalui keterangan tertulis, Deni mengatakan Kejati Banten dalam tekanan sehingga penanganan kasusnya menjadi lambat. Pasalnya, hingga saat ini Kejati belum mampu mengungkap aktor intelektual kasus tersebut.
“Kami melihat bahwa kerja-kerja Kejati Banten, posisinya diduga sedang berada dalam tekanan. Dari hasil penglihatan kami, justru sampai saat ini, Kejati belum mengungkap aktor atau dalang dibalik kasus korupsi hibah ponpes ini,” kata Deni seperti dikutip dari Banten Hits, Sabtu (19/6/2021).
Ia menuturkan, dugaan keterlibatan Wahidin Halim selaku Gubernur Banten dalam perkara korupsi hibah ponpes itu sangat kuat, setelah mantan Kabiro Kesra Irvan Santoso ditetapkan sebagai tersangka.
Saat itu, Irvan melalui kuasa hukumnya secara tegas menyebutkan Wahidin Halim secara tidak langsung terlibat dalam kasus tersebut.
“Waktu itu kan sudah disebut oleh IS (Irvan Santoso) lewat pengacaranya. Harusnya Kejati segera memanggil dalangnya. Apalagi, IS hanya disuruh atasan. Orang nomor satu di Banten itu cuma gubernur. Tapi faktanya, justru Kejati belum memanggil. Baru sebatas memanggil Sekda dan BPKAD doang. Kemudian pertanyaannya hari ini adalah berani tidak Kejati memanggil WH (Wahidin Halim) sebagai Gubernur. Kan itu aja,” tegasnya.
Oleh karenanya, fungsionaris PB HMI Bidang Pemberdayaan Umat itu mendesak agar KPK segera mengambil alih kasus korupsi tersebut, demi menjaga nama baik para kiai di Banten.
“Kami melihat justru saat ini kinerja Kejati Banten itu lambat. Padahal kasus korupsi ini penting untuk diusut, dan untuk mengusut tuntas kasus ini harus punya keberanian dua kali lipat. Oleh karena itu, kami mendesak KPK agar segera lakukan supervisi atau mengambi alih kasus korupsi ini. Karena secara hukum, hal itu bisa dilakukan dan KPK punya kewenangan itu,” tegasnya.
Deni menjelaskan, upaya KPK mengambil alih atau pun melakukan supervisi tersebut diatur dalam UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, maupun Peraturan Presiden (Perpres) No 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Proses pengambilalihan kasus itu bisa dilakukan oleh KPK. Acuannya jelas dan perintahnya juga jelas dalam UU maupun dalam Perpres. Artinya, KPK punya kewenangan yang kuat untuk memproses tindak pidana korupsi dana hibah ponpes di Banten ini,” tegasnya.
Diketahui, Kejati Banten sejauh ini telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut, yakni Epi Saepul, seorang pengurus Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kecamatan Labuan; TB Asep, pemimpin salah satu ponpes di Pandeglang; Agus Gunawan, pekerja harian lepas di Biro Kesra Banten; Irvan Santoso, mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten; dan Toton Suriawinata, mantan Ketua Tim Verifikasi Dana Hibah.
Sebelumnya, JPMI juga telah melaporkan kasus korupsi hibah ponpes ini ke KPK. Dalam laporan tersebut, JPMI melaporkan tiga orang pejabat Pemprov Banten yang diduga kuat terlibat dalam kasus ini, diantaranya Gubernur Banten Wahidin Halim, Sekda Almuktabar, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Rina Dewiyanti.
Seperti tertulis dalam laporan itu, JPMI menduga bahwa dugaan keterlibatan tiga pejabat Pemprov Banten itu pada proses penyaluran dana hibah tahun anggaran 2018 sebesar Rp 66,228 miliar dan tahun anggaran 2020 sebesar Rp 117 miliar.
Kejati Tunggu Hasil Audit
Kejati Banten masih melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah ke ponpes. Saat ini, Kejati menunggu hasil dari audit kerugian negara berdasarkan penghitungan BPKP.
“Yang jelas lagi menunggu audit BPKP dan tinggal fokus ke pemberkasannya,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten, Sunarko seperti dikutip dari Detikcom, Rabu (16/6/2021).
Audit kerugian negara ini dilakukan untuk hibah tahun 2018 ke 3.364 pesantren dengan total anggaran Rp 66 miliar. Termasuk tahun 2020 yang penyalurannya ke 4.042 pesantren dengan total anggaran mencapai Rp 117 miliar.
“Audit untuk 2018 dan 2020, untuk kerugian negara menunggu, sampai kita melakukan pemberkasan dan penghitungan,” tambahnya.
Selain meminta BPKP untuk menghitung kerugian negara, tim penyidik juga masih terus melakukan pemeriksaan kepada saksi. Saksi yang dimintai keterangan totalnya sekitar 120-an orang dan mereka adalah orang-orang yang bersentuhan dengan perkara ini.
“Ada mungkin 120-an, semuanya yang menurut penyidik terlibat kita panggil,” pungkasnya.
Sementara, sejumlah ulama dan tokoh pendiri Provinsi Banten meminta Kejati mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana hibah ponpes itu. Ulama kharismatik Banten Abuya Muhtadi Dimyati hingga pendiri Provinsi Banten Embay Mulya Syarif memberikan dukungan moril kepada lembaga adhiyaksa itu.
Salah satu ulama di Banten, KH Matin Sarkowi menyatakan dukungannya kepada kejaksaan untuk mengungkap siapa aktor intelektualnya. “Berbagai kasus korupsi terutama menyangkut dana hibah ponpes, tujuannya adalah kita melindungi pesantren. Agar pesantren tidak dijadikan alat oleh oknum siapapun itu yang merampas hak pesantren,” kata Matin seperti dikutip dari Kompas, Selasa (8/6/2021).
Para ulama menjamin kondisi Provinsi Banten akan tetap kondusif, meski kasus hibah ini terus diusut Kejati hingga tuntas. “Kajati harus on the track, tegakkan hukum, kita akan ikut di belakang Pak Kajati. Yang benar pasti benar, yang salah harus rela menerima akibat kesalahannya karena hukuman itu,” ujarnya. [wip]