(IslamToday ID) – Kementerian Keuangan merancang aturan baru mengenai pengelolaan keuangan daerah atau APBD agar bisa disinkronisasi dengan keuangan pemerintah pusat melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan beberapa fenomena menunjukkan tata kelola pengelolaan keuangan daerah masih perlu terus diperbaiki kualitasnya.
“Kita melihat belum optimalnya porsi belanja APBD dimana belanja APBD cenderung tinggi untuk belanja aparatur dan rendah ke belanja yang sifatnya infrastruktur publik,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (28/6/2021).
Sri Mulyani merinci porsi belanja pegawai di dalam APBD untuk provinsi rata-rata sebesar 27,6 persen. Provinsi yang rendah dalam membelanjakan kebutuhan pegawai adalah Jawa Barat (Jabar) dengan porsi 21 persen dari APBD.
Kemudian 14 provinsi lainnya belanja pegawai setara dengan 27,6 persen, dan ada pula 20 pemda yang membelanjakan APBD-nya lebih tinggi dari rata-rata nasional antarprovinsi.
“Untuk kabupaten rata-rata 35,3 persen adalah belanja APBD-nya untuk belanja pegawai, dan dari rata-rata ini 189 pemda kabupaten di bawah rata-rata kabupaten nasional yaitu yang tadi 35,3 persen,” jelas Sri Mulyani seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (29/6/2021).
Sedangkan 2.226 pemda, dalam hal ini belanja APBD-nya untuk pegawai di atas rata-rata nasional. Adapun untuk pemerintah kota rata-rata juga semakin tinggi, dengan porsi 35,7 persen belanja APBD-nya untuk pegawai.
“Dimana 51 pemda di bawah rata-rata tersebut, kabupaten Blitar yang terendah 27,4 persen. Namun ada 42 kota yang memiliki belanja pegawai di atas 35,7 persen. Bahkan Kota Pematangsiantar menggunakan 47,6 persen untuk belanja pegawai,” tutur Sri Mulyani.
Hal tersebut, katanya, menggambarkan bahwa Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) di masing-masing daerah banyak bervariasi, namun cenderung dipakai untuk belanja yang paling mudah dan paling memberikan pelayanan bagi pegawainya, dibandingkan kebutuhan untuk melakukan perbaikan pelayanan dasar bagi masyarakat.
Oleh karena itu, kata Sri Mulyani, reformulasi pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) dilakukan salah satunya bertujuan untuk mengurangi dominasi belanja birokrasi di daerah dan mendorong penggunaan DAU semakin produktif.
Adanya fakta perbedaan kinerja capaian layanan publik daerah, maka penggunaan DAU akan disesuaikan berdasarkan capaian kinerja layanannya.
“Bagi daerah yang berkinerja baik, penggunaan DAU akan bersifat block grant. Bagi daerah kinerja sedang dan rendah maka penggunaan DAU merupakan kombinasi antara block grant dan specific grant,” jelas Sri Mulyani.
Adapun pokok-pokok pengaturan di dalam RUU HKPD, kata Sri Mulyani, akan dilandaskan beberapa pokok, yakni pengelolaan TKDD akan mengedepankan kinerja. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan di daerah, sekaligus mendorong tanggung jawab daerah dalam memberikan pelayanan yang lebih baik secara efisien dan disiplin.
Kemauan pokok kebijakan yang akan diatur di dalam RUU HKPD adalah penguatan pengelolaan keuangan pemda untuk mewujudkan belanja berkualitas dan mendorong kesinambungan fiskal.
“Caranya pengaturan dan penegakan disiplin belanja daerah dalam APBD, penegakan disiplin belanja daerah dengan pengaturan alokasi belanja daerah untuk memenuhi porsi tertentu atas jenis belanja tertentu, dan peningkatan kualitas belanja daerah,” jelas Sri Mulyani.
Selanjutnya, RUU HKPD didesain untuk memberikan penguatan sistem pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dilakukan melalui penyederhanaan struktur PDRD yang lebih optimal dan rasional, perluasan basis PDRD dengan tetap menjaga iklim investasi dan perekonomian daerah, dan harmonisasi dengan peraturan terkait, seperti sinkronisasi UU Cipta Kerja.
Di dalam RUU ini juga akan mendorong optimalisasi skema pembiayaan utang daerah, sehingga dapat mengakses sumber-sumber pembiayaan melalui skema konvensional maupun syariah. Meliputi pinjaman daerah, obligasi daerah, dan sukuk daerah.
Satu hal yang baru yang diatur dalam RUU HKPD ini yaitu pemerintah memberi kepercayaan bagi daerah untuk dapat membentuk dana abadi daerah.
“Daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi, dan punya kinerja pelayanan yang baik untuk bisa bentuk dana abadi di daerah. Tergantung masing-masing di daerah terutama yang memiliki sumber daya alam dan mendapatkan DBH, maka mereka bisa menggunakan untuk antar generasi,” jelas Sri Mulyani.
Dalam RUU HKPD ini juga mengatur mengenai bagaimana daerah bisa melakukan akselerasi percepatan penyediaan infrastruktur dan/atau program prioritas lainnya sesuai urusan yang menjadi kewenangan daerah melalui sinergi pendanaan, yang dapat bersumber dari APBD (PAD, TKD, dan/atau Pembiayaan Utang Daerah), maupun kerja sama dengan pihak swasta, BUMN/BUMD, dan/atau pemerintah daerah lainnya.
“Untuk menjaga kesinambungan fiskal maka RUU ini juga mengatur adanya pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, yang dilakukan antara lain melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, kebijakan pengendalian defisit dan pembiayaan utang daerah,” jelas Sri Mulyani. [wip]