(IslamToday ID) – Sebuah “Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi, Sudahlah!” segera diluncurkan untuk menanggapi wacana presiden tiga periode yang terus berkembang.
Dimana wacana presiden tiga periode yang didengungkan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari bersama kelompoknya yang belum lama ini meresmikan Seknas Komunitas Jokowi-Prabowo (Jokpro) 2024, dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Sebab dalam Pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.
Inisiator Seknas Jokowi, Sudahlah! (SJS) Adhie Massardi mengurai bahwa pihaknya berbeda dengan yang digagas Qodari. Seknas Jokowi, Sudahlah! justru ingin memantapkan kewibawaan konstitusi UUD 1945, dengan mengaktifkan Pasal 7A UUD 1945.
Pasal ini telah secara eksplisit menyatakan, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
Adhie tidak menampik bahwa lembaganya akan berdiri untuk bersaing secara opini di masyarakat dengan yang digagas Qodari. Menurutnya, kekuasaan dan kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan dilindungi oleh konstitusi. Bahkan dalam menjalankan roda pemerintahan, presiden dibantu oleh banyak menteri yang dipilihnya.
“Presiden juga masih dibantu oleh lebih dari 100 lembaga negara (non-departemen), seperti BNN untuk persoalan narkoba, KPK untuk masalah korupsi, BNPT dalam kaitan terorisme, untuk memonitor pergerakan uang ada PPATK, dan lain-lain,” ujarnya seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (23/6/2021).
Itu sebabnya, kata Adhie, di negara demokrasi seperti Indonesia yang semua instrumen pemerintahan sudah tersedia secara lebih dari cukup, maka kalau hanya untuk menjalankan roda pemerintahan ala kadarnya, tidak akan jadi masalah dipimpin oleh presiden dengan kapasitas leadership seadanya dan kemampuan manajerialnya standar.
Akan tetapi jika tuntutan untuk memperoleh pemimpin yang standar-standar saja tidak terpenuhi atau gagal karena rezim elektoral sekarang bisa dimanipulasi dengan memaksimalkan pencitraan, maka konstitusi menyediakan instrumen untuk mengganti presiden di tengah jalan. Jalan itu diberikan demi kemaslahatan negara dan bangsa.
Saat ini, sambung Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) tersebut, kondisi negara dan bangsa sedang tidak baik-baik saja.
“Ada situasi darurat, pemerintah gagal hampir di semua sektor kehidupan, akibat kepemimpinan nasional kehilangan visi, tidak mampu memilih mana yang prioritas dan mana yang sekunder, juga tidak memiliki kemampuan manajerial, bahkan yang standar,” urainya.
Situasi inilah yang membuat berbagai komponen masyarakat, yang memiliki kepedulian terhadap nasib bangsa, berkumpul dan menginisiasi lahirnya “Seknas Jokowi, Sudahlah!”
Menurut rencana, Seknas ini akan menyampaikan pandangan dan penilaian kedaruratan atau kegagalan pemerintahan menurut kacamata setiap elemen pendukung kepada publik, termasuk anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD.
Adhie memberi contoh. Selain kegagalan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19, ekonomi dan tata kelola BUMN, teman-teman yang bergerak di sektor lingkungan hidup akan memaparkan kegagalan pemerintah mengelola SDA dan mineral serta menjaga lingkungan.
Sementara yang dari unsur kampus atau mahasiswa akan mengusung kegagalan pemerintah dalam menjaga kehidupan kampus sebagai sumber tata nilai.
“Pendek kata, setiap sektor yang dianggap potret kegagalan pemerintah, seperti soal buruh, penegakan hukum dan HAM, kehidupan beragama dan nasib ulama, serta kehidupan demokrasi, akan disampaikan oleh elemen masyarakat yang memiliki kompetensi untuk bicara hal itu,” ujarnya.
“Jadi jumlah elemen masyarakat pendukung ‘Seknas Jokowi, Sudahlah!’ ini akan tercermin dalam sektor kegagagaln pemerintah yang akan dicantumkan dalam poster dan buku saku yang akan kami buat, dan didistribusikan oleh sekretariat Jokowi, Sudahlah! di seluruh Indonesia,” ungkap Adhie.
Dukungan Mengalir
Sementara, dukungan untuk “Seknas Jokowi, Sudahlah!” terus mengalir. Pemerhati politik dan kebangsaan, M Rizal Fadillah setuju dan mendukung pembentukan Seknas ini. Menurutnya, gerakan yang diinisiasi Adhie Massardi ini untuk mengimbangi lembaga Qadari yang mendorong Jokowi tiga periode.
“Hal biasa dalam demokrasi dibangun atas dasar pandangan pro kontra,” ujar Rizal.
Menurutnya, nilai tambah SJS adalah aspirasinya yang akan lebih kuat. SJS dinilai akan lebih diterima dan didukung dibanding gerakan Jokowi tiga periode.
“Adhie cukup cerdas menangkap aspirasi masyarakat yang kecewa dengan kegagalan Jokowi dalam mengemban amanah pengelolaan pemerintahan,” terang Rizal.
Mengangkat Pasal 7A UUD 1945 soal pemberhentian presiden, yang diungkit Adhie, memang pas.
“Artinya, baik presiden mengundurkan diri maupun dimundurkan oleh MPR adalah konstitusional. Termasuk juga jika desakan tersebut disandarkan pada gerakan massa alias people power,” kata Rizal.
Menurutnya, ini adalah bagian dari pendidikan politik. Adapun pembiasan paham bahwa people power untuk mendesak pemakzulan presiden inkonstitusional perlu diluruskan.
Rizal menjelaskan, presiden yang tidak mampu atau gagal sudah dirasakan oleh masyarakat. Penanganan pandemi Covid-19 yang tak konsisten antara ketat dan longgar, ekonomi yang tumbuh ke bawah, utang yang besar, korupsi, pelanggaran HAM, serta hukum yang diskriminatif, adalah sedikit fenomena dari kegagalan tersebut.
“Harapannya tentu SJS ini dapat bekerja sama dengan berbagai elemen perubahan lainnya, melakukan aksi nyata yang simpatik, serta gigih dalam berjuang dan tidak mudah dipadamkan oleh tekanan kekuasaan, serangan buzzer, rangkulan kapitalis, ataupun rekayasa hukum,” pungkasnya. [wip]