ISLAMTODAY — Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ahmad Djauhar mengingatkan bahwa kriminalisasi pers mengindikasikan bahwa pers nasional belum sepenuhnya bebas.
“Padahal amanat Undang-Undang Pers, untuk produk pemberitaan, harus diselesaikan di Dewan Pers, bukan di pengadilan umum,” pungkas Ahmad Djauhar dalam acara Peluncuran Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia Tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Dewan Pers secara hybrid (gabungan daring dan tatap muka), Rabu (1/9).
Ahmad Djauhar, mengatakan masih ada sejumlah kalangan yang berasal dari berbagai elemen masyarakat mengadukan produk pers, atau produk pemberitaan, kepada polisi dengan berbagai alasan. Hal ini yang kemudian menyebabkan dilakukannya penegakan hukum yang tidak menggunakan Undang-Undang Pers dalam menangani kasus pers.
Ia mengatakan, kasus yang melibatkan karya jurnalistik menunjukkan kesalahan etik, tidak seharusnya diperlakukan seperti tindak kriminal, sehingga tidak tepat apabila dilaporkan kepada polisi.
Menurutnya, Fenomena tersebut, menimbulkan kesan bahwa karya jurnalistik yang merupakan karya intelektual ditangani dengan pendekatan hukum pidana, sehingga terjadi kriminalisasi pers.
“Hal ini mencerminkan bahwa kriminalisasi pers masih ada walaupun Undang-Undang Pers telah berumur 22 tahun” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa bukan hanya kriminalisasi, insan pers yang terdiri dari wartawan serta awak media juga rentan mengalami tindak kekerasan selama proses penciptaan maupun setelah publikasi produk pers.
Kekerasan tersebut dapat terjadi apabila isinya dipandang merugikan pihak yang diberitakan.
Tindak kekerasan yang mengancam insan pers, imbuhnya, juga merupakan hambatan kemerdekaan pers.
Akan tetapi pada sisi lain, kesadaran pada mekanisme hak jawab dan mediasi melalui Dewan Pers sudah tinggi.
Ia mengatakan, berdasarkan pada catatan pengaduan Dewan Pers, terdapat 800-an surat aduan dari masyarakat sepanjang tahun 2020.
Meskipun Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia Tahun 2021 mengalami peningkatan dari 75,27 pada tahun 2020 menjadi 76,02, Ahmad Djauhar menegaskan bahwa pers masih belum sepenuhnya bebas.
Sumber : ANTARA