(IslamToday ID) – Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam. Meski tidak banyak orang yang tahu, sebenarnya sudah sejak lama Indonesia memiliki “harta karun” terpendam yang super langka.
Tanpa disadari, harta karun ini sangat diidam-idamkan oleh banyak negara karena sangat dibutuhkan sebagai bahan baku peralatan berteknologi canggih di era modern saat ini. Namun sayangnya harta karun ini belum dikembangkan di dalam negeri sama sekali.
Melansir CNBC Indonesia, Selasa (21/9/2021), harta karun terpendam super langka ini bernama logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element. Komoditas ini dinamai logam tanah jarang karena didasarkan pada asumsi yang menyatakan bahwa keberadaan logam tanah jarang ini tidak banyak dijumpai. Namun pada kenyataannya, LTJ ini melimpah melebihi unsur lain dalam kerak bumi.
Banyaknya negara yang mengincar logam tanah jarang ini bukan tanpa alasan, karena di tengah kemajuan teknologi saat ini, logam tanah jarang sangat dibutuhkan.
Logam tanah jarang merupakan bahan baku peralatan teknologi, mulai dari baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika, hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB).
Selain itu, bisa juga untuk bahan baku kendaraan listrik hingga industri pertahanan atau peralatan militer. Adapun negara pemilik cadangan terbesar logam tanah jarang di dunia yaitu China. Tak hanya itu, China bahkan produsen logam tanah jarang terbesar di dunia.
Namun selain China, ada beberapa negara lainnya yang juga memiliki cadangan besar logam tanah jarang ini, antara lain Amerika Serikat (AS), Rusia, Asia Selatan, Afrika bagian selatan, dan Amerika Latin.
Namun demikian, meski Indonesia belum memproduksi logam tanah jarang ini, negeri ini juga menyimpan sumber daya harta karun super langka ini.
Indonesia memang belum memiliki data utuh terkait total sumber daya logam tanah jarang ini karena masih minimnya penelitian terkait LTJ di Tanah Air.
Namun berdasarkan buku “Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia” oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019, sumber daya logam tanah jarang yang berhasil diteliti di beberapa wilayah tercatat mencapai 72.579 ton, berasal dari endapan plaser dan endapan lateritik.
Endapan plaser ini banyak dijumpai pada lokasi kaya sumber daya timah seperti di Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan selatan Kalimantan Barat.
Pusat Sumber Daya Geologi-Badan Geologi pada 2014 melakukan kajian untuk mengetahui potensi sumber daya LTJ dalam endapan tailing di wilayah Pulau Bangka dengan menggunakan metode interpretasi remote sensing.
Hasil kajian menunjukkan tebal endapan tailing 4 m s.d. 6 m, luas total endapan tailing 500.000 ha, sehingga diperoleh volume 5.500.000.000 m3. Dengan kadar total LTJ 9,5 gr/m3, maka tonase LTJ mencapai 52.387.500.000 gr atau 52.000 ton.
Sementara untuk endapan lateritik terdapat di beberapa wilayah seperti Parmonangan, Tapanuli, Sumatera Utara, Ketapang, Kalimantan Barat, Taan, Sulawesi Barat, dan Banggai, Sulawesi Tengah.
Adapun sumber daya LTJ dari endapan lateritik yang diteliti dari beberapa wilayah tersebut mengandung 20.579 ton.
Logam tanah jarang juga berpotensi terdapat pada batubara. Tapi sayangnya, LTJ pada batubara Indonesia masih sangat terbatas.
Logam tanah jarang merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk “critical mineral” yang terdiri dari 17 unsur, antara lain scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu), dan yttrium (Y).
Meskipun demikian, unsur-unsur tersebut sangat sukar untuk ditambang karena konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis. Ketujuh belas unsur logam ini mempunyai banyak kemiripan sifat dan sering ditemukan bersama-sama dalam satu endapan secara geologi.
Sejumlah mineral yang mengandung harta karun LTJ seperti monasit, zirkon, dan xenotim, merupakan mineral ikutan dari mineral utama seperti timah, emas, bauksit, dan laterit nikel.
Industri Pertahanan
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa kajian kementerian pada 2017 menjelaskan potensi pengembangan industri logam tanah jarang.
“Ada prioritas pengembangan untuk industri strategis berbasis timah, yaitu untuk industri pertahanan, misalnya menjadi bahan untuk teknologi antiradar, senjata laser, dan juga peluru,” katanya saat webinar Mineral for Energy Radioaktif/Nuklir-Baterai, Jumat (10/9/2021) malam.
Sebagai gambaran, timah dan logam tanah jarang memiliki hubungan yang cukup erat. Logam tanah jarang diperoleh dari pertambangan timah yang menghasilkan monasit. Jenis ini paling memungkinkan untuk dikembangkan menjadi sejumlah produk.
Selain itu, timah tanah jarang juga dapat dimanfaatkan untuk industri kesehatan, seperti teknologi pendeteksi kanker dan jenis penyakit lagi. Lainnya adalah pembangkit listrik, penyimpanan listrik, dan pendukung tambang, hingga kebutuhan untuk kendaraan bermotor berbasis baterai. Ia menyebutkan bahwa jenis mineral ini dapat menjadi bahan baku untuk industri masa depan.
Apalagi, Badan Geologi telah mencatat setidaknya terdapat 28 lokasi mineral logam tanah jarang yang dapat dilanjutkan eksplorasinya. Kajian potensi mineral pertambangan timah yang dilakukan Kementerian ESDM pada 2017 itu menemukan volume endapan mengandung logam tanah jarang di Indonesia cukup besar.
Di Sumatera terdapat setidaknya 19.000 ton logam tanah jarang. Kemudian di Pulau Bangka Belitung sekitar 383.000 ton, serta Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memiliki minimal 219 dan 443 ton logam tanah jarang.
Di tingkat global, China memproduksi 84 persen dari total produksi logam tanah jarang dunia. Kemudian Australia 11 persen, Rusia 2 persen, Brazil dan India sebanyak 1 persen. Sementara itu, Indonesia disebut menjadi bagian negara yang memproduksi logam tanah jarang dalam jumlah yang cukup sedikit.
“Namun sedikit-sedikitnya kita punya bahan baku yang cukup untuk kemudian dikelola sebagai sumber energi masa depan, dan sumber bagi penggerak ekonomi masa mendatang,” terangnya. [wip]