(IslamToday ID) – Indonesia merupakan negara konsumen produk halal terbesar, dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia. Namun, pelaku industri dalam negeri harus bersaing dengan produk halal impor yang kerap dijual dengan harga lebih murah.
Pengusaha lokal pun harus berinovasi dan mencari strategi agar produk halal mereka menjadi tuan di negeri sendiri.
Laporan State of Global Islamic Economy Report 2020-2021 menyebut Indonesia sebagai negara dengan konsumsi produk halal terbesar dengan nilai 214 miliar dolar AS, atau sekitar 10 persen dari pangsa produk halal dunia. Namun, produk halal yang dikonsumsi lebih banyak hasil impor dari luar negeri.
Sayuk Wibawati, pemilik Nutsafir Cookies Lombok, usaha pengolahan makanan berbahan biji-bijian lokal dari Nusa Tenggara Barat (NTB), menuturkan sertifikasi halal dan kualitas yang terjaga menjadi kunci baginya untuk bisa bersaing, termasuk di tengah pandemi.
Menurut Sayuk, kelengkapan legalitas usaha termasuk sertifikasi halal memudahkannya bekerja sama dengan berbagai pihak, misalnya dengan hotel maupun PT Aero Wisata, anak perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero).
Selain itu, ia juga tetap memastikan bahan baku, peralatan, proses pengolahan, bahkan alat pelindung diri (APD) yang digunakan karyawan memenuhi kaidah halal. Peraih penghargaan Halal Awards 2017 sebagai UKM halal terbaik se-Indonesia ini juga terus berinovasi dengan melihat kebutuhan pelanggan. Caranya, antara lain melakukan survei keinginan pasar melalui platform digital.
Direktur Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, Indonesia sudah terlalu lama hanya menjadi pasar dan mengkonsumsi produk halal negara lain.
“Kita harus jadi pelaku dan itu harus disiapkan dari jauh-jauh hari. Dimulai dari pasar dalam negeri, supaya pada tahun 2024 kita bisa jadi pemain di pasar halal global,” kata Gati seperti dikutip dari Kompas, Rabu (28/7/2021).
Untuk mencukupi permintaan produk halal dari luar maupun dalam negeri, pemerintah sedang mengembangkan pembangunan kawasan industri halal. Kehadiran kawasan halal itu diyakini dapat menjamin rantai nilai halal (halal value chain) yang kuat, serta mendukung aspek ketertelusuran (traceability) produk yang menjadi standar sertifikasi halal internasional.
Saat ini, sudah ada tiga kawasan industri halal yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang (Banten), Safe n Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo (Jawa Timur), dan Bintan Inti Halal Hub di Kabupaten Bintan (Kepulauan Riau). Pembangunan di daerah lain juga sedang dikembangkan.
“Semua produk yang dihasilkan dari kawasan itu ketertelusurannya benar-benar terjamin halal, dari bahan baku, sampai produk akhir. Jadi, seharusnya akan lebih mudah mendapat sertifikat halal. Ini penting dikembangkan, karena sertifikasi aspek yang penting dalam perdagangan halal,” kata Gati.
Sertifikasi halal pun terus digencarkan ke pelaku industri kecil-menengah. Gati mengatakan, saat ini masih banyak pengusaha industri kecil menengah (IKM) yang produknya belum sesuai standar internasional.
Untuk mempercepat sertifikasi halal, selama tahun 2012-2021, Kemenperin telah memfasilitasi pemberian sertifikasi halal ke 2.669 IKM. Tahun ini, sudah ada 660 IKM yang didampingi untuk mendapat sertifikat.
Seiring dengan itu, pemerintah juga sedang melakukan pemetaan produk halal yang potensial serta persoalan yang kerap dihadapi pelaku industri di lapangan. Bagi yang terkendala bahan baku, pemerintah akan membantu pusat bahan baku (material center) untuk memudahkan IKM mendapat bahan baku. Bagi yang terkendala teknologi mesin, program restrukturisasi mesin juga kembali digalakkan.
“Pokoknya, pendampingan dan pelatihan terus dilakukan dengan fokus sampai semua produk kita tersertifikasi halal pada tahun 2024 nanti,” ujarnya. [wip]