(IslamToday ID) – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak mengajukan kasasi terhadap terdakwa eks jaksa Pinangki Sirna Malasari yang mendapat diskon hukuman menjadi 4 tahun penjara, agar peran “King Maker” dalam kasus ini tidak dibongkar.
Boyamin menyebut dalam tiga kasus yang sudah menjerat Pinangki terkait suap dan pencucian uang, ada satu kasus yakni terkait pemufakatan jahat yang turut melibatkan buronan Djoko Tjandra.
Ia menyebut ada sosok king maker yang mana sempat disampaikan dalam putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
“Diduga, tidak kasasi ini untuk menutupi peran king maker. Yang mana yang saya pernah ungkap dulu di KPK ada peran king maker dan diungkapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ada peran king maker,” ungkap Boyamin seperti dikutip dari Law-Justice, Rabu (7/7/2021).
Ia sebelumnya berharap JPU mengajukan kasasi untuk menindaklanjuti kasus ini, sekaligus membongkar sosok king maker. Namun, kenyataannya JPU sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI terhadap Pinangki dengan memberikan diskon hanya 4 tahun penjara.
“Saya berharap sebenarnya Kejaksaan Agung mengajukan kasasi untuk membongkar peran king maker,” ujar Boyamin.
Menurutnya, Kejagung sama sekali tidak mendengarkan desakan publik untuk mengajukan kasasi terhadap Pinangki. Maka itu, Boyamin menilai sudah terdapat disparitas perbedaan hukuman yang mencederai rasa keadilan.
Menurut Boyamin, sepatutnya Pinangki mendapat hukuman lebih berat dari Djoko Tjandra maupun Andi Irfan Jaya. “Sudah ada petisi, suara masyarakat di internet dan lain-lain, agar Kejaksaan Agung mengajukan kasasi,” ucap Boyamin.
“Jadi jaksa menutup diri atas rasa keadilan,” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Kejari Jakarta Pusat Riono menyampaikan bahwa jaksa dari Kejagung tidak mengajukan kasasi terhadap terdakwa Pinangki. “JPU tidak mengajukan permohonan kasasi,” katanya, Selasa (6/7/2021).
Riono menyebut alasan jaksa Kejagung tidak mengajukan banding bahwa putusan PT DKI terhadap Pinangki sudah sesuai apa yang diharapkan JPU. Maka itu, katanya, jaksa tidak memiliki alasan lain untuk mengajukan kasasi terhadap Pinangki.
“JPU berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan PT. Selain tidak terdapat alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan di dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP,” tutup Riono.
Padahal pada tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, jaksa Pinangki sudah divonis 10 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta. Hal itu dilihat dalam laman website PT DKI Jakarta pada Senin (14/6/2021).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” isi putusan PT DKI Jakarta.
Adapun sejumlah pertimbangan majelis hakim di tingkat banding di PT DKI Jakarta, pertama, jaksa Pinangki telah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa. Dan diharapkan jaksa Pinangki akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.
Kedua, jaksa Pinangki memiliki balita berumur 4 tahun, sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Ketiga, jaksa Pinangki sebagai perempuan harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil. Keempat, perbuatan jaksa Pinangki tidak lepas dari peran pihak lain yang juga patut bertanggung jawab. Sehingga, pengurangan kesalahannya cukup berpengaruh dalam putusan ini.
Kelima, tuntutan jaksa selaku pemegang asas dominus litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat. [wip]