(IslamToday ID) – Komisi IX DPR RI mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bergerak membongkar praktik mafia alat kesehatan (alkes) impor.
Anggota Komisi IX Rahmad Handoyo menduga praktik mafia itu yang menjadi penyebab rendahnya tracing Covid-19 dan mahalnya alat untuk tes PCR dan swab antigen selama ini.
“Ini perlu didalami pihak kepolisian, tinggal panggil importir-importir itu. Agar terang kasusnya maka perlu pendalaman,” katanya seperti dikutip dari Fajar.co.id, Rabu (25/8/2021).
Menurut Rahmad, pengusaha boleh saja mencari untung dari penjualan alat-alat kesehatan termasuk PCR dan swab antigen. Namun meraup keuntungan tersebut janganlah berlebihan dan menyusahkan rakyat.
“Saya bilang silakan untung, tapi untung yang wajar dan sesuai dengan kantongnya rakyat. Jangan malah memberatkan. Karena itu, yang paling utama ini tugas pemerintah untuk mendalami,” katanya.
Legislator PDIP ini menuturkan, memang seharusnya Indonesia bisa memproduksi alat kesehatan sendiri. Bahkan dari tahun 2020 lalu DPR telah merekomendasikan bahwa Indonesia ketergantungan impor hanya 70 persen dari sebelumnya 90 persen.
“Kalau idealnya kita bisa produksi sendiri. Bahkan, Komisi IX DPR dalam rapat-rapat memerintahkan di tahun 2020 untuk menaikkan produksi dalam negeri 20 persen. Jadi ketergantungan kita impor 90 persen dikurangi 20 persen, tinggal 70 persen,” ungkapnya.
Rahmad juga menegaskan jika ada pihak-pihak yang sengaja mempermainkan harga alat-alat kesehatan jauh di bawah standar. Maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa bertindak.
Sementara, jika ada mafia alat kesehatan seperti yang melakukan penggelapan ataupun melakukan penyelundupan, maka ia meminta polisi untuk turun tangan.
“Jadi kalau usaha apapun yang berlawanan dengan hukum, ya tetap polisi akan mengambil tindakan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Muhar Syahdi Difinubun juga mendesak pemerintah untuk memperhatikan kembali persoalan impor alat rapid test atau Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) sekaligus kebijakan harganya yang berlaku di masyarakat.
“Sebab, ke depannya RDT-Ag itu dinilai akan menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat seperti halnya kebutuhan pangan,” ujar Muhar.
PB SEMMI juga mempersoalkan urgensi produk asing yang lebih dominan diunggah ke dalam e-katalog nasional LKKP itu ketimbang produk lokal. “Kami menduga bahwa telah terjadi permainan di dalam situasi emergensi dan mencekik yang dihadapi bangsa saat ini oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab,” ujarnya.
Mereka mempertanyakan harga beli di LKKP juga berbeda dengan yang diunggah oleh beberapa marketplace lain. Beberapa ketentuan dari pemerintah telah dipelajari pihaknya, termasuk diantaranya kriteria produk RDT-Ag yang memiliki izin edar itu. [wip]